KEBIJAKAN CUKAI

Pemda Ternyata Kesulitan Bangun KIHT, Bea Cukai Ungkap Ganjalannya

Dian Kurniati | Sabtu, 18 Februari 2023 | 09:00 WIB
Pemda Ternyata Kesulitan Bangun KIHT, Bea Cukai Ungkap Ganjalannya

Pekerja mengerjakan pelintingan rokok Sigaret Kretek Tangan (SKT) di salah satu pabrik rokok di Kudus, Jawa Tengah, Jumat (4/11/2022). ANTARA FOTO/Yusuf Nugroho/foc.

JAKARTA, DDTCNews - Ditjen Bea dan Cukai (DJBC) terus mendorong pemerintah daerah membangun kawasan industri hasil tembakau (KIHT).

Dirjen Bea dan Cukai Askolani mengatakan banyak pemerintah daerah yang tertarik membangun KIHT di wilayahnya. Namun, kebanyakan daerah mengalami kendala keterbatasan anggaran sehingga mengandalkan dana bagi hasil cukai hasil tembakau (DBH CHT).

"KIHT ini yang menjadi tantangannya adalah mengenai masalah alokasi pagunya, yang memang kadang-kadang butuh 2-3 tahun untuk melaksanakan," katanya, dikutip pada Sabtu (18/2/2023).

Baca Juga:
Libur Natal dan Tahun Baru, Bea Cukai Perketat Pengawasan di Perairan

Askolani mengatakan pembentukan KIHT menjadi bagian dari upaya pemerintah untuk menekan peredaran rokok ilegal. Selain itu, KIHT terpadu juga berperan dalam pembangunan kawasan industri yang berfokus di bidang hasil tembakau.

Soal alokasi DBH CHT, pemerintah telah mengubah besaran persentasenya untuk kesehatan, kesejahteraan masyarakat, dan penegakan hukum. Program kesehatan mendapatkan alokasi DBH CHT sebesar 40%, sedangkan untuk program dukungan penegakan hukum 10%.

Sementara itu, program kesejahteraan masyarakat dialokasikan 50%, yang terdiri atas 20% untuk peningkatan kualitas bahan baku, peningkatan keterampilan kerja, dan pembinaan industri; serta 30% untuk pemberian bantuan. Pada pos inilah pemda biasanya menyisihkan dana untuk membangun KIHT.

Baca Juga:
Fitur MFA Sudah Diterapkan di Portal CEISA sejak 1 Desember 2024

Mengenai alokasi DBH CHT tersebut, Askolani menyebut DJBC bakal berkolaborasi dengan Ditjen Perimbangan Keuangan (DJPK) untuk membuat kebijakan yang lebih mendukung pembentukan KIHT di daerah.

Selain anggaran, dia menjelaskan tantangan lain yang dihadapi pemda dalam pembangunan KIHT misalnya soal izin dan luas kawasan.

Dengan KIHT yang makin banyak terbentuk di daerah, diharapkan para produsen dapat memproduksi rokok secara legal. Secara bersamaan, DJBC bersama dengan aparat penegak hukum juga bakal menggencarkan program pengawasan dan penindakan agar rokok ilegal tidak mengganggu pasar rokok legal.

Baca Juga:
Realisasi Pajak Rokok di Sumsel Tak Capai Target, Ini Penyebabnya

"Kami mencoba melakukan pendekatan yang lebih kuat dengan pemda dan pelaku usaha dengan membuat KIHT, serta aparat penegak hukum untuk melakukan bimbingan," ujarnya.

Pembangunan KIHT telah diatur dalam PMK 21/2020. Pada KIHT tersebut, DJBC akan hadir memberikan pelayanan, pembinaan industri, serta mengawasi produksi dan peredaran hasil tembakaunya karena setiap rokok yang keluar dari kawasan tersebut wajib dilekati pita cukai.

KIHT nantinya bakal menjadi kawasan tempat pemusatan kegiatan industri hasil tembakau yang dilengkapi dengan sarana dan prasarana penunjang produksi. Selain itu, DJBC juga dapat memberikan fasilitas cukai untuk para produsen rokok yang beroperasi di KIHT, misalnya penundaan pelunasan pita cukai.

Adapun sejauh ini, tercatat sudah ada 2 lokasi KIHT yang beroperasi yakni di Soppeng, Sulawesi Selatan dan Kudus, Jawa Tengah. (sap)

Editor :

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

KOMENTAR
0
/1000

Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT
Kamis, 26 Desember 2024 | 09:30 WIB PENGAWASAN BEA CUKAI

Libur Natal dan Tahun Baru, Bea Cukai Perketat Pengawasan di Perairan

Rabu, 25 Desember 2024 | 12:30 WIB KEBIJAKAN KEPABEANAN

Fitur MFA Sudah Diterapkan di Portal CEISA sejak 1 Desember 2024

Selasa, 24 Desember 2024 | 16:30 WIB PROVINSI SUMATERA SELATAN

Realisasi Pajak Rokok di Sumsel Tak Capai Target, Ini Penyebabnya

Sabtu, 21 Desember 2024 | 10:30 WIB KEBIJAKAN KEPABEANAN

Insentif Kepabeanan Tersalur Rp33,9 Triliun, Begini Dampak ke Ekonomi

BERITA PILIHAN
Kamis, 26 Desember 2024 | 14:30 WIB KPP PRATAMA BENGKULU SATU

Mobil Rp200 Juta Disita KPP, Bakal Dilelang Kalau Utang Tak Dilunasi

Kamis, 26 Desember 2024 | 14:00 WIB KILAS BALIK 2024

Februari 2024: Wajib Pajak Bereaksi karena Potongan PPh 21 Lebih Besar

Kamis, 26 Desember 2024 | 13:30 WIB CORETAX SYSTEM

Jelang Coretax Diterapkan, PKP Bakal Perlu Bikin Sertel Baru

Kamis, 26 Desember 2024 | 13:00 WIB PROVINSI JAWA TIMUR

Opsen Berlaku 2025, Pemprov Turunkan Dasar Pengenaan Pajak Kendaraan

Kamis, 26 Desember 2024 | 12:30 WIB ADMINISTRASI PAJAK

PKP Risiko Rendah Diterbitkan SKPKB, Kena Sanksi Kenaikan atau Bunga?

Kamis, 26 Desember 2024 | 11:00 WIB INFOGRAFIS PAJAK DAERAH

9 Jenis Pajak Daerah Terbaru yang Ditetapkan Pemkot Sibolga

Kamis, 26 Desember 2024 | 10:30 WIB KILAS BALIK 2024

Januari 2024: Ketentuan Tarif Efektif PPh Pasal 21 Mulai Berlaku

Kamis, 26 Desember 2024 | 10:00 WIB KEBIJAKAN PEMERINTAH

Kredit Investasi Padat Karya Diluncurkan, Plafonnya Capai Rp10 Miliar

Kamis, 26 Desember 2024 | 09:30 WIB PENGAWASAN BEA CUKAI

Libur Natal dan Tahun Baru, Bea Cukai Perketat Pengawasan di Perairan

Kamis, 26 Desember 2024 | 09:00 WIB CORETAX SYSTEM

Fitur Coretax yang Tersedia selama Praimplementasi Terbatas, Apa Saja?