Kepala Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) Pemerintah Kota Tidore Kepulauan Abdul Rasyid Fabanyo. (Foto: Youtube Kemenko Perekonomian)
TERNATE, DDTCNews - Pemerintah daerah khawatir dengan ketentuan pajak daerah dan retribusi daerah (PDRD) dalam UU No. 11/2020 tentang Cipta Kerja dan rancangan peraturan pemerintah (RPP) turunannya karena dianggap berdampak pada optimalisasi pendapatan asli daerah (PAD).
Kepala Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) Pemerintah Kota Tidore Kepulauan Abdul Rasyid Fabanyo mengatakan RPP tentang PDRD turunan UU Cipta Kerja membatasi kewenangan daerah dalam menetapkan kebijakan pajak untuk menyokong PAD.
"Pemerintah pusat harus bijak, tidak semua harus diatur pemerintah pusat," ujar Rasyid dalam Serap Aspirasi UU Cipta Kerja Sektor Pajak dan Retribusi Daerah yang diselenggarakan di Ternate, Kamis (10/12/2020).
Menurut Rasyid, serangkaian sanksi penundaan dana alokasi umum (DAU) dan dana bagi hasil (DBH) yang tertuang dalam RPP PDRD turunan UU Cipta Kerja memiliki potensi mengganggu penyaluran gaji pegawai pemda.
Senada, Kepala Biro Perekonomian Setda Provinsi Maluku Utara Hasby Pora mengatakan peran pemerintah pusat dalam pemerintahan daerah seharusnya sebatas mengontrol, mengatur, membina, dan mengawasi pemda.
"Pemerintah pusat itu ibarat wasit kalau keserempet keluar pemerintah masukkan ke dalam lagi. Sekarang semua diatur pusat, otonomi daerah sudah kehilangan makna menurut saya," ujar Hasby pada agenda yang sama.
Menanggapi aspirasi ini, Direktur Kapasitas dan Pelaksanaan Transfer Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan (DJPK) Bhimantara Widyajala mengatakan pemerintah pusat tidak memiliki niatan menggerus otonomi daerah melalui UU Cipta Kerja.
Hanya saja, otonomi daerah bagaimanapun tetap harus sejalan dengan pemerintah pusat mengingat Indonesia sebagai negara kesatuan tidak mengenal kedaulatan daerah, yang ada adalah kedaulatan nasional.
Bhimantara juga mengatakan pemerintah pusat dan pemda memiliki misi yang sama, yakni meningkatkan PAD agar daerah bisa semakin mandiri dalam menyokong fiskal daerah masing-masing dengan tidak tergantung pada pemerintah pusat.
"Tidak ada maksud pemerintah pusat untuk memberikan pressure ke pemda sepanjang pemda dapat mengikuti. Semua sudah berdasarkan pertimbangan matang dan berdasarkan kepedulian dan gotong royong dari pemerintah pusat," ujar Bhimantara.
Untuk diketahui, terdapat beberapa ketentuan baru yang tertuang dalam RPP PDRD. Pada rancangan beleid tersebut, pemerintah pusat dapat melakukan penyesuaian tarif PDRD melalui secara nasional untuk mendukung proyek strategis nasional (PSN).
Selanjutnya, pemerintah pusat melalui Kementerian Keuangan dan Kementerian Dalam Negeri akan mengevaluasi rancangan peraturan daerah dan mengawasi pelaksanaan perda PDRD eksisting agar sejalan dengan kepentingan umum, peraturan yang lebih tinggi, dan kebijakan fiskal nasional.
Pemda yang tidak mematuhi hasil evaluasi dan rekomendasi hasil pengawasan pelaksanaan PDRD dari pemerintah pusat bisa dikenai sanksi penundaan hingga pemotongan Dana Alokasi Khusus dan Dana Bagi Hasil. (Bsi)
Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.
Salah satu dari sekian banyak kekurangan UU cipta kerja ialah tergerusnya kewenangan daerah karena kewenangan pemerintah pusat yang lebih dominan. Bagaimanapun, Indonesia adalah negara dengan banyak sekali daerah. Dan kewenangannya tentu harus dihargai dan didukung. Jika terpusat pada pemerintah pusat, kita seperti ditarik kembali ke masalalu. Dan jika itu benar-benar terjadi, pemerintah berarti tidak berkaca dan belajar dari masalalu.