TURKI

Orang Berpenghasilan Tinggi Kena Kenaikan Pajak

Redaksi DDTCNews | Jumat, 22 November 2019 | 15:00 WIB
Orang Berpenghasilan Tinggi Kena Kenaikan Pajak

Ilustrasi.

ANKARA, DDTCNews – Parlemen Turki meratifikasi undang-undang yang akan menjadi regulasi baru dalam sistem pajak di negara tersebut.

Menurut Partai Keadilan dan Pembangunan (Justice and Development (AK) Party) undang-undang baru ini dikeluarkan untuk meningkatan penerimaan pajak dari orang-orang yang berpenghasilan tinggi di Turki.

“Untuk mengumpulkan lebih banyak pajak dari mereka yang berpenghasilan lebih tinggi dan [penerimaan] lebih sedikit dari mereka yang berpenghasilan lebih rendah,” demikian pernyataan partai yang berkuasa tersebut terkait undang-undang yang dikeluarkan pada Kamis (21/11/2019).

Baca Juga:
DHE SDA Wajib Parkir 100% Setahun, Aturan Insentif Pajak Tak Direvisi

Dalam undang-undang tersebut, ada bracket pajak baru sebesar 40% (naik dari sebelumnya 35%) untuk masyarakat yang memiliki penghasilan lebih dari 500.000 lira (sekitar Rp1,2 miliar) per tahun. Produk hukum itu juga meningkatkan batasan pinjaman bersih Departemen Keuangan senilai 70 miliar lira untuk 2019.

Dalam undang-undang tersebut, ada pula usulan pajak baru yaitu pajak rumah yang berharga (valuable house tax) dan pajak akomodasi (accommodation tax). Dengan demikian, akan ada tambahan beban pajak yang harus ditanggung masyarakat berpenghasilan tinggi.

Pemilik rumah bernilai antara 5—7,5 juta lira Turki (sekitar Rp12,3—Rp18,5 miliar) diharuskan membayar pajak 0,3%. Pemilik rumah bernilai 7,5—10 juta lira wajib membayar pajak 0,6%. Adapun pemilik rumah senilai lebih dari 10 juta lira (sekitar Rp24,7 miliar) dikenakan tarif 1%.

Baca Juga:
BI Sebut Penerapan PP 36/2023 Ikut Tingkatkan Cadangan Devisa 2024

Selanjutnya, untuk pajak layanan akomodasi akan menjadi 1% hingga akhir tahun 2020 dan akan naik menjadi 2% setelahnya. Undang-undang ini juga melihat pajak 7,5% untuk iklan dan konten digital. Pajak penjualan valuta asing akan menjadi 0,2% dan bisa naik 10 kali lipat tergantung presiden.

“Undang-undang tersebut akan pertama kali diperdebatkan dalam komite perencanaan dan anggaran parlemen,” demikian informasi yang dilansir aa.com.tr.

Secara terpisah, pada Jumat (22/11/2019), ada undang-undang baru yang memberikan beberapa kewenangan Banking Regulation and Supervision Agency (BDDK) ke bank sentral. Undang-undang baru itu memberikan bank sentral untuk mengawasi sistem pembayaran. (kaw)


Editor :

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

KOMENTAR
0
/1000

Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT
Sabtu, 25 Januari 2025 | 13:30 WIB KEBIJAKAN PERDAGANGAN

DHE SDA Wajib Parkir 100% Setahun, Aturan Insentif Pajak Tak Direvisi

Rabu, 22 Januari 2025 | 18:00 WIB KEBIJAKAN PERDAGANGAN

BI Sebut Penerapan PP 36/2023 Ikut Tingkatkan Cadangan Devisa 2024

Rabu, 22 Januari 2025 | 08:55 WIB KEBIJAKAN PERDAGANGAN

Mulai Maret 2025, DHE SDA Wajib 100% Disimpan 1 Tahun di Dalam Negeri

BERITA PILIHAN
Rabu, 05 Februari 2025 | 12:30 WIB KEBIJAKAN KEPABEANAN

Selain Belanja Online, CN Dipakai untuk Barang Jamaah Haji dan Hadiah

Rabu, 05 Februari 2025 | 12:07 WIB PERTUMBUHAN EKONOMI 2024

Mobilitas Penduduk Meningkat, Konsumsi Rumah Tangga 2024 Tumbuh 4,94%

Rabu, 05 Februari 2025 | 11:25 WIB PEREKONOMIAN INDONESIA

BPS Umumkan Ekonomi Indonesia 2024 Tumbuh 5,03 Persen

Rabu, 05 Februari 2025 | 11:07 WIB PAJAK MINIMUM GLOBAL

Terbaru! Simak Perkembangan Negara yang Terapkan Pajak Minimum Global

Rabu, 05 Februari 2025 | 11:00 WIB INFOGRAFIS PAJAK

3 Skema Pengenaan Pajak Minimum Global berdasarkan PMK 136/2024

Rabu, 05 Februari 2025 | 10:45 WIB KEBIJAKAN PEMERINTAH

Lewat Pengesahan RUU BUMN, BPI Danantara Resmi Dibentuk

Rabu, 05 Februari 2025 | 10:30 WIB PMK 7/2025

Kemenkeu Perbarui Syarat untuk Jadi Pemeriksa Pajak Daerah