Ilustrasi.
DENPASAR, DDTCNews - Pelaku usaha spa mengaku keberatan dengan kebijakan pengenaan pajak barang dan jasa tertentu (PBJT) dengan tarif sebesar 40% atas spa.
Ketua Indonesia Hotels and General Manager Association (IHGMA) Bali Yoga Iswara pun meminta penerapan PBJT dengan tarif 40% atas spa ditunda.
"Tiba-tiba diundangkan dan dari kabupaten pengimplementasiannya mulai dilakukan, seperti di Badung," ujar Yoga, dikutip Senin (8/1/2024).
Yoga menceritakan pajak daerah yang dikenakan atas spa sebelumnya hanya sebesar 15%. Bahkan, ada beberapa pemda di Bali yang mengenakan pajak sebesar 12,5% atas spa.
Oleh karena itu, lonjakan tarif pajak dari 12,5%-15% menjadi 40% dipandang akan memberatkan industri pariwisata. "Yang menjadi objek 40% ini adalah semua spa baik yang melekat di hotel maupun yang independen, yang memiliki izin usaha spa," ujar Yoga seperti dilansir balipost.com.
Dalam UU 1/2022 tentang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah (HKPD), spa dikategorikan sebagai jasa hiburan. Menurut Yoga, spa seharusnya dikategorikan sebagai wellness.
Menanggapi keluhan tersebut, Kepala Dinas Pariwisata Bali Tjok Bagus Pemayun mengatakan pihaknya akan mengirimkan surat keberatan kepada Kementerian Pariwisata. Menurut Pemayun, spa seharusnya dikategorikan sebagai layanan kebugaran, wellness, atau terapi kesehatan, bukan hiburan.
"Kenapa Spa dimasukkan sebagai hiburan? Spa sebenarnya melindungi keunikan balinese spa. Kami khawatir terapis akan diambil oleh orang luar nanti. Kami ingin agar orang-orang tetap ingin mencari pengalaman spa di Bali," kata Pemayun seperti dilansir balipost.com. (sap)
Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.