Ilustrasi.
JAKARTA, DDTCNews –Kementerian Keuangan (Kemenkeu) akhirnya menerbitkan peraturan menteri keuangan (PMK) yang memerinci mekanisme pemberian fasilitas perpajakan dan kepabeanan di Ibu Kota Nusantara (IKN). PMK dimaksud adalah PMK 28/2024.
Berdasarkan PP PMK 28/2024, fasilitas perpajakan yang diberikan di IKN mencakup fasilitas PPh, PPN dan/atau pajak penjualan atas barang mewah (PPnBM), dan kepabeanan. Selain untuk IKN, ada pula fasilitas perpajakan yang ditawarkan untuk investor di daerah mitra IKN.
Fasilitas PPh yang diberikan di IKN, antara lain tax holiday bagi wajib pajak badan dalam negeri yang menanamkan modal di IKN, fasilitas PPh di financial center IKN, dan tax holiday atas pendirian atau pemindahan headquarter di IKN.
Kemudian, ada pula supertax deduction vokasi, supertax deduction penelitian dan pengembangan (litbang), supertax deduction untuk sumbangan fasilitas sosial dan fasilitas umum di IKN, PPh Pasal 21 ditanggung pemerintah (DTP), PPh final 0% untuk UMKM, dan pengurangan PPh atas pengalihan hak atas tanah dan bangunan.
Selanjutnya, fasilitas PPN/PPnBM yang diberikan di IKN antara lain fasilitas PPN tidak dipungut atas BKP tertentu seperti bangunan baru, kendaraan bermotor listrik yang terdaftar di IKN, hibah barang yang bersifat strategis untuk pembangunan dan pengembangan IKN, serta mesin dan peralatan untuk menghasilkan listrik EBT di IKN.
Fasilitas PPN tidak dipungut juga diberikan atas beberapa jenis jasa kena pajak (JKP) seperti jasa sewa bangunan mulai dari rumah tapak, rumah susun, perkantoran, hingga toko dan gudang; jasa konstruksi untuk pembangunan infrastruktur, rumah tapak, rumah susun, kantor, toko, dan gudang; serta jasa pengolahan atas sampah dan limbah yang dihasilkan di IKN.
Selain insentif pajak di IKN, ada pula peraturan terbaru perihal bukti potong bagi instansi pemerintah, insentif PPh atas penempatan devisa hasil ekspor (DHE), serta kenaikan tarif dan penyederhanaan layer cukai.
Ditjen Pajak (DJP) memperbarui aturan pembuatan bukti potong (bupot) bagi instansi pemerintah melalui PER-5/PJ/2024. Melalui peridrjen itu, DJP memperkenalkan 1 jenis bupot baru, yakni bupot PPh Pasal 21 bulanan form 1721-A3.
Bukti potong PPh Pasal 21 bulanan form 1721-A3 dibuat oleh instansi pemerintah ketika melakukan pemotongan PPh atas penghasilan sehubungan dengan pekerjaan atau jabatan selain pada masa pajak terakhir.
PER-5/PJ/2024 berlaku sejak masa pajak Juni 2024. Artinya, pemotongan PPh Pasal 21 oleh instansi pemerintah atas penghasilan yang diberikan kepada pegawai tetap, PNS, anggota TNI/Polri, pejabat, dan pensiunannya harus dibuatkan bukti potong form 1721-A3 mulai masa pajak tersebut.
Pemerintah menerbitkan PP 22/2024 mengenai perlakuan PPh atas penghasilan dari penempatan devisa hasil ekspor (DHE) sumber daya alam (SDA) pada instrumen moneter/keuangan tertentu.
PP 22/2024 menyatakan kebijakan khusus di bidang PPh perlu diberikan untuk mendukung kebijakan pemasukan dan penempatan DHE yang berasal dari barang ekspor SDA ke dalam sistem keuangan Indonesia.
Beleid itu mengatur pemberian insentif PPh apabila DHE SDA ditempatkan pada instrumen moneter/keuangan tertentu.
Melalui dokumen Kerangka Ekonomi Makro dan Pokok-Pokok Kebijakan Fiskal (KEM-PPKF) 2025, pemerintah turut menuliskan arah kebijakan cukai hasil tembakau.
Dokumen KEM-PPKF 2025 menyatakan langkah intensifikasi tarif CHT dilaksanakan sebagai salah satu kebijakan untuk mendukung penerimaan negara.
Dalam hal ini, pemerintah antara lain berencana kembali menaikkan tarif CHT dengan mekanisme tahun jamak atau multiyears serta menyederhanakan layer tarif CHT.
DJP menyesuaikan fitur pada aplikasi e-bupot instansi pemerintah sesuai dengan berlakunya PER-5/PJ/2024. Pembaruan nantinya mengakomodasi kewajiban bagi instansi pemerintah untuk membuat bukti potong PPh Pasal 21 form 1721-A3.
Bukti potong form 1721-A3 merupakan bukti potong yang dibuat untuk pemotongan PPh Pasal 21 pada masa pajak selain masa pajak terakhir. Setelah dibuat, bukti potong form 1721-A3 harus diberikan ke pegawai paling lambat 1 bulan setelah masa pajak berakhir.
Kementerian Koperasi dan UKM merilis aplikasi pembukuan akuntansi bernama Lamikro. Aplikasi Lamikro tersebut disediakan untuk membantu para pelaku UKM dalam menyusun laporan keuangan.
Dari laporan keuangan, para pelaku UKM dapat mengetahui perjalanan usaha, kepastian untung dan rugi, serta permasalahan usaha.
Lamikro memungkinkan penggunanya membuat laporan keuangan sesuai dengan standar akuntansi keuangan entitas mikro kecil menengah (SAK EMKM) yang dikeluarkan oleh Ikatan Akuntan Indonesia (IAI) dan berlaku mulai 1 Januari 2018.
Menurut Kementerian Koperasi dan UKM, pembuatan laporan keuangan sesuai dengan standar SAK EMKM bisa lebih cepat dan efisien. Selain itu, aktivitas keuangan usaha dapat dipantau dengan baik. (rig)
Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.