Ilustrasi gedung DJP.
JAKARTA, DDTCNews – Pendekatan berbasis kewilayahan yang dilakukan oleh Ditjen Pajak (DJP) dapat menciptakan sistem pajak yang berkelanjutan dan ramah wajib pajak.
Hal ini disampaikan oleh DDTC Fiscal Research dalam Indonesia Taxation Quarterly Report (Q1-2020) bertajuk ‘Global Tax Policy Responses to Covid-19 Crisis’. Download laporan tersebut di sini. Di bawah pendekatan baru, partisipasi wajib pajak adalah kunci menciptakan sistem pajak yang berkelanjutan.
“Kita seharusnya tidak hanya mengharapkan lebih banyak efisiensi administrasi perpajakan, tetapi juga kemauan dari DJP untuk menciptakan hubungan yang lebih kolaboratif dan berdasarkan kepercayaan dengan wajib pajak,” demikian pernyataan DDTC Fiscal Research dalam laporan itu.
Pendekatan berbasis kewilayahan sesuai Surat Edaran No.SE-06/PJ/2020 serta perubahan tugas dan fungsi KPP sesuai Keputusan Direktur Jenderal Pajak No. KEP-75/PJ/2020 tentu merupakan bagian dari upaya perluasan basis sesuai Rencana Strategis DJP 2020-2024.
Dalam pelaksanaanya, diharapkan data dan informasi yang berkualitas dapat diperoleh untuk diolah lebih lanjut. Dengan adanya data dan informasi yang lengkap, petugas pajak akan lebih mudah memperlakukan wajib pajak berdasarkan profil risiko kepatuhannya.
Seperti diketahui, DJP juga sudah menerapkan compliance risk management (CRM) sejak September 2019. Dengan demikian, wajib pajak dapat semakin berharap perlakuan terhadap wajib pajak menjadi lebih tepat sasaran. Simak Kamus Pajak ‘Apa Itu CRM?’.
Pendekatan tersebut sejalan dengan upaya meningkatkan kepatuhan sukarela. Sebab, hal ini semakin mengindikasikan bahwa DJP tidak ingin mengganggu wajib pajak yang sudah patuh. Metode ini juga akan mempermudah pelayanan dan kemudahan bagi wajib pajak yang memang ingin mematuhi kewajiban pajaknya.
“Jika berjalan efektif, kepercayaan wajib pajak patuh tidak akan tercederai dan akan lebih transparan ketika berinteraksi dengan petugas pajak,” imbuh DDTC Fiscal Research.
Bagaimanapun, keterbatasan basis data menjadi persoalan utama yang menyebabkan kinerja pajak jauh dari kata optimal. Minimnya basis pajak terlihat dari berbagai indikator, salah satunya kepesertaan angkatan kerja di Indonesia sebagai wajib pajak yang terdaftar. Pada 2019, baru sekitar 31,4% tenaga kerja yang terdaftar sebagai wajib pajak.(kaw)
Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.