ZAMBIA

Pajak Royalti Tambang Diprotes

Redaksi DDTCNews | Senin, 30 Mei 2016 | 11:39 WIB
Pajak Royalti Tambang Diprotes

LUSAKA, DDTCNews — Kebijakan pajak royalti pertambangan berdasarkan rentang harga baru yang sebelumnya menuai protes, lantaran Pemerintah dianggap terlalu mementingkan upaya peningkatan penerimaan dibandingkan mendiskusikannya dengan stakeholder, kini mulai mendapatkan dukungan.

Ketua Asosiasi Pertambangan Zambia, Nathan Chisimba buka suara soal pernyataan organisasi sosial masyarakat sipil setempat yang menentang dan mengganggap kebijakan tersebut tidak akan mampu meningkatkan penerimaan di tengah lonjakan harga komoditas saat ini.

“Tidak ada seorang pun yang bisa memisahkan penerimaan pajak pertambangan dengan investasi pertambangan, karena investasi pertambangan adalah sumber utama penghasil penerimaan pajak,” tutur Chisimba, (20/5).

Baca Juga:
Ganti Rezim PPN dengan Sales Tax, Ini Janji Pemerintah

Chisimba menambahkan pajak royalti mineral dikenakan atas produksi, bukan ditujukan meningkatkan penerimaan negara di saat harga komoditas melonjak, dimana saat itu negara akan diuntungkan karena mengenakan tarif pajak sebesar 30% atas laba perusahaan.

“Harus seimbang antara satu dengan yang lain, kelanjutan industri berkembang di masa depan tetap harus dipikirkan,” tambah Chisimba. Sejumlah pihak berusaha menegosiasikan struktur rentang harga yang dijadikan dasar penentuan tarif pajak, dengan maksud mengurangi beban pajak di tengah kelesuan ekonomi.

Zambia membagi pajak royalti tambang menjadi beberapa kategori, tarif yang diberlakukan berkisar 4% sampai dengan 6% tergantung harga hasil tambang.Tarif pajak royalti sebesar 4% jika harga hasil tambang kurang dari US$4.500 per metric ton, 5% di antara US$4.500 dan US$6.000, dan 6% jika lebih dari US$6.000.

Pemerintah Zambia, seperti dilansir tax-news.com, menyatakan kebijakan ini diperlukan untuk terus mendorong kegiatan perusahaan pertambangan yang sudah ada, dan mencegah berhentinya aktivitas perusahaan, termasuk penghentian kerja. (Bsi)

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

KOMENTAR
0
/1000

Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT
Selasa, 02 Oktober 2018 | 17:37 WIB ZAMBIA

Rencana Penggantian PPN dengan Pajak Penjualan Menuai Kritik

Rabu, 15 Agustus 2018 | 12:10 WIB ZAMBIA

Negara Ini Pajaki Internet Voice Call

BERITA PILIHAN
Kamis, 26 Desember 2024 | 14:30 WIB KPP PRATAMA BENGKULU SATU

Mobil Rp200 Juta Disita KPP, Bakal Dilelang Kalau Utang Tak Dilunasi

Kamis, 26 Desember 2024 | 14:00 WIB KILAS BALIK 2024

Februari 2024: Wajib Pajak Bereaksi karena Potongan PPh 21 Lebih Besar

Kamis, 26 Desember 2024 | 13:30 WIB CORETAX SYSTEM

Jelang Coretax Diterapkan, PKP Bakal Perlu Bikin Sertel Baru

Kamis, 26 Desember 2024 | 13:00 WIB PROVINSI JAWA TIMUR

Opsen Berlaku 2025, Pemprov Turunkan Dasar Pengenaan Pajak Kendaraan

Kamis, 26 Desember 2024 | 12:30 WIB ADMINISTRASI PAJAK

PKP Risiko Rendah Diterbitkan SKPKB, Kena Sanksi Kenaikan atau Bunga?

Kamis, 26 Desember 2024 | 11:00 WIB INFOGRAFIS PAJAK DAERAH

9 Jenis Pajak Daerah Terbaru yang Ditetapkan Pemkot Sibolga

Kamis, 26 Desember 2024 | 10:30 WIB KILAS BALIK 2024

Januari 2024: Ketentuan Tarif Efektif PPh Pasal 21 Mulai Berlaku

Kamis, 26 Desember 2024 | 10:00 WIB KEBIJAKAN PEMERINTAH

Kredit Investasi Padat Karya Diluncurkan, Plafonnya Capai Rp10 Miliar

Kamis, 26 Desember 2024 | 09:30 WIB PENGAWASAN BEA CUKAI

Libur Natal dan Tahun Baru, Bea Cukai Perketat Pengawasan di Perairan

Kamis, 26 Desember 2024 | 09:00 WIB CORETAX SYSTEM

Fitur Coretax yang Tersedia selama Praimplementasi Terbatas, Apa Saja?