KEBIJAKAN FISKAL

Pemanfaatan Insentif Fiskal untuk Energi Terbarukan Belum Optimal

Dian Kurniati | Rabu, 07 Juni 2023 | 16:30 WIB
Pemanfaatan Insentif Fiskal untuk Energi Terbarukan Belum Optimal

Foto udara kincir angin Pembangkit Listrik Tenaga Bayu (PLTB) Tolo di Kabupaten Jeneponto, Sulawesi Selatan, Sabtu (27/5/2023). ANTARA FOTO/Arnas Padda/nym.

JAKARTA, DDTCNews - Pusat Studi Energi Universitas Gadjah Mada (UGM) menilai pemanfaatan insentif fiskal untuk pengembangan energi baru dan terbarukan (EBT) belum optimal.

Kepala Pusat Studi Energi UGM Deendarlianto mengatakan Indonesia memiliki peluang besar untuk memanfaatkan energi baru dan terbarukan yang masih tergolong mahal. Sayangnya, belum banyak pelaku usaha sektor energi yang memanfaatkan berbagai skema insentif fiskal, termasuk perpajakan, untuk mengembangkannya.

"Beberapa tantangan dari sisi ekonomi adalah insentif fiskal belum dimanfaatkan secara optimal. Yang pertama mengenai perpajakan," katanya dalam sebuah webinar, dikutip pada Rabu (7/6/2023).

Baca Juga:
Veteran dan Pensiunan Dapat Insentif, Setoran PBB Tetap Capai Target

Deendarlianto mengatakan insentif perpajakan belum banyak dimanfaatkan oleh para pengembang. Padahal, insentif perpajakan tersebut dapat mengurangi beban pelaku usaha ketika berinvestasi di sektor energi baru dan terbarukan.

Pada bidang energi terbarukan, pemerintah sejauh ini telah menyiapkan berbagai insentif melalui skema tax holiday, tax allowance, pembebasan bea masuk impor, pengurangan pajak pertambahan nilai (PPN), serta pajak penghasilan (PPh) yang ditanggung pemerintah. Bahkan pada kegiatan geothermal, pemerintah juga dapat memberikan pengurangan pajak bumi dan bangunan (PBB) untuk pengembangan panas bumi dan energi baru terbarukan.

Selain soal pemanfaatan insentif fiskal, tantangan pengembangan pembangkit energi terbarukan lainnya misalnya proses penyerahan aset dari kementerian kepada pemda yang berlarut-larut, serta terbatasnya transfer dana ke daerah melalui dana alokasi khusus (DAK).

Baca Juga:
Diperpanjang hingga 2030, Lahan Pertanian di Negara Ini Bebas Pajak

Deendarlianto menyebut pemerintah perlu memberikan perhatian yang lebih serius untuk pengembangan energi terbarukan. Kontribusi produk domestik regional bruto (PDRB) yang besar pada wilayah Indonesia barat mendorong Pusat Studi Energi UGM membuat kajian mengenai pentingnya pembuatan strategi pengembangan energi baru dan terbarukan yang berbeda antara wilayah barat dan timur.

Pada kawasan barat Indonesia, pemanfaatan energi baru dan terbarukan harus didorong dari sisi demand lebih dulu untuk menghasilkan supply. Adapun untuk Indonesia timur, supply energi baru dan terbarukan harus mendahulukan agar terbentuk demand.

"Ini yang membedakan antara Indonesia barat dan timur," ujarnya. (sap)


Editor :

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

KOMENTAR
0
/1000

Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT
Senin, 23 Desember 2024 | 17:30 WIB KABUPATEN SIDOARJO

Veteran dan Pensiunan Dapat Insentif, Setoran PBB Tetap Capai Target

Sabtu, 21 Desember 2024 | 13:30 WIB KEBIJAKAN PAJAK

DJP Klaim Insentif Pajak 2025 Sudah Akomodir Rumah Tangga dan UMKM

BERITA PILIHAN
Rabu, 25 Desember 2024 | 15:00 WIB KEBIJAKAN PEMERINTAH

Pemerintah akan Salurkan KUR Rp300 Triliun Tahun Depan

Rabu, 25 Desember 2024 | 13:30 WIB PSAK 201

Item-Item dalam Laporan Posisi Keuangan Berdasarkan PSAK 201

Rabu, 25 Desember 2024 | 13:00 WIB KEBIJAKAN PAJAK

Kontribusi ke Negara, DJP: Langganan Platform Digital Kena PPN 12%

Rabu, 25 Desember 2024 | 12:30 WIB KEBIJAKAN KEPABEANAN

Fitur MFA Sudah Diterapkan di Portal CEISA sejak 1 Desember 2024

Rabu, 25 Desember 2024 | 11:30 WIB PMK 94/2023

Pemerikaan Pajak oleh DJP terhadap Kontraktor Migas, Apa Saja?

Rabu, 25 Desember 2024 | 11:00 WIB INFOGRAFIS PAJAK

Dokumen yang Dilampirkan saat Pemberitahuan Perpanjangan SPT Tahunan

Rabu, 25 Desember 2024 | 09:37 WIB KURS PAJAK 25 DESEMBER 2024 - 31 DESEMBER 2024

Kurs Pajak Terbaru: Rupiah Melemah terhadap Mayoritas Mata Uang Mitra