PEREKONOMIAN INDONESIA

Moody's Pertahankan Peringkat Utang RI pada Baa2 dengan Outlook Stabil

Dian Kurniati | Jumat, 11 Februari 2022 | 11:00 WIB
Moody's Pertahankan Peringkat Utang RI pada Baa2 dengan Outlook Stabil

Seorang kurir pesanan daring melintas dengan latar belakang gedung bertingkat di kawasan Cideng, Jakarta, Rabu (9/2/2022). ANTARA FOTO/Wahyu Putro A/wsj.

JAKARTA, DDTCNews - Lembaga pemeringkat Moody's kembali mempertahankan Sovereign Credit Rating Indonesia di peringkat Baa2, satu tingkat di atas investment grade, dengan outlook stabil pada 10 Februari 2022.

Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo mengatakan afirmasi rating Indonesia pada peringkat Baa2 dengan outlook stabil menjadi bentuk pengakuan positif Moody's sebagai salah satu lembaga pemeringkat utama dunia. Menurutnya, stabilitas makroekonomi dan sistem keuangan Indonesia tetap terjaga, sedangkan prospek ekonomi jangka menengah tetap kuat di tengah ketidakpastian ekonomi global yang meningkat.

"Hal ini didukung oleh kredibilitas kebijakan yang tinggi dan bauran kebijakan antara Bank Indonesia, pemerintah, dan otoritas lainnya yang efektif," katanya dalam keterangan tertulis, Jumat (11/2/2022).

Baca Juga:
Prabowo Tunjuk Luhut Jadi Ketua Dewan Ekonomi Nasional, Ini Tugasnya

Perry mengatakan BI akan terus mencermati perkembangan ekonomi global dan domestik serta mengambil langkah-langkah kebijakan yang diperlukan untuk memastikan terjaganya stabilitas makroekonomi dan sistem keuangan. Selain itu, BI juga akan melanjutkan sinergi dengan pemerintah untuk mempercepat proses pemulihan ekonomi nasional.

Moody's memandang keputusan mempertahankan peringkat Baa2 dengan outlook stabil sejalan dengan hasil asesmen mengenai ketahanan ekonomi Indonesia serta efektivitas kebijakan moneter dan makroekonomi yang tetap terjaga. Kebijakan reformasi struktural yang ditempuh oleh pemerintah juga diyakini akan mendukung peningkatan investasi dan menopang perbaikan daya saing ekspor.

Di sisi lain, reformasi perpajakan melalui pengesahan UU Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP) dan rencana normalisasi kebijakan fiskal diperkirakan dapat mendukung terjaganya beban utang pemerintah.

Baca Juga:
Hilirisasi Kelapa Perlu Dukungan Insentif Fiskal, Apa Saja?

Moody's memproyeksikan rata-rata pertumbuhan ekonomi Indonesia pada 2 tahun ke depan akan kembali kepada level sebelum pandemi yakni mencapai 5%. Rata-rata tersebut lebih tinggi dibandingkan negara-negara lain yang berada pada peringkat Baa, yaitu 3,7%.

Perkiraan peningkatan pertumbuhan ekonomi tersebut juga didukung berbagai reformasi struktural yang telah ditempuh pemerintah seperti implementasi UU Cipta Kerja dan UU HPP yang diarahkan untuk perbaikan iklim investasi dan peningkatan penerimaan pemerintah.

Dari sisi fiskal, Moody's memperkirakan beban utang pemerintah masih akan meningkat ke level 42,5% terhadap PDB pada 2023. Namun, angka tersebut masih lebih rendah dibandingkan dengan negara-negara lain yang berada pada peringkat Baa sebesar 64% PDB.

Baca Juga:
Hingga 2028 ESDM Siap Tawarkan 60 Blok Migas untuk Investasi

Kemudian, Moody's menyebut strategi normalisasi kebijakan moneter dan fiskal yang ditempuh bank sentral dan pemerintah merupakan dasar terjaganya kredibilitas kebijakan. Dukungan BI dalam pembiayaan defisit fiskal telah membantu terjaganya stabilitas pasar surat berharga pemerintah sekaligus memberikan ruang alokasi anggaran untuk belanja pemerintah yang lebih produktif.

Sebelumnya, Moody's mempertahankan Sovereign Credit Rating Indonesia pada Baa2 dengan outlook Stabil pada 10 Februari 2020. (sap)

Editor :

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

KOMENTAR
0
/1000

Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT
Selasa, 22 Oktober 2024 | 17:06 WIB LEMBAGA LEGISLATIF

DPR Tetapkan Daftar Mitra Kerja untuk Komisi XII dan Komisi XIII

Selasa, 22 Oktober 2024 | 13:45 WIB KABINET MERAH PUTIH

Tak Lagi Dikoordinasikan oleh Menko Ekonomi, Kemenkeu Beri Penjelasan

Selasa, 22 Oktober 2024 | 11:45 WIB PERPRES 139/2024

Kemenkeu Era Prabowo Tak Lagi Masuk di Bawah Koordinasi Menko Ekonomi

Selasa, 22 Oktober 2024 | 11:05 WIB KABINET MERAH PUTIH

Prabowo Kembali Lantik Pejabat Negara, Ada Raffi Ahmad dan Gus Miftah

BERITA PILIHAN
Selasa, 22 Oktober 2024 | 17:30 WIB KPP PRATAMA JAMBI TELANAIPURA

WP Gagal Daftar LPSE karena KSWP Tidak Valid, Gara-Gara Tak Lapor SPT

Selasa, 22 Oktober 2024 | 17:06 WIB LEMBAGA LEGISLATIF

DPR Tetapkan Daftar Mitra Kerja untuk Komisi XII dan Komisi XIII

Selasa, 22 Oktober 2024 | 16:41 WIB IHPS I/2024

BPK Selamatkan Keuangan Negara Rp13,66 Triliun pada Semester I/2024

Selasa, 22 Oktober 2024 | 16:30 WIB KANWIL DJP JAWA TIMUR II

Pakai Faktur Pajak Fiktif, Dirut Perusahaan Akhirnya Ditahan Kejari

Selasa, 22 Oktober 2024 | 16:00 WIB TIPS PAJAK DAERAH

Cara Daftarkan Objek Pajak Alat Berat di DKI Jakarta secara Online

Selasa, 22 Oktober 2024 | 15:30 WIB AUSTRALIA

Bikin Orang Enggan Beli Rumah, Australia Bakal Hapus BPHTB

Selasa, 22 Oktober 2024 | 14:00 WIB KP2KP SIDRAP

Ubah Kata Sandi Akun Coretax, Fiskus: Tak Perlu Cantumkan EFIN

Selasa, 22 Oktober 2024 | 13:45 WIB KABINET MERAH PUTIH

Tak Lagi Dikoordinasikan oleh Menko Ekonomi, Kemenkeu Beri Penjelasan

Selasa, 22 Oktober 2024 | 13:30 WIB KEBIJAKAN PAJAK

Kenaikan Tarif PPN Perlu Diikuti dengan Transparansi Belanja