JAKARTA, DDTCNews – Pemerintah menetapkan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 6/PMK.10/2017 tentang Penetapan Klasifikasi Barang dan Pembebanan Tarif Bea Masuk Atas Barang Impor yang akan berlaku mulai 1 Maret 2017.
Kementerian Keuangan (Kemenkeu) dalam keterangan tertulisnya mengatakan terbitnya PMK ini dilatarbelakangi adanya amandemen terhadap Harmonized System (HS) 2012 menjadi HS 2017, serta revisi ASEAN Harmonised Tariff Nomenclature (AHTN) 2012 menjadi AHTN 2017.
Oleh karena itu terdapat perubahan pos tarif, dari 10 digit menjadi 8 digit. Ketentuan penggunaan pos tarif 8 digit ini berlaku untuk semua negara ASEAN dan tidak dimungkinkan adanya pembedaan pos tarif nasional.
“Transposisi HS 2012 ke HS 2017 tersebut mengakibatkan penggabungan, pemecahan dan penambahan beberapa pos tarif,” ujar siaran pers Kemenkeu yang diterima DDTCNews, baru-baru ini.
Adapun pemilihan besaran tarif untuk pos-pos tarif yang mengalami penggabungan ini dilakukan dengan memperhatikan nilai impor maupun kesesuaian definisi pos tarif yang bergabung pada HS 2017.
Selain itu, penggabungan pos tarif ini berdasarkan usulan pembina sektor yaitu Kementarian Pertanian, Badan Pengawas Obat dan Makanan, Kementerian Kelautan dan Perikanan, serta Kementerian Perindustrian.
Dalam proses pembahasan Buku Tarif Kepabeanan Indonesia (BTKI) 2017, Menteri Perindustrian mengusulkan kenaikan tarif bea masuk produk hulu dan hilir melalui kenaikan 1089 pos tarif. Hal ini tertera pada Surat Menteri Perindustrian nomor 430/M-IND/6/2016 tanggal 21 Juni 2016 yang kemudian usulan tersebut menjadi 996 pos tarif seperti tercantum pada Surat Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Industri (BPPI) Kementerian Perindustrian nomor 542/BPPI/10/2016.
Akibat usulan harmonisasi tarif bea masuk dari Kementerian Perindustrian, Kementerian Keuangan melakukan analisis dengan memperlihatkan hubungan antara variabel tarif impor dengan beberapa variabel kinerja industri, meliputi output, tenaga kerja, produktivitas, ekspor dan impor.
Dari 996 pos tarif yang diusulkan naik, hanya terdapat 300 pos tarif yang naik di mana kenaikan tarif Most Favourable Nations (MFN) berdampak positif terhadap output atau produktivitas.
Kenaikan 300 pos tarif HS 2012 dan penggabungan pos tarif dalam transposisi HS 2012 menjadi HS 2017 tersebut berdampak terhadap kenaikan rata-rata tarif BTKI 2017 menjadi 10,08% dibandingkan dengan rata-rata tarif BTKI 2012 sebesar 8,81%.
Tarif tersebut adalah tarif bea masuk MFN yang dikenakan untuk seluruh negara secara umum, sedangkan bagi negara yang telah melakukan kerja sama perdagangan barang (FTA/PTA) dengan Indonesia berlaku tarif bea masuk preferensi yang pada umumnya lebih rendah dari tarif MFN. (Amu)
Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.