JAKARTA, DDTCNews – Pemerintah mengakui kemampuan Ditjen Pajak dalam menghimpun pajak masih kurang, terutama pada kelompok terkaya. Penyebabnya tak lain karena skema tarif PPh di Indonesia yang masih sederhana dan belum mencerminkan asas keadilan. Berita tersebut mewarnai media nasional hari ini, Senin (14/8).
Menteri Keuangan Sri Mulyani mengatakan pemerintah tengah merumuskan perbaikan kebijakan pajak. "Hari-hari ini saya sudah minta tim pajak untuk melihat praktik kebijakan pajak di dunia. Apakah ada area PPN atau PPh, baik individu maupun korporasi yang bisa diperbaiki sehingga kita bisa menjalankan fungsi keadilan," katanya.
Sebagaimana diketahui, saat ini skema tarif PPh individu di Indonesia memiliki empat lapisan (layer). Penghasilan hingga Rp50 juta per tahun terkena tarif pajak 5%. Penghasilan di atas Rp50-Rp250 juta terkena tarif 15%, di atas Rp250-Rp500 juta terkena tarif 25%, dan di atas Rp500 juta harus membayar pajak 30%. "Persoalannya, apakah pada lapisan terkaya paling atas, kita mampu mengumpulkan pajak dengan maksimal atau tidak," ujar Sri Mulyani.
Berita lainnya seputar implementasi beleid konfirmasi status wajib pajak yang diharapkan menggenjot basis pajak baru dan optimistis pemerintah dalam postur Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2018. Berikut ringkasan berita selengkapnya:
Direktur Potensi, Kepatuhan, dan Penerimaan Pajak Ditjen Pajak Yon Arsal mengatakan implementasi dari Permendagri No. 112/2016 tentang Konfirmasi Status Wajib Pajak dalam Pemberian Layanan Publik di Lingkungan pemerintah diharapkan dapat menambah basis pajak baru. Apalagi dengan kondisi target penerimaan pajak yang terus naik serta risiki shortfall yang terus membayangi tiap tahun. Namun, penambahan basis pajak tersebut harus dilakukan secara hati-hati agar tidak menganggu aktifitas ekonomi.
Keyakinan pemerintah terhadap prospek ekonomi Indonesia pada saat ini dan tahun depan semakin tinggi. Hal ini tercermin dari RAPBN 2018 yang disetel lebih optimis dibanding tahun ini. Dalam RAPBN 2018, pertumbuhan ekonomi bahkan dipasang di kisaran 5,2%-5,6%. Pada rancangan awal, pemerintah bahkan menargetkan di 5,4%-6,1%. Keyakina tersebut didorong situasi perekonomian global yang mulai membaik, harga komoditas yang merangkak naik, serta perbaikan ekonomi domestik yang ditopang kinerja investasi dan ekspor.
Kanwil Ditjen Pajak (DJP) Jateng I melaporkan realisasi penerimaan pajak hingga Juli ini sebesar Rp31,6 triliun atau sekitar 42% dari target tahun ini. Kepala Kanwil DJP Jateng I Irawan masih terdapat potensi penerimaan yang dapat dimaksimalkan hingga akhir tahun nanti. Pasalnya, tingkat kepatuhan wajib pajak (WP) di wilayahnya baru sekitar 70%. WP yang terdaftar 1,4 juta. WP yang wajib SPT sebanyak 670 ribu, dan saat ini yang memasukkan SPT baru 500 ribuan. Irawan juga mengatakan pemasukan dari industri rokok menjadi andalan, di mana sumbangan dari sektor itu ditargetkan mencapai Rp10 triliun atau setara 30% dari target Kanwil Jateng I.
Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.