BERITA PAJAK HARI INI

Pemerintah Kaji Bentuk Insentif Pajak yang Sejalan dengan Pilar 2

Redaksi DDTCNews | Jumat, 04 Oktober 2024 | 09:17 WIB
Pemerintah Kaji Bentuk Insentif Pajak yang Sejalan dengan Pilar 2

JAKARTA, DDTCNews - Pemerintah terus mengevaluasi berbagai skema insentif pajak yang berlaku untuk mengantisipasi penerapan pajak minimum global. Topik tersebut menjadi salah satu ulasan media nasional pada hari ini, Jumat (4/10/2024).

Staf Ahli Menteri Keuangan Bidang Kepatuhan Pajak Yon Arsal mengatakan pemerintah saat ini masih mengkaji berbagai opsi insentif yang sejalan dengan ketentuan Pilar 2 agar dapat diterapkan di Indonesia.

"Kami masih dalam proses evaluasi dan diskusi dengan mitra otoritas pajak kami, juga dengan para pemangku kepentingan," katanya dalam dalam International Tax Conference 2024.

Baca Juga:
Apa Itu Barang Tidak Kena PPN serta PPN Tak Dipungut dan Dibebaskan?

Dalam beberapa dekade terakhir ini, lanjut Yon, dunia sedang dihadapkan pada tantangan berupa persaingan penggunaan tarif pajak yang lebih rendah untuk menarik investasi. Sejak 1980, tarif pajak perusahaan rata-rata global telah turun dari 40,18% menjadi 28,45% pada 2023.

Tarif pajak yang lebih rendah ini memang dapat menarik investasi, tetapi di sisi lain juga mengurangi penerimaan negara yang dibutuhkan untuk pembangunan infrastruktur, pemberian bantuan sosial, dan pelayanan kesehatan, terutama pada negara berkembang.

Dalam menghadapi persoalan tersebut, negara-negara anggota OECD/G-20 Inclusive Framework on BEPS pun bekerja sama untuk memberikan solusi melalui Solusi 2 Pilar.

Baca Juga:
Pemerikaan Pajak oleh DJP terhadap Kontraktor Migas, Apa Saja?

Melalui Pilar 2, negara Inclusive Framework berupaya mengatasi fenomena race to the bottom dengan pajak minimum global sebesar 15% untuk menyamakan kedudukan dan mencegah pengalihan laba ke yurisdiksi dengan tarif pajak rendah.

Pajak minimum global akan berlaku terhadap perusahaan multinasional dengan pendapatan di atas €750 juta per tahun.

Dalam hal tarif efektif yang ditanggung perusahaan multinasional pada suatu yurisdiksi tidak mencapai 15%, yurisdiksi tempat ultimate parent entity (UPE) berlokasi berhak mengenakan top-up tax atas laba yang kurang dipajaki. Top-up tax dikenakan berdasarkan income inclusion rule (IIR).

Baca Juga:
Dokumen yang Dilampirkan saat Pemberitahuan Perpanjangan SPT Tahunan

Namun, yurisdiksi sumber juga berhak untuk terlebih dahulu mengenakan top-up tax dalam hal yurisdiksi tersebut mengadopsi qualified domestic minimum top-up tax (QDMTT).

Apabila yurisdiksi sumber mengenakan top-up tax berdasarkan QDMTT, yurisdiksi UPE kehilangan hak untuk mengenakan top-up tax melalui IIR.

Selain insentif pajak, ada pula ulasan mengenai wacana pembentukan badan penerimaan negara. Lalu, ada juga ulasan mengenai implementasi Pilar 1 Amount A, keuntungan Pilar 1 Amount B, revisi asumsi makro 2025, dan lain sebagainya.

Baca Juga:
Pemda Adakan Pengadaan Lahan, Fiskus Beberkan Aspek Perpajakannya

Berikut ulasan artikel perpajakan selengkapnya.

Peraturan Pelaksana untuk Pilar 2 Digodok

Staf Ahli Menteri Keuangan Bidang Kepatuhan Pajak Yon Arsal menuturkan pemerintah saat ini juga sedang mempersiapkan peraturan yang dibutuhkan untuk melaksanakan Pilar 2.

Rencananya, pemerintahn merampungkan RPMK untuk penerapan subject to tax rule (STTR) pada tahun ini. Tahun depan, ketentuan QDMTT dan IIR juga bakal diterapkan. Adapun untuk penerapan undertaxed profit rule (UTPR), direncanakan pada 2026.

"Kami sekarang sedang membahas tentang rezim insentif pajak untuk Indonesia karena banyak sekali pertanyaan dari para pemangku kepentingan bagaimana dengan insentif pajak ke depannya terkait penerapan Pilar 2?" ujarnya. (DDTCNews)

Baca Juga:
Bingkisan Natal Tidak Kena Pajak Natura Asalkan Penuhi Ketentuan Ini

Badan Penerimaan Negara Disiapkan Bertahap

Wakil Komandan Tim Kampanye Nasional Pemilih Muda (TKN Fanta) Prabowo-Gibran Anggawira mengatakan pemerintahan baru saat ini sedang dalam tahap perencanaan dan kajian terkait dengan pembentukan badan penerimaan negara (BPN) tersebut.

“Kemungkinan besar implementasi penuh BPN tidak akan langsung berjalan pada tahun pertama,” katanya.

Untuk tahap awal, lanjut Anggawira, pemerintahan baru akan menyiapkan regulasi, penataan kelembagaan, serta integrasi antara sistem perpajakan dan kepabeanan untuk memastikan efektivitas operasional BPN nantinya. (Kontan)

Baca Juga:
Kurs Pajak Terbaru: Rupiah Melemah terhadap Mayoritas Mata Uang Mitra

Indonesia Perlu Pertimbangkan Pilar 1 Amount B

Meski tidak bersifat wajib, penerapan Pilar 1 Amount B dipandang dapat memberikan keuntungan bagi Indonesia.

Director Fiscal Research and Advisory DDTC B. Bawono Kristiaji mengatakan penerapan Pilar 1 Amount B dapat membawa keuntungan bagi Indonesia, terutama dalam penyederhanaan ketentuan yang berkaitan dengan transfer pricing.

"Mengenai penerapannya, Indonesia memiliki 2 pilihan yaitu pemerintah membolehkan wajib pajak memilih menerapkan simplified and streamlined approach sehingga elektif, atau menggunakan Amount B secara preskriptif," katanya. (DDTCNews)

Baca Juga:
Negara Tetangga Ini Bakal Bebaskan Hutan Mangrove dari Pajak

Kehadiran BPN Perlu Menjamin Perlindungan Hak Wajib Pajak

BPN perlu dibentuk dengan turut menekankan pada jaminan terhadap perlindungan hak-hak wajib pajak, bukan semata-mata optimalisasi penerimaan negara.

Founder DDTC Darussalam mengatakan selama ini perbincangan publik terkait pembentukan BPN hanya berfokus pada peningkatan tax ratio.

"Yang selalu kita dengar adalah dari sudut pandangan pemerintah dan kita lupa stakeholder yang lain adalah sudut pandang wajib pajak. Bagaimana dengan posisi wajib pajak?," tuturnya. (DDTCNews)

Baca Juga:
Kantor Pajak Telepon 141.370 WP Sepanjang 2023, Kamu Termasuk?

Implementasi Pilar 1 Butuh Komitmen AS dan China

Ditjen Pajak (DJP) mengungkapkan implementasi Amount A Pilar 1: Unified Approach sangatlah ditentukan oleh komitmen dari negara-negara besar, utamanya Amerika Serikat (AS) dan China.

Direktur Perpajakan Internasional DJP Mekar Satria Utama mengatakan Amount A Pilar 1 baru akan berlaku bila multilateral convention (MLC) sudah diratifikasi oleh 30 negara anggota Inclusive Framework yang merepresentasikan 60% dari grup perusahaan multinasional tercakup.

Sebagian besar grup perusahaan multinasional yang tercakup dalam Pilar 1 bermarkas di AS dan China. "Bila negara-negara besar seperti AS dan China tidak meratifikasi MLC, implementasi Amount A Pilar 1 akan tertunda," kata Mekar. (DDTCNews)

Baca Juga:
Kantor Pajak Minta WP Tenang Kalau Didatangi Petugas, Ini Alasannya

Prabowo Bakal Revisi Asumsi Makro 2025

Presiden terpilih Prabowo Subianto membuka peluang untuk mengubah anggaran tahun pertamanya melalui skema APBN-P 2025. Ini dilakukan untuk mengantisipasi fluktuasi harga minyak yang berpotensi meningkat.

Wakil Komandan TKN Fanta Prabowo-Gibran Anggawira menyebut pemerintahan baru kemungkinan akan merevisi asumsi harga minyak dalam APBN 2025 melalui APBN-P dengan proyeksi lebih realistis.

“Ini penting untuk menjaga akurasi perhitungan belanja negara, terutama terkait dengan subsidi energi,” ujarnya. (Kontan)


Editor :

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

KOMENTAR
0
/1000

Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT
Rabu, 25 Desember 2024 | 11:30 WIB PMK 94/2023

Pemerikaan Pajak oleh DJP terhadap Kontraktor Migas, Apa Saja?

Rabu, 25 Desember 2024 | 11:00 WIB INFOGRAFIS PAJAK

Dokumen yang Dilampirkan saat Pemberitahuan Perpanjangan SPT Tahunan

Rabu, 25 Desember 2024 | 10:30 WIB KP2KP SINJAI

Pemda Adakan Pengadaan Lahan, Fiskus Beberkan Aspek Perpajakannya

BERITA PILIHAN
Rabu, 25 Desember 2024 | 11:30 WIB PMK 94/2023

Pemerikaan Pajak oleh DJP terhadap Kontraktor Migas, Apa Saja?

Rabu, 25 Desember 2024 | 11:00 WIB INFOGRAFIS PAJAK

Dokumen yang Dilampirkan saat Pemberitahuan Perpanjangan SPT Tahunan

Rabu, 25 Desember 2024 | 09:37 WIB KURS PAJAK 25 DESEMBER 2024 - 31 DESEMBER 2024

Kurs Pajak Terbaru: Rupiah Melemah terhadap Mayoritas Mata Uang Mitra

Rabu, 25 Desember 2024 | 09:30 WIB THAILAND

Negara Tetangga Ini Bakal Bebaskan Hutan Mangrove dari Pajak

Rabu, 25 Desember 2024 | 09:00 WIB LAYANAN PAJAK

Kantor Pajak Telepon 141.370 WP Sepanjang 2023, Kamu Termasuk?

Rabu, 25 Desember 2024 | 08:30 WIB KPP PRATAMA BADUNG SELATAN

Kantor Pajak Minta WP Tenang Kalau Didatangi Petugas, Ini Alasannya

Rabu, 25 Desember 2024 | 08:00 WIB BERITA PAJAK HARI INI

Tahap Pra-Implementasi Aplikasi Coretax, DJP Imbau WP Soal Ini

Selasa, 24 Desember 2024 | 21:30 WIB CORETAX SYSTEM

Simak! Keterangan Resmi DJP Soal Tahapan Praimplementasi Coretax