UU CIPTA KERJA

Pemda Khawatir dengan RPP UU Cipta Kerja

Muhamad Wildan | Kamis, 10 Desember 2020 | 16:15 WIB
Pemda Khawatir dengan RPP UU Cipta Kerja

Kepala Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) Pemerintah Kota Tidore Kepulauan Abdul Rasyid Fabanyo. (Foto: Youtube Kemenko Perekonomian)

TERNATE, DDTCNews - Pemerintah daerah khawatir dengan ketentuan pajak daerah dan retribusi daerah (PDRD) dalam UU No. 11/2020 tentang Cipta Kerja dan rancangan peraturan pemerintah (RPP) turunannya karena dianggap berdampak pada optimalisasi pendapatan asli daerah (PAD).

Kepala Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) Pemerintah Kota Tidore Kepulauan Abdul Rasyid Fabanyo mengatakan RPP tentang PDRD turunan UU Cipta Kerja membatasi kewenangan daerah dalam menetapkan kebijakan pajak untuk menyokong PAD.

"Pemerintah pusat harus bijak, tidak semua harus diatur pemerintah pusat," ujar Rasyid dalam Serap Aspirasi UU Cipta Kerja Sektor Pajak dan Retribusi Daerah yang diselenggarakan di Ternate, Kamis (10/12/2020).

Baca Juga:
Apa Bedanya UMP, UMK, UMSP, dan UMSK dalam Penetapan Upah Minimum?

Menurut Rasyid, serangkaian sanksi penundaan dana alokasi umum (DAU) dan dana bagi hasil (DBH) yang tertuang dalam RPP PDRD turunan UU Cipta Kerja memiliki potensi mengganggu penyaluran gaji pegawai pemda.

Senada, Kepala Biro Perekonomian Setda Provinsi Maluku Utara Hasby Pora mengatakan peran pemerintah pusat dalam pemerintahan daerah seharusnya sebatas mengontrol, mengatur, membina, dan mengawasi pemda.

"Pemerintah pusat itu ibarat wasit kalau keserempet keluar pemerintah masukkan ke dalam lagi. Sekarang semua diatur pusat, otonomi daerah sudah kehilangan makna menurut saya," ujar Hasby pada agenda yang sama.

Baca Juga:
Pemerintah Siapkan Bantuan bagi Perusahaan yang Tak Mampu Bayar UMP

Menanggapi aspirasi ini, Direktur Kapasitas dan Pelaksanaan Transfer Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan (DJPK) Bhimantara Widyajala mengatakan pemerintah pusat tidak memiliki niatan menggerus otonomi daerah melalui UU Cipta Kerja.

Hanya saja, otonomi daerah bagaimanapun tetap harus sejalan dengan pemerintah pusat mengingat Indonesia sebagai negara kesatuan tidak mengenal kedaulatan daerah, yang ada adalah kedaulatan nasional.

Bhimantara juga mengatakan pemerintah pusat dan pemda memiliki misi yang sama, yakni meningkatkan PAD agar daerah bisa semakin mandiri dalam menyokong fiskal daerah masing-masing dengan tidak tergantung pada pemerintah pusat.

Baca Juga:
Pemerintah Tetapkan Formula UMP 2025, Semua Provinsi Harus Naik 6,5%

"Tidak ada maksud pemerintah pusat untuk memberikan pressure ke pemda sepanjang pemda dapat mengikuti. Semua sudah berdasarkan pertimbangan matang dan berdasarkan kepedulian dan gotong royong dari pemerintah pusat," ujar Bhimantara.

Untuk diketahui, terdapat beberapa ketentuan baru yang tertuang dalam RPP PDRD. Pada rancangan beleid tersebut, pemerintah pusat dapat melakukan penyesuaian tarif PDRD melalui secara nasional untuk mendukung proyek strategis nasional (PSN).

Selanjutnya, pemerintah pusat melalui Kementerian Keuangan dan Kementerian Dalam Negeri akan mengevaluasi rancangan peraturan daerah dan mengawasi pelaksanaan perda PDRD eksisting agar sejalan dengan kepentingan umum, peraturan yang lebih tinggi, dan kebijakan fiskal nasional.

Pemda yang tidak mematuhi hasil evaluasi dan rekomendasi hasil pengawasan pelaksanaan PDRD dari pemerintah pusat bisa dikenai sanksi penundaan hingga pemotongan Dana Alokasi Khusus dan Dana Bagi Hasil. (Bsi)

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

KOMENTAR
0
/1000

Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

10 Desember 2020 | 22:34 WIB

Salah satu dari sekian banyak kekurangan UU cipta kerja ialah tergerusnya kewenangan daerah karena kewenangan pemerintah pusat yang lebih dominan. Bagaimanapun, Indonesia adalah negara dengan banyak sekali daerah. Dan kewenangannya tentu harus dihargai dan didukung. Jika terpusat pada pemerintah pusat, kita seperti ditarik kembali ke masalalu. Dan jika itu benar-benar terjadi, pemerintah berarti tidak berkaca dan belajar dari masalalu.

ARTIKEL TERKAIT
Jumat, 13 Desember 2024 | 14:00 WIB KEBIJAKAN KETENAGAKERJAAN

Apa Bedanya UMP, UMK, UMSP, dan UMSK dalam Penetapan Upah Minimum?

Senin, 09 Desember 2024 | 09:45 WIB KEBIJAKAN PEMERINTAH

Pemerintah Siapkan Bantuan bagi Perusahaan yang Tak Mampu Bayar UMP

Rabu, 04 Desember 2024 | 19:30 WIB UPAH MINIMUM PROVINSI

Pemerintah Tetapkan Formula UMP 2025, Semua Provinsi Harus Naik 6,5%

Jumat, 29 November 2024 | 18:35 WIB UPAH MINIMUM PROVINSI

Tok! Prabowo Umumkan Upah Minimum Bakal Naik 6,5 Persen di 2025

BERITA PILIHAN
Kamis, 26 Desember 2024 | 14:30 WIB KPP PRATAMA BENGKULU SATU

Mobil Rp200 Juta Disita KPP, Bakal Dilelang Kalau Utang Tak Dilunasi

Kamis, 26 Desember 2024 | 14:00 WIB KILAS BALIK 2024

Februari 2024: Wajib Pajak Bereaksi karena Potongan PPh 21 Lebih Besar

Kamis, 26 Desember 2024 | 13:30 WIB CORETAX SYSTEM

Jelang Coretax Diterapkan, PKP Bakal Perlu Bikin Sertel Baru

Kamis, 26 Desember 2024 | 13:00 WIB PROVINSI JAWA TIMUR

Opsen Berlaku 2025, Pemprov Turunkan Dasar Pengenaan Pajak Kendaraan

Kamis, 26 Desember 2024 | 12:30 WIB ADMINISTRASI PAJAK

PKP Risiko Rendah Diterbitkan SKPKB, Kena Sanksi Kenaikan atau Bunga?

Kamis, 26 Desember 2024 | 11:00 WIB INFOGRAFIS PAJAK DAERAH

9 Jenis Pajak Daerah Terbaru yang Ditetapkan Pemkot Sibolga

Kamis, 26 Desember 2024 | 10:30 WIB KILAS BALIK 2024

Januari 2024: Ketentuan Tarif Efektif PPh Pasal 21 Mulai Berlaku

Kamis, 26 Desember 2024 | 10:00 WIB KEBIJAKAN PEMERINTAH

Kredit Investasi Padat Karya Diluncurkan, Plafonnya Capai Rp10 Miliar

Kamis, 26 Desember 2024 | 09:30 WIB PENGAWASAN BEA CUKAI

Libur Natal dan Tahun Baru, Bea Cukai Perketat Pengawasan di Perairan

Kamis, 26 Desember 2024 | 09:00 WIB CORETAX SYSTEM

Fitur Coretax yang Tersedia selama Praimplementasi Terbatas, Apa Saja?