KEBIJAKAN PEMERINTAH

Partisipasi Publik Saat Perumusan Aturan Pajak Makin Krusial, Mengapa?

Redaksi DDTCNews | Rabu, 06 Juli 2022 | 14:35 WIB
Partisipasi Publik Saat Perumusan Aturan Pajak Makin Krusial, Mengapa?

Ilustrasi.

JAKARTA, DDTCNews – Partisipasi publik menjadi salah satu aspek yang makin krusial dalam perumusan aturan, terutama terkait dengan pajak. Terlebih, reformasi pajak yang biasa diikuti dengan perubahan aturan pada tataran global dan domestik masih sangat dinamis.

Partner DDTC Fiscal Research & Advisory B. Bawono Kristiaji setuju dengan pernyataan Wamenkeu Suahasil Nazara tentang perlunya partisipasi publik lebih luas dan transparan dalam penyusunan aturan. Simak ‘Belajar dari UU Ciptaker, Publik Perlu Terlibat Saat Penyusunan Aturan’.

“Partisipasi publik dalam proses perumusan undang-undang beserta turunannya kian jadi keharusan. Terlebih, dalam bidang pajak, kekuasaan mengenakan pajak sejatinya harus dibatasi undang-undang sebagai hasil interaksi dari berbagai pemangku kepentingan, khususnya yang diwakili legislatif,” ujar Bawono, Rabu (6/7/2022).

Baca Juga:
WP Gagal Daftar LPSE karena KSWP Tidak Valid, Gara-Gara Tak Lapor SPT

Seluruh pemangku kepentingan, sambung Bawono, juga perlu mencermati tren global. Saat ini, ada kecenderungan peningkatan tax bargaining. Artinya, akan muncul suatu tarik-menarik kepentingan dan suara publik (wajib pajak) harus didengar.

Partisipasi publik tidak hanya diperlukan untuk menjamin akseptabilitas, tetapi juga menakar dampak perubahan perilaku wajib pajak. Dalam konteks reformasi pajak yang masih dinamis, partisipasi publik dapat memastikan suatu aturan solid secara gagasan dan feasible untuk diimplementasikan.

“Singkatnya, suatu produk hukum sebaiknya tidak hanya diuji pada saat implementasinya, tetapi justru sejak awal proses perumusan,” imbuh Bawono.

Baca Juga:
Pakai Faktur Pajak Fiktif, Dirut Perusahaan Akhirnya Ditahan Kejari

Meskipun berperan makin krusial dalam perumusan aturan, partisipasi publik tetap membutuhkan rambu-rambu yang jelas agar prosesnya tidak berlarut-larut atau mencegah munculnya bargaining tidak sehat.

Dalam hal ini, perlu adanya prinsip transparansi, proses yang terlembagakan, keterlibatan stakeholders yang relevan, durasi waktu yang memungkinkan pengumpulan masukan berkualitas dari publik, serta akuntabilitas.

Dari sisi materi yang disampaikan oleh publik, menurut Bawono, sebiasa mungkin berbasis pada konsep dan aspek akademis. Selain itu, pengalaman empiris serta keselarasan dengan international best practices juga diperlukan.

Baca Juga:
Cara Daftarkan Objek Pajak Alat Berat di DKI Jakarta secara Online

Seperti diberitakan sebelumnya, Wamenkeu Suahasil Nazara menilai partisipasi publik terhadap penyusunan aturan perlu diperkuat. Penguatan itu diperlukan setelah berkaca dari pengalaman revisi Undang-Undang (UU) Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan (PPP) melalui penerbitan UU 13/2022.

UU 13/2022 lahir atas arahan dan putusan Mahkamah Konstitusi (MK) ketika melakukan uji materi terhadap 11/2020 tentang UU Cipta Kerja. Setelah dilakukan perubahan UU PPP, selanjutnya, pemerintah dan DPR juga akan melakukan revisi UU Cipta Kerja.

Terkait dengan UU Cipta Kerja, Bawono menilai ketentuan dalam klaster kemudahan berusaha bidang perpajakan sudah relatif baik dan bisa diterima publik. Hal ini dikarenakan mayoritas ketentuan menunjukkan keberpihakan kepada wajib pajak, terutama menyangkut kepastian hukum dan daya dorong ekonomi.

Baca Juga:
Bikin Orang Enggan Beli Rumah, Australia Bakal Hapus BPHTB

Kendati demikian, momentum revisi UU Cipta Kerja tetap dapat dimanfaatkan pemerintah untuk kembali menelaah sejumlah pasal yang masih menimbulkan pertanyaan di lapangan.

Beberapa aspek yang bisa ditelaah kembali seperti pengaturan PPh atas imbal hasil produk asuransi tertentu, pembatasan pengkreditan pajak masukan PPN dari PKP belum berproduksi, hingga keselarasan penghapusan pajak dividen luar negeri dengan ketentuan Controlled Foreign Companies (CFC).

“Momentum ini bisa digunakan untuk mendengarkan pandangan dari stakeholders terkait,” kata Bawono. (kaw)


Editor :

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

KOMENTAR
0
/1000

Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT
Selasa, 22 Oktober 2024 | 17:30 WIB KPP PRATAMA JAMBI TELANAIPURA

WP Gagal Daftar LPSE karena KSWP Tidak Valid, Gara-Gara Tak Lapor SPT

Selasa, 22 Oktober 2024 | 16:30 WIB KANWIL DJP JAWA TIMUR II

Pakai Faktur Pajak Fiktif, Dirut Perusahaan Akhirnya Ditahan Kejari

Selasa, 22 Oktober 2024 | 16:00 WIB TIPS PAJAK DAERAH

Cara Daftarkan Objek Pajak Alat Berat di DKI Jakarta secara Online

Selasa, 22 Oktober 2024 | 15:30 WIB AUSTRALIA

Bikin Orang Enggan Beli Rumah, Australia Bakal Hapus BPHTB

BERITA PILIHAN
Selasa, 22 Oktober 2024 | 17:30 WIB KPP PRATAMA JAMBI TELANAIPURA

WP Gagal Daftar LPSE karena KSWP Tidak Valid, Gara-Gara Tak Lapor SPT

Selasa, 22 Oktober 2024 | 17:06 WIB LEMBAGA LEGISLATIF

DPR Tetapkan Daftar Mitra Kerja untuk Komisi XII dan Komisi XIII

Selasa, 22 Oktober 2024 | 16:41 WIB IHPS I/2024

BPK Selamatkan Keuangan Negara Rp13,66 Triliun pada Semester I/2024

Selasa, 22 Oktober 2024 | 16:30 WIB KANWIL DJP JAWA TIMUR II

Pakai Faktur Pajak Fiktif, Dirut Perusahaan Akhirnya Ditahan Kejari

Selasa, 22 Oktober 2024 | 16:00 WIB TIPS PAJAK DAERAH

Cara Daftarkan Objek Pajak Alat Berat di DKI Jakarta secara Online

Selasa, 22 Oktober 2024 | 15:30 WIB AUSTRALIA

Bikin Orang Enggan Beli Rumah, Australia Bakal Hapus BPHTB

Selasa, 22 Oktober 2024 | 14:00 WIB KP2KP SIDRAP

Ubah Kata Sandi Akun Coretax, Fiskus: Tak Perlu Cantumkan EFIN

Selasa, 22 Oktober 2024 | 13:45 WIB KABINET MERAH PUTIH

Tak Lagi Dikoordinasikan oleh Menko Ekonomi, Kemenkeu Beri Penjelasan

Selasa, 22 Oktober 2024 | 13:30 WIB KEBIJAKAN PAJAK

Kenaikan Tarif PPN Perlu Diikuti dengan Transparansi Belanja