BERITA PAJAK HARI INI

Pemanfaatan Insentif Pajak Masih Rendah, Ini Kata Kemenkeu

Redaksi DDTCNews | Senin, 05 Oktober 2020 | 08:01 WIB
Pemanfaatan Insentif Pajak Masih Rendah, Ini Kata Kemenkeu

Ilustrasi. (Kemenkeu)

JAKARTA, DDTCNews – Pelemahan ekonomi berpengaruh pada rendahnya pemanfaatan insentif pajak yang telah disediakan oleh pemerintah. Topik tersebut menjadi salah satu bahasan media nasional pada hari ini, Senin (5/10/2020).

Wakil Menteri Keuangan Suahasil Nazara mengatakan realisasi pemanfaatan insentif pajak dalam program pemulihan ekonomi nasional (PEN) hingga 28 September 2020 senilai Rp27,61 triliun. Realisasi tersebut setara dengan 22,9% dari pagu Rp120,61 triliun.

“Karena kita tahu kondisi kegiatan ekonomi sedang menurun maka pengurangan ini tidak seperti pengurangan yang kami bayangkan ketika perekonomian seperti tahun 2019,” katanya.

Baca Juga:
Hal-Hal yang Diteliti DJP terkait Pengajuan Pengembalian Pendahuluan

Realisasi insentif pajak penghasilan (PPh) Pasal 21 ditanggung pemerintah (DTP) baru 1,98 triliun atau 4,9% dari pagu Rp39,66 triliun. Realisasi pembebasan PPh Pasal 22 impor Rp6,85 triliun atau 46,4% dari pagu Rp14,75 triliun. Pemanfaatan pengurangan 30% angsuran PPh Pasal 25 senilai Rp9,53 triliun atau 66,18% dari pagu Rp14,4 triliun.

Realisasi pemberian restitusi pajak pertambahan nilai (PPN) dipercepat senilai Rp2,44 triliun atau 42,06% dari pagu 5,8 triliun. Kemudian, penurunan tarif PPh badan dari 25% menjadi 22% tercatat senilai Rp6,82 triliun atau 34,1% dari pagu Rp20,0 triliun.

Selain realisasi insentif pajak, ada pula bahasan mengenai kembali diberhentikannya layanan administrasi dan tatap muka serta pelaksanaan persidangan di Pengadilan Pajak pada pekan ini. Penghentian dilakukan karena ada kasus baru positif Covid-19 di lingkungan Pengadilan Pajak dan perpanjangan masa pembatasan sosial berskala besar (PSBB) DKI Jakarta.

Baca Juga:
DJP Terbitkan Panduan Coretax terkait PIC, Impersonate dan Role Akses

Berikut ulasan berita selengkapnya.

  • Tergantung Kondisi Ekonomi

Staf Ahli Menteri Keuangan Bidang Kepatuhan Perpajakan Yon Arsal mengungkapkan rendahnya penyerapan insentif pajak dikarenakan total pagu dihitung berdasarkan data tahun lalu. Pada tahun ini, kondisi perekonomian makin melemah sehingga pemanfaatan insentif tidak optimal.

“Tinggi rendahnya penyerapan tentunya sangat tergantung pada kondisi ekonomi,” ujar Yon. (Kontan)

Baca Juga:
Senator Minta Penumpang Pesawat Kelas Ekonomi Tak Dipungut Travel Tax
  • Tidak Menambah Potensi Penerimaan

Staf Ahli Menteri Keuangan Bidang Kepatuhan Perpajakan Yon Arsal Yon mengatakan rendahnya penyerapan insentif perpajakan tidak secara otomatis menambah potensi peneriman pajak pada akhir tahun. Pasalnya, penerapan pagu insentif pajak 2020 berdasarkan kondisi wajib pajak tahun lalu.

“Misalnya dalam hal impor, ternyata realisasi wajib pajak yang bersangkutan impornya tumbuh negatif 30%, sehingga insentif yang tidak terpakai jadinya sebesar 30% dan menjadi realisasi tambahan shortfall,” ungkap Yon. (Kontan)

  • Terus Dorong Pemanfaatan Insentif Pajak

Wakil Menteri Keuangan Suahasil Nazara mengatakan pemerintah masih akan mendorong para pelaku usaha memanfaatkan berbagai insentif pajak tersebut karena berlaku hingga 31 Desember 2020. Apalagi, insentif pajak yang diberikan pemerintah telah menjangkau semua sektor usaha yang terdampak pandemi virus Corona.

Baca Juga:
WP Tax Holiday Terdampak Pajak Minimum Global, PPh Badan Turun Lagi?

"Pagu untuk insentif usaha sudah tersedia dan kami terus menyemangati seluruh dunia usaha untuk memakai ini," ujarnya. (DDTCNews)

  • Penghentian Layanan Tata Muka dan Persidangan

Melalui Surat Edaran Ketua Pengadilan Pajak No. SE-022/PP/2020, Pengadilan menghentikan layanan administrasi dan tatap muka serta pelaksanaan persidangan. Penghentian dilakukan pada 5—9 Oktober 2020.

Selama layanan administrasi secara tatap muka (melalui helpdesk/disampaikan secara langsung) berhenti sementara, pengajuan banding/gugatan serta penyampaian dokumen persidangan dan surat-surat lainnya dapat dilakukan melalui pos.

Baca Juga:
Supertax Deduction Kurang Laku, Ternyata Banyak Investor Tak Tahu

Para pengguna layanan informasi dapat menggunakan sarana email ([email protected]), layanan kontak pada laman Sekretariat Pengadilan Pajak (www.setpp.kemenkeu.go.id), dan Whatsapp pada nomor 081211007510. (DDTCNews)

  • Penerapan PPh Final

Partner DDTC Fiscal Research B. Bawono Kristiaji mengatakan penerapan PPh final memang lebih menekankan aspek kesederhanaan pemungutan pajak. Di sisi lain, penerapan PPh final, seperti pada sektor konstruksi, memunculkan policy gap sehingga penerimaan pajaknya tidak selaras dengan kontribusi terhadap PDB.

Bawono mengatakan diperlukan juga terobosan pada skema pengenaan PPh untuk sektor pertanian. Namun demikian, kebijakan yang diambil perlu mempertimbangkan beberapa karakteristik sektor tersebut. Pasalnya, sektor ini sulit untuk dipajaki karena informasi atas aktivitasnya tidak terdokumentasi dan diketahui oleh pemerintah. (Bisnis Indonesia)

Baca Juga:
Ada Pajak Minimum Global, RI Cari Cara Biar Insentif KEK Tetap Menarik
  • Insentif Bahan Baku Vaksin

Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat DJP Hestu Yoga Saksama mengatakan bahan baku vaksin bisa memanfaatkan insentif pajak sesuai dengan ketentuan PMK 143/2020. Kebijakan ini sebagai langkah antisipasi ketika vaksin virus Corona sudah ditemukan.

Dengan adanya insentif itu, produksi massal bisa dilakukan dengan bahan baku yang bebas pajak meskipun masih harus diimpor dari luar negeri. Dengan demikian, otoritas pajak mengharapkan biaya produksi dapat ditekan karena beban pajak ditanggung pemerintah.

“Betul [agar harga vaksin menjadi lebih terjangkau] karena PPh Pasal 22 dan PPN Impor untuk bahan baku vaksin kami relaksasi," katanya. Simak artikel ‘Simak, Ini Keterangan Resmi DJP Soal Insentif Pajak PMK 143/2020’. (DDTCNews)

Baca Juga:
Gratis untuk Umum! Sosialisasi Soal Coretax, PPN 12%, dan SAK EMKM-EP
  • Penambahan Barang Kena Cukai Baru

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati berharap rencana ekstensifikasi barang kena cukai (BKC) dapat terealisasi pada 2021. Sri Mulyani mengatakan ekstensifikasi BKC tersebut akan mampu mengurangi konsumsi barang yang tidak baik bagi masyarakat, sekaligus menambah penerimaan negara.

"Kami berharap nanti akan bisa berdiskusi dengan DPR lagi mengenai barang-barang yang seharusnya kena cukai, yang membahayakan masyarakat, seperti minuman berpemanis dan lain-lain," katanya. (DDTCNews) (kaw)

Editor :

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

KOMENTAR
0
/1000

Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT
Sabtu, 01 Februari 2025 | 12:45 WIB BERITA PAJAK SEPEKAN

Tenang! Surat Teguran ‘Gaib’ karena Coretax Eror Bisa Dibatalkan DJP

Sabtu, 01 Februari 2025 | 12:30 WIB INFOGRAFIS PAJAK

Hal-Hal yang Diteliti DJP terkait Pengajuan Pengembalian Pendahuluan

Sabtu, 01 Februari 2025 | 12:00 WIB CORETAX SYSTEM

DJP Terbitkan Panduan Coretax terkait PIC, Impersonate dan Role Akses

BERITA PILIHAN
Minggu, 02 Februari 2025 | 10:30 WIB PMK 116/2024

Organisasi dan Tata Kerja Setkomwasjak, Unduh Peraturannya di Sini

Minggu, 02 Februari 2025 | 10:30 WIB ADMINISTRASI PAJAK

NPWP OP Baru Terdaftar di 2025, Lapor SPT-nya Nanti 2026 Pakai Coretax

Minggu, 02 Februari 2025 | 09:35 WIB KOTA BATAM

Begini Strategi Pemkot Optimalkan Pajak Reklame pada Tahun Ini

Minggu, 02 Februari 2025 | 09:00 WIB CORETAX SYSTEM

Siapa Saja Sih, yang Bisa Ditunjuk Jadi PIC di Coretax? Ini Jawabnya

Minggu, 02 Februari 2025 | 08:30 WIB AMERIKA SERIKAT

AS Resmi Mulai Kenakan Bea Masuk Atas Barang Kanada, Meksiko, China

Minggu, 02 Februari 2025 | 08:00 WIB KEBIJAKAN PEMERINTAH

Diskon Tiket Pesawat Ada Lagi Saat Lebaran, Upaya Kendalikan Inflasi

Sabtu, 01 Februari 2025 | 17:30 WIB ADMINISTRASI PAJAK

NPWP Sementara 9990000000999000, Dipakai Jika NIK Tak Valid di e-Bupot

Sabtu, 01 Februari 2025 | 17:15 WIB KEBIJAKAN ENERGI

Pemerintah Naikkan Biaya SLO Listrik, Kecuali Pelanggan 450 dan 900 VA

Sabtu, 01 Februari 2025 | 14:30 WIB PILKADA 2024

Prabowo Ingin Kepala Daerah Hasil Pilkada 2024 segera Dilantik