Ilustrasi.
JAKARTA, DDTCNews - Ditjen Pajak (DJP) siap mengejar data dan informasi yang dimiliki wajib pajak di 113 negara. Tujuannya, menguji kepatuhan formal dan material wajib pajak.
Langkah tersebut dilakukan mengingat saat ini merupakan periode pelaporan Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan 2021, hingga 31 Maret 2022 untuk wajib pajak orang pribadi dan 30 April untuk wajib pajak badan.
"Saat ini sudah ada 113 negara atau mitra yurisdiksi partisipan yang memberikan data informasi keuangan kepada DJP," kata Penyuluh Pajak Ahli Madya DJP Eko Ariyanto dalam acara TaxLive DJP episode: 40, Kamis (24/3/2022).
Lebih lanjut, Eko mengatakan pertukaran data dan informasi secara global yang dikenal dengan exchange of information (EoI) tersebut merupakan konsekuensi atas perkembangan teknologi dan digitalisasi. Hal ini membuat transaksi keuangan lintasnegara lebih mudah untuk dilakukan.
Kata dia, EoI diperlukan agar Indonesia dinilai sebagai negara yang transparan oleh negara-negara lain. Sebab, selain menerima data dan informasi, Indonesia juga memberikan hal serupa ke negara/yurisdiksi tujuan pelaporan.
"Data-data tersebut dijamin keamanan, kerahasiaan. Serta [masih] memerlukan penelitian lebih lanjut, nanti dicocokan dengan laporan SPT-nya. Kalau tidak lapor tentu memerlukan konfirmasi. Nanti itu dioptimalkan untuk penerimaan pajak," kata Eko.
Eko menjelaskan ada 3 skema dalam EoI yakni secara automatic, by request, dan spontan. Secara automatic artinya DJP mendapatkan data dari yurisdiksi partisipan secara periodik berdasarkan aplikasi common transmission system (CTS). "Jadi kalau ada penduduk Indonesia info keuangan di Australia, Jepang, Swiss ada data-data yang dipertukarkan," ujarnya.
"Kalau mekanisme by request bisa bersumber dari pajak kepemilikan berdasarkan akuntansi, data royalti, manajemen bisa diminta secara resiprokal dan spontan," ujarnya.
Di sisi lain, Eko mengatakan EoI penting diterapkan di Indonesia. Sebab, bila tidak, Indonesia akan dikategorikan sebagai negara yang tidak kooperatif, akibatnya nanti dikenal oleh negara-negara lain menjadi tempat pencucian uang dan dana ilegal, negara tax haven, dan dicurigai sebagai sumber dana terorisme.
"Jadi transparansi data perpajakan antar negara juga penting untuk meningkatkan kepercayaan investor dalam berinvestasi di Indonesia. Seperti belakangan kan ada proyek Mandalika, Ibu Kota Negara (IKN) jadi pertukaran informasi itu penting," ujarnya. (sap)
Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.