EKONOMI DIGITAL

Pembahasan Konsensus Pajak Ekonomi Digital Masih Alot, Ini Kata DJP

Redaksi DDTCNews | Minggu, 12 April 2020 | 12:50 WIB
Pembahasan Konsensus Pajak Ekonomi Digital Masih Alot, Ini Kata DJP

Rapat TFDE melalui Zoom pada Rabu (8/4/2020). (foto: dokumentasi Direktur Perpajakan Internasional DJP)

JAKARTA, DDTCNews – Pembahasan mengenai pemajakan terhadap ekonomi digital yang berada di bawah koordinasi Organisation for Economic Co-operation and Development (OECD) masih alot.

Direktur Perpajakan Internasional Ditjen Pajak (DJP) John Hutagaol menyebut silang pendapat antara negara maju dan negara berkembang masih terasa dalam rapat Task Force on the Digital Economy (TFDE). Hal tersebut membuat proses perumusan konsensus masih berlangsung dinamis hingga saat ini.

“Pada pembahasan setiap isu masih tampak perbedaan kepentingan antara negara-negara maju dengan negara-negara emerging maupun negara-negara berkembang,” katanya, Jumat (10/4/2020).

Baca Juga:
Jelang Coretax Diterapkan, PKP Bakal Perlu Bikin Sertel Baru

John menuturkan perbedaan kepentingan terjadi hampir pada setiap isu. Salah satunya tekait batasan omzet konsolidasi global yang dapat dikenakan pajak digital. Penentuan ambang batas masih menjadi pembahasan alot karena memuat kepentingan negara domisili dan negara pasar dari layanan digital.

Selain itu, perbedaan kepentingan juga terlihat dalam penggunaan penggunaan segmentasi laporan keuangan, kompensasi kerugian, dan laba residu. Pada kondisi tersebut, posisi DJP sebagai perwakilan Indonesia kembali kepada semangat pemajakan entitas digital yang harus sederhana sehingga tidak menimbulkan kerumitan dalam penerapannya.

“Kami ingatkan bahwa unified approach harus sederhana dalam penerapannya sehingga tidak menimbulkan kompleksitas baik bagi otoritas pajak maupun pelaku usaha digital," paparnya.

Baca Juga:
Kontribusi ke Negara, DJP: Langganan Platform Digital Kena PPN 12%

Menurut John segementasi kepentingan negara dalam perumusan konsensus global terbagi dalam tiga kubu. Pertama, negara domisili, tempat perusahan seperti Google dan Amazon berasal. Kubu ini identik dengan kepentingan Amerika Serikat.

Kedua, negara pasar, tempat perusahan digital beroperasi dan mendapatkan keuntungan. Kelompok negara ini antara lain Indonesia, India, dan lainnya. Ketiga, negara yang menjadi tempat Intellectual Property (IP) perusahaan ekonomi digital terdaftar.

“Perlu suatu model fairness dalam pembagian hak pemajakan (nexus) antara negara domisili dengan negara-negara pasar dan negara-negara tempat IP terdaftar. Hal ini untuk memberikan kepastian hukum, terutama bila timbul sengketa pajak,” imbuhnya.

Baca Juga:
Kantor Pajak Telepon 141.370 WP Sepanjang 2023, Kamu Termasuk?

Di Indonesia sendiri, pemerintah telah mengeluarkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perpu) No.1/2020 yang didalamnya juga memuat pemajakan atas transaksi perdagangan melalui sistem elektronik (PMSE).

Selain pajak pertambahan nilai (PPN) dan pajak penghasilan (PPh), pemerintah memperkenalkan pajak transaksi elektronik (PTE). PTE dikenakan kepada pedagang luar negeri, penyedia jasa luar negeri, dan/atau penyelenggara PMSE luar negeri yang tidak dapat ditetapkan sebagai bentuk usaha tetap (BUT). (kaw)

Editor :

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

KOMENTAR
0
/1000

Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT
Kamis, 26 Desember 2024 | 13:30 WIB CORETAX SYSTEM

Jelang Coretax Diterapkan, PKP Bakal Perlu Bikin Sertel Baru

Rabu, 25 Desember 2024 | 13:00 WIB KEBIJAKAN PAJAK

Kontribusi ke Negara, DJP: Langganan Platform Digital Kena PPN 12%

Rabu, 25 Desember 2024 | 09:00 WIB LAYANAN PAJAK

Kantor Pajak Telepon 141.370 WP Sepanjang 2023, Kamu Termasuk?

Rabu, 25 Desember 2024 | 08:00 WIB BERITA PAJAK HARI INI

Tahap Pra-Implementasi Aplikasi Coretax, DJP Imbau WP Soal Ini

BERITA PILIHAN
Kamis, 26 Desember 2024 | 14:30 WIB KPP PRATAMA BENGKULU SATU

Mobil Rp200 Juta Disita KPP, Bakal Dilelang Kalau Utang Tak Dilunasi

Kamis, 26 Desember 2024 | 14:00 WIB KILAS BALIK 2024

Februari 2024: Wajib Pajak Bereaksi karena Potongan PPh 21 Lebih Besar

Kamis, 26 Desember 2024 | 13:30 WIB CORETAX SYSTEM

Jelang Coretax Diterapkan, PKP Bakal Perlu Bikin Sertel Baru

Kamis, 26 Desember 2024 | 13:00 WIB PROVINSI JAWA TIMUR

Opsen Berlaku 2025, Pemprov Turunkan Dasar Pengenaan Pajak Kendaraan

Kamis, 26 Desember 2024 | 12:30 WIB ADMINISTRASI PAJAK

PKP Risiko Rendah Diterbitkan SKPKB, Kena Sanksi Kenaikan atau Bunga?

Kamis, 26 Desember 2024 | 11:00 WIB INFOGRAFIS PAJAK DAERAH

9 Jenis Pajak Daerah Terbaru yang Ditetapkan Pemkot Sibolga

Kamis, 26 Desember 2024 | 10:30 WIB KILAS BALIK 2024

Januari 2024: Ketentuan Tarif Efektif PPh Pasal 21 Mulai Berlaku

Kamis, 26 Desember 2024 | 10:00 WIB KEBIJAKAN PEMERINTAH

Kredit Investasi Padat Karya Diluncurkan, Plafonnya Capai Rp10 Miliar

Kamis, 26 Desember 2024 | 09:30 WIB PENGAWASAN BEA CUKAI

Libur Natal dan Tahun Baru, Bea Cukai Perketat Pengawasan di Perairan

Kamis, 26 Desember 2024 | 09:00 WIB CORETAX SYSTEM

Fitur Coretax yang Tersedia selama Praimplementasi Terbatas, Apa Saja?