UU CIPTA KERJA

Pasca-Putusan MK, Penetapan Upah Minimum Tetap Mengacu UU Ciptaker

Dian Kurniati | Jumat, 03 Desember 2021 | 14:30 WIB
Pasca-Putusan MK, Penetapan Upah Minimum Tetap Mengacu UU Ciptaker

Menaker Ida Fauziyah. (Foto: Humas Kemnaker)

JAKARTA, DDTCNews - Pemerintah masih menggunakan UU 11/2020 tentang Cipta Kerja sebagai landasan ketentuan pengupahan, kendati Mahkamah Konstitusi (MK) menilainya bersifat inkonstitusional secara bersyarat.

Menteri Ketanagakerjaan Ida Fauziyah mengatakan seluruh materi dan substansi serta aturan dalam UU Cipta Kerja sepenuhnya tetap berlaku karena tidak ada pasal yang dibatalkan MK. Oleh karena itu, formulasi penetapan upah minimum 2022 yang telah diumumkan akan tetap berlaku.

"Berbagai peraturan pelaksana UU Cipta Kerja yang telah ada saat ini, termasuk pengaturan, tentang pengupahan masih tetap berlaku," katanya dikutip Jumat (3/12/2021).

Baca Juga:
PPN 12 Persen, Pemerintah Ingin Rakyat Lebih Luas Ikut Bayar Pajak

Ida mengatakan peraturan pelaksanaan klaster ketenagakerjaan dalam UU Cipta Kerja telah selesai dan diterbitkan sebelum putusan MK. Alhasil, proses pengambilan kebijakan ketenagakerjaan saat ini harus tunduk pada aturan tersebut, tidak terkecuali mengenai pengupahan.

Ida pun meminta semua pihak, khususnya kepala daerah, untuk mengikuti ketentuan pengupahan sebagaimana diatur dalam PP 36/2021. Menurutnya, PP tersebut tidak hanya mengatur tentang upah minimum, tetapi juga struktur dan skala upah yang harus diimplementasikan oleh pengusaha.

Dia menilai upah minimum merupakan instrumen jaring pengaman bagi pekerja karena tidak boleh dibayarkan di bawah nilai yang ditetapkan. Upah minimum itu juga hanya berlaku bagi pekerja dengan masa kerja maksimal 12 bulan.

Baca Juga:
Tahap Pra-Implementasi Aplikasi Coretax, DJP Imbau WP Soal Ini

Dalam pelaksanaannya, upah minimum tingkat provinsi (UMP) ditetapkan oleh gubernur setiap tahunnya. Gubernur juga dapat menetapkan upah minimum kabupaten/kota (UMK) dengan catatan rata-rata pertumbuhan ekonomi kabupaten/kota dalam 3 tahun terakhir lebih tinggi dari rata-rata pertumbuhan ekonomi provinsi, atau nilai pertumbuhan ekonomi dikurangi inflasi kabupaten/kota yang bersangkutan selama 3 tahun terakhir selalu positif dan lebih tinggi dari provinsi.

Selanjutnya, dalam penetapan UMK, gubernur dapat meminta pertimbangan Dewan Pengupahan Provinsi. UMK tersebut ditetapkan setelah UMP ditetapkan dan harus lebih tinggi dari UMP. Jika syarat tidak terpenuhi, Ida menegaskan gubernur tidak dapat menetapkan UMK.

"Formula UMP dan UMK pada PP 36/2021 ditujukan agar kesenjangan upah minimum antar wilayah, baik antar provinsi maupun antar kabupaten/kota tidak semakin melebar," ujarnya.

Baca Juga:
Banyak Sengketa Pilkada, Uji Materiil UU KUP-Pengadilan Pajak Tertunda

Ida menambahkan mediator hubungan industrial dan pengawas ketenagakerjaan juga berkomitmen untuk mengawal pelaksanaan upah minimum 2022 dan penerapan struktur skala upah di perusahaan. Mediator akan membantu serta memfasilitasi penyusunan struktur skala upah, sedangkan pengawas harus siap melakukan monitoring dan penegakan hukum khususnya di bidang pengupahan.

Sebelumnya, pemerintah menyatakan kenaikan rata-rata upah minimum provinsi 2022 secara nasional akan sebesar 1,09%. Saat ini, para kepala daerah juga telah menetapkan UMP dan UMK 2022.

Provinsi dengan UMP tertinggi yakni DKI Jakarta senilai Rp4,45 juta, diikuti Papua Rp3,56 juta, Sulawesi Utara Rp3,31 juta, Kepulauan Bangka Belitung Rp3,26 juta, serta Papua Barat Rp3,2 juta.

Sementara itu, provinsi dengan UMP terendah yakni Jawa Tengah senilai Rp1,81 juta, DI Yogyakarta Rp1,84 juta, Jawa Barat Rp1,84 juta, Jawa Timur Rp1,89 juta, dan Nusa Tenggara Timur Rp1,97 juta. (sap)

Editor :

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

KOMENTAR
0
/1000

Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT
Kamis, 26 Desember 2024 | 08:45 WIB BERITA PAJAK HARI INI

PPN 12 Persen, Pemerintah Ingin Rakyat Lebih Luas Ikut Bayar Pajak

Rabu, 25 Desember 2024 | 08:00 WIB BERITA PAJAK HARI INI

Tahap Pra-Implementasi Aplikasi Coretax, DJP Imbau WP Soal Ini

Selasa, 24 Desember 2024 | 11:30 WIB MAHKAMAH KONSTITUSI

Banyak Sengketa Pilkada, Uji Materiil UU KUP-Pengadilan Pajak Tertunda

BERITA PILIHAN
Kamis, 26 Desember 2024 | 13:30 WIB CORETAX SYSTEM

Jelang Coretax Diterapkan, PKP Bakal Perlu Bikin Sertel Baru

Kamis, 26 Desember 2024 | 13:00 WIB PROVINSI JAWA TIMUR

Opsen Berlaku 2025, Pemprov Turunkan Dasar Pengenaan Pajak Kendaraan

Kamis, 26 Desember 2024 | 12:30 WIB ADMINISTRASI PAJAK

PKP Risiko Rendah Diterbitkan SKPKB, Kena Sanksi Kenaikan atau Bunga?

Kamis, 26 Desember 2024 | 11:00 WIB INFOGRAFIS PAJAK DAERAH

9 Jenis Pajak Daerah Terbaru yang Ditetapkan Pemkot Sibolga

Kamis, 26 Desember 2024 | 10:30 WIB KILAS BALIK 2024

Januari 2024: Ketentuan Tarif Efektif PPh Pasal 21 Mulai Berlaku

Kamis, 26 Desember 2024 | 10:00 WIB KEBIJAKAN PEMERINTAH

Kredit Investasi Padat Karya Diluncurkan, Plafonnya Capai Rp10 Miliar

Kamis, 26 Desember 2024 | 09:30 WIB PENGAWASAN BEA CUKAI

Libur Natal dan Tahun Baru, Bea Cukai Perketat Pengawasan di Perairan

Kamis, 26 Desember 2024 | 09:00 WIB CORETAX SYSTEM

Fitur Coretax yang Tersedia selama Praimplementasi Terbatas, Apa Saja?

Kamis, 26 Desember 2024 | 08:45 WIB BERITA PAJAK HARI INI

PPN 12 Persen, Pemerintah Ingin Rakyat Lebih Luas Ikut Bayar Pajak

Kamis, 26 Desember 2024 | 08:30 WIB KOTA BATAM

Ada Pemutihan, Pemkot Berhasil Cairkan Piutang Pajak Rp30 Miliar