PAJAK DAERAH (16)

Pemungutan PBB-P2 di Kabupaten/Kota, Bagaimana Ketentuannya?

Hamida Amri Safarina | Senin, 14 September 2020 | 14:51 WIB
Pemungutan PBB-P2 di Kabupaten/Kota, Bagaimana Ketentuannya?

PEMBANGUNAN infrastruktur dan rumah semakin banyak dilakukan dari tahun ke tahun. Banyaknya pembangunan tersebut menjadi potensi penerimaan pajak daerah yang bisa untuk digali dan dioptimalkan.

Mulanya, pajak bumi dan bangunan perdesaan dan perkotaan (PBB-P2) diatur dalam Undang-Undang No. 12 Tahun 1994 dan saat ini menjadi kewenangan pemerintah pusat. Selanjutnya, melalui Undang-Undang No. 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (UU PDRD), kewenangan pemungutan jenis pajak ini dialihkan kepada pemerintah daerah (Pemda).

Setidaknya terdapat empat pertimbangan dalam mengalihkan kewengan pemungutan PBB-P2 dari pemerintah pusat ke pemerintah daerah (DJPK, 2014).

Baca Juga:
Cara Ajukan Pembebasan PBB-P2 bagi Pensiunan PNS di DKI Jakarta

Pertama, secara konseptual PBB-P2 dapat dipungut oleh daerah karena lebih bersifat lokal, visibilitas, objek pajak tidak berpindah-pindah (immobile), dan terdapat hubungan erat antara pembayar pajak dan yang menikmati hasil pajak tersebut. Kedua, pengalihan PBB-P2 kepada daerah diharapkan dapat meningkatkan pendapatan asli daerah (PAD) dan memperbaiki struktur APBD.

Ketiga, pengalihan PBB-P2 kepada daerah dapat meningkatkan pelayanan kepada masyarakat, dan memperbaiki aspek transparansi dan akuntabilitas dalam pengelolaannya. Keempat, berdasarkan praktik di banyak negara, PBB-P2 termasuk dalam jenis local tax.

Lantas, bagaimanakah kebijakan pemungutan PBB-P2 saat ini? Merujuk pada Pasal 1 angka 37 UU PDRD, PBB-P2 didefinisikan sebagai pajak atas bumi dan/atau bangunan yang dimiliki, dikuasai, dan/atau dimanfaatkan oleh orang pribadi atau badan, kecuali kawasan yang digunakan untuk kegiatan usaha perkebunan, perhutanan, dan pertambangan.

Baca Juga:
9 Jenis Pajak Daerah yang Dipungut Pemkot Tarakan beserta Tarifnya

Bumi diartikan sebagai permukaan bumi yang meliputi tanah dan perairan pedalaman serta laut wilayah kabupaten/kota. Sementara bangunan ialah konstruksi teknik yang ditanam atau dilekatkan secara tetap pada tanah dan/atau perairan pedalaman dan/atau laut.

Berdasarkan Pasal 77 ayat (1) UU PDRD, objek PBB-P2 ialah bumi dan/atau bangunan yang dimiliki, dikuasai, dan/atau dimanfaatkan oleh orang pribadi atau badan, kecuali kawasan yang digunakan untuk kegiatan usaha perkebunan, perhutanan, dan pertambangan.

Lebih lanjut, dalam Pasal 77 ayat (2) UU PDRD telah disebutkan beberapa hal yang termasuk dalam pengertian bangunan, antara lain: jalan lingkungan yang terletak dalam satu kompleks bangunan seperti hotel, pabrik, dan emplasemennya, yang merupakan suatu kesatuan dengan kompleks Bangunan tersebut; jalan tol; kolam renang; pagar mewah; tempat olahraga; galangan kapal, dermaga; taman mewah; tempat penampungan/kilang minyak, air dan gas, pipa minyak; menara.

Baca Juga:
Rumah dengan NJOP hingga Rp120 Juta di Kota Ini Dibebaskan dari PBB

Namun demikian, tidak semua bumi dan/bangunan dikategorikan sebagai objek PBB-P2 dan dapat dikenakan pajak. Terdapat enam objek pajak yang tidak dikenakan PBB-P2 sebagai berikut.

  1. Objek pajak yang digunakan oleh pemerintah dan daerah untuk penyelenggaraan pemerintahan.
  2. Objek pajak yang digunakan semata-mata untuk melayani kepentingan umum di bidang ibadah, sosial, kesehatan, pendidikan dan kebudayaan nasional, yang tidak dimaksudkan untuk memperoleh keuntungan.
  3. Objek pajak yang digunkaan untuk kuburan, peninggalan purbakala, atau yang sejenis dengan itu.
  4. Objek pajak yang merupakan hutan lindung, hutan suaka alam, hutan wisata, taman nasional, tanah penggembalaan yang dikuasai oleh desa, dan tanah negara yang belum dibebani suatu hak.
  5. Objek pajak yang digunakan oleh perwakilan diplomatik dan konsulat berdasarkan asas perlakuan timbal balik.
  6. Objek pajak yang digunakan oleh badan atau perwakilan lembaga internasional yang ditetapkan dengan peraturan menteri keuangan.

Selanjutnya, orang pribadi atau badan yang secara nyata mempunyai suatu hak atas bumi dan/atau memperoleh manfaat atas bumi, dan/atau memiliki, menguasai, dan/atau memperoleh manfaat atas bangunan ditetapkan menjadi subjek pajak.

Sementara wajib pajaknya ialah orang pribadi atau badan yang secara nyata mempunyai suatu hak atas bumi dan/atau memperoleh manfaat atas bumi, dan/atau memiliki, menguasai, dan/atau memperoleh manfaat atas bangunan.

Baca Juga:
Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) sebagai Batas Pengenaan PPh 21

Pemungutan PBB-P2 dilakukan berdasarkan nilai jual objek pajak (NJOP). Perhitungan NJOP diperoleh dari transaksi jual beli yang terjadi secara wajar. Apabila tidak terdapat transaksi jual beli, NJOP tersebut ditentukan melalui perbandingan harga dengan objek lain yang sejenis atau nilai perolehan baru atau NJOP pengganti.

Mengacu Pasal 79 ayat (2) UU PDRD, besaran NJOP tersebut akan ditetapkan setiap tiga tahun oleh Pemda, kecuali untuk objek pajak tertentu yang dapat ditetapkan setiap tahun sesuai dengan perkembangan wilayahnya.

Adapun pemerintah juga telah menetapkan batas nilai jual objek pajak tidak kena pajak (NJOPTKP) paling rendah senilai Rp10.000.000 untuk setiap wajib pajak. Masing-masing daerah dapat menetapkan lebih lanjut NJOPTKP di wilayahnya sehingga tidak heran jika besaran setiap daerah berbeda. Misalnya, Pemda Kota Bandung menetapkan NJOPTKP senilai Rp25.000.000. Berbeda dengan Kota Surabaya yang NJOPTK- nya hanya Rp15.000.000.

Baca Juga:
Keberatan soal Ketetapan PBB Ditolak, Pemohon Tak Dikenai Sanksi Denda

Adapun tarif PBB-P2 ditetapkan paling tinggi sebesar 0,3%. Pemda dapat menetapkan besaran tarif tersebut berdasarkan potensi pajak di wilayahnya. Berikut perbandingan tarif PBB-P2 di lima kabupaten/kota.


Besaran pokok PBB-P2 yang terutang dihitung dengan cara mengalikan tarif dengan dasar pengenaan pajak setelah dikurangi NJOPTKP. Pemungutan PBB-P2 dilakukan dalam jangka waktu satu tahun kalender. Pajak terutangnya ditentukan menurut keadaan objek pajak pada 1 Januari dan di wilayah daerah letak objek pajak tersebut.

Baca Juga:
Pertamina Hulu Rokan Setor Penerimaan Negara hingga Rp115 Triliun

Dalam proses pemungutannya, pendataan PBB-P2 dilakukan dengan menggunakan surat pemberitahuan objek pajak (SPOP). SPOP adalah surat yang digunakan oleh wajib pajak untuk melaporkan data subjek dan objek PBB-P2 sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan daerah.

SPOP tersebut harus diisi dengan jelas, benar, dan lengkap serta ditandatangani dan disampaikan kepada kepala daerah yang wilayah kerjanya meliputi letak objek pajak, selambat-lambatnya 30 hari kerja setelah tanggal diterimanya SPOP oleh subjek pajak.

Berdasarkan SPOP, selanjutnya, kepala daerah menerbitkan surat yang digunakan untuk memberitahukan besarnya PBB-P2 yang terutang kepada wajib pajak atau disebut surat pemberitahuan pajak terutang (SPPT).

Kemudian, apabila SPOP tidak disampaikan wajib pajak sehingga ada teguran tertulis dan terdapat jumlah pajak yang kurang bayar, kepala daerah dapat mengeluarkan surat ketetapan pajak daerah (SKPD).*

Editor :

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

KOMENTAR
0
/1000

Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT
Jumat, 31 Januari 2025 | 14:30 WIB PROVINSI JAWA BARAT

Demi Kejar Pajak, Dinas ESDM Petakan Ulang Sumur Air Tanah di Daerah

Jumat, 31 Januari 2025 | 08:30 WIB KOTA MEDAN

Kini Ada Opsen, Medan Mulai Aktif Tagih Pajak Kendaraan Bermotor

Kamis, 30 Januari 2025 | 18:00 WIB TIPS PAJAK

Cara Ajukan Pembebasan PBB-P2 bagi Pensiunan PNS di DKI Jakarta

Kamis, 30 Januari 2025 | 16:00 WIB PROVINSI JAWA BARAT

Dedi Mulyadi Ingin Pakai 100% Pajak Kendaraan untuk Pembangunan Jalan

BERITA PILIHAN
Jumat, 31 Januari 2025 | 19:30 WIB KONSULTASI PAJAK    

DJP Bisa Tentukan Nilai Harta Berwujud, Ini yang Perlu Diperhatikan

Jumat, 31 Januari 2025 | 19:00 WIB PMK 136/2024

Pajak Minimum Global Bagi WP CbCR Bisa Dinolkan, Begini Kriterianya

Jumat, 31 Januari 2025 | 17:15 WIB DDTC ACADEMY - INTENSIVE COURSE

Wah, Transaksi Intragrup Naik! Perlu Paham Transfer Pricing

Jumat, 31 Januari 2025 | 16:11 WIB CORETAX SYSTEM

Bermunculan Surat Teguran yang Tak Sesuai di Coretax? Jangan Khawatir!

Jumat, 31 Januari 2025 | 15:47 WIB PEREKONOMIAN INDONESIA

Banyak Tantangan, Insentif Fiskal Jadi Andalan untuk Jaga Pertumbuhan

Jumat, 31 Januari 2025 | 15:31 WIB KEBIJAKAN PAJAK

WP Tax Holiday Terdampak Pajak Minimum Global, PPh Badan Turun Lagi?

Jumat, 31 Januari 2025 | 15:11 WIB KEBIJAKAN INVESTASI

Supertax Deduction Kurang Laku, Ternyata Banyak Investor Tak Tahu

Jumat, 31 Januari 2025 | 14:30 WIB PROVINSI JAWA BARAT

Demi Kejar Pajak, Dinas ESDM Petakan Ulang Sumur Air Tanah di Daerah

Jumat, 31 Januari 2025 | 13:45 WIB PAJAK MINIMUM GLOBAL

Ada Pajak Minimum Global, RI Cari Cara Biar Insentif KEK Tetap Menarik

Jumat, 31 Januari 2025 | 13:25 WIB TAX CENTER UNIVERSITAS ADVENT SURYA NUSANTARA

Gratis untuk Umum! Sosialisasi Soal Coretax, PPN 12%, dan SAK EMKM-EP