JAKARTA, DDTCNews – Ditjen Pajak memberikan waktu bagi pihak lain, seperti perbankan, untuk menerapkan penggunaan NIK sebagai NPWP hingga akhir tahun. Topik ini menjadi salah satu ulasan media nasional pada hari ini, Jumat (28/6/2024).
Dirjen Pajak Suryo Utomo mengatakan jika sistem yang dimiliki masih belum siap menerapkan penggunaan NIK sebagai NPWP, pihak lain diberikan kesempatan untuk tetap menggunakan NPWP 15 digit hingga akhir tahun ini.
"Bila sistem, baik di tempat kami maupun di pihak lain, contoh perbankan, belum cukup siap maka kami memberikan kesempatan untuk dapat menggunakan [NPWP] 16 ataupun 15 digit hingga akhir 2024," katanya.
Jika pihak lain sudah siap memakai NIK sebagai NPWP 16 digit, lanjut Suryo, DJP memperbolehkan pihak lain untuk mulai memberikan pelayanan menggunakan NIK. Dia menyadari penyesuaian sistem dari pihak lain membutuhkan waktu.
"Secara bertahap, kami akan terus melakukan penyesuaian karena alhamdulillah menyesuaikan sistem dari para pihak ini tidak memang sederhana. Dan ini yang akan terus kami lakukan," tuturnya.
Seperti diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) 112/2022 s.t.d.d PMK 136/2023, NIK juga diperlukan oleh wajib pajak untuk memperoleh layanan administrasi dari pihak lain yang selama ini mensyaratkan penggunaan NPWP.
Layanan publik dimaksud, contohnya, layanan pencairan dana pemerintah, ekspor-impor, perbankan, sektor keuangan, pendirian badan usaha, perizinan usaha, administrasi pemerintahan, dan layanan-layanan lainnya yang mensyaratkan NPWP.
Selain relaksasi penggunaan NIK sebagai NPWP, ada pula ulasan tentang perpres baru yang mengatur multilateral instrument. Ada juga bahasan mengenai ketentuan pelayanan minimal Pusat Pembinaan Profesi Keuangan, penerapan coretax administration system, dan lain sebagainya.
Penggunaan NIK sebagai NPWP oleh wajib pajak orang pribadi penduduk akan diimplementasikan secara penuh pada 1 Juli 2024.
Kepala Subdirektorat Humas Perpajakan DJP Sri Hartiwiek mengatakan NPWP dengan format 16 digit juga bakal sepenuhnya digunakan oleh wajib pajak orang pribadi bukan penduduk, wajib pajak badan, dan instansi pemerintah mulai 1 Juli 2024.
"Insyaallah, pada 1 Juli 2024 ini akan diberlakukan NIK dan NPWP 16 digit, Senin pekan depan," katanya. (DDTCNews)
Kepala Pusat Pembinaan Profesi Keuangan (PPPK) Kementerian Keuangan menerbitkan keputusan terkait dengan pemberian kompensasi jika pelayanan tidak sesuai dengan standar.
Keputusan yang dimaksud adalah KEP-44/PPPK/2024. Salah satu pertimbangan diterbitkannya keputusan ini adalah untuk meningkatkan kualitas pelayanan publik dan kepuasan masyarakat terhadap layanan yang diberikan PPPK.
“bahwa pemberian kompensasi kepada penerima layanan yang menerima layanan tidak sesuai standar layanan … perlu dituangkan dalam keputusan kepala PPPK,” bunyi penggalan bagian pertimbangan KEP-44/PPPK/2024. (DDTCNews)
DJP mengungkapkan Peraturan Presiden (Perpres) 63/2024 diterbitkan untuk menambah persetujuan penghindaran pajak berganda (P3B) yang tercakup dalam Multilateral Instrument (MLI).
Melalui perpres 63/2024, terdapat 13 P3B yang diusulkan untuk turut menjadi covered tax agreement (CTA). Menurut Dirjen Pajak Suryo Utomo, klausul rencana aksi base erosion and profit shifting (BEPS) dimasukkan ke dalam 13 P3B tanpa perlu mengadakan negosiasi bilateral dengan negara mitra.
"Jadi dengan adanya perpres ini kita bisa menerapkan rencana BEPS untuk mencegah penghindaran pajak dan penggerusan basis pemajakan," tuturnya. (DDTCNews)
DJP menyatakan implementasi pembaruan sistem inti administrasi perpajakan (PSIAP) atau coretax administration system (CTAS) akan langsung mencakup 21 proses bisnis.
Dirjen Pajak Suryo Utomo mengatakan otoritas perlu melakukan persiapan yang matang sebelum implementasi CTAS tersebut. Oleh karena itu, DJP masih melakukan serangkaian pengujian untuk memastikan kesiapan sistem ini.
"Kami pun sebelum melakukan rolling out terhadap seluruh sistem informasi yang akan dijalankan, kami pastikan terlebih dulu [kesiapannya]," ujarnya. (DDTCNews)
Kementerian Keuangan mencatat realisasi penerimaan pajak hingga Mei 2024 senilai Rp760,38 triliun.
Penerimaan pajak ini mengalami kontraksi 8,4% (year on year/yoy). Kontraksi penerimaan pajak ini terjadi, salah satunya, dikarenakan penurunan harga komoditas.
"Ini artinya 38,23% dari target [penerimaan pajak] sudah kami kumpulkan," kata Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati. (DDTCNews)
Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.