JAKARTA, DDTCNews—Selisih kurang antara realisasi dan target penerimaan (shortfall) pajak tahun ini diyakini akan mencapai level tertinggi sepanjang sejarah. Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati diimbau untuk memperbaiki kinerjanya.
Anggota Komisi XI DPR dari Partai Golkar Mukhamad Misbakhun mengatakan dengan data realisasi penerimaan pajak per 31 Oktober 2019 yang mencapai 64%, itu berarti setiap bulan selama 10 bulan (Januari-Oktober) capaian penerimaan pajak rata-rata mencapai 6,4% per bulan.
“Dengan skenario penerimaan pajak per bulan 10% pada November-Desember ini, akhir tahun setoran pajak akan mencapai 64%+10%+10% = 84%. Itu berarti, penerimaan pajak mencapai Rp1.325 triliun. Dengan demikian, shortfall-nya tembus rekor Rp252 triliun,” ujarnya, Senin (18/11/2019).
Dalam catatan DDTCNews, Kementerian Keuangan baru Senin pagi (18/11/2019) menyampaikan data penerimaan pajak per 31 Oktober 2019. Penerimaan per 31 Oktober 2019 itu tercatat Rp1.018 triliun atau 64,56% dari target tahun ini Rp1.577 triliun.
“Rp252 triliun itu shortfall tertinggi sepanjang sejarah. Itulah sebabnya pemerintah menambah utang untuk menutup defisit. Karena itu, Menteri Keuangan harus mawas diri dengan tidak tercapainya target pajak tahun ini. Hal ini jelas berdampak besar. Apalagi, rasio pajak juga terus menurun di bawah 9%," kata Misbakhun.
DDTCNews mencatat, shortfall tertinggi dalam sejarah sebelumnya terjadi pada 2016, yaitu Rp245 triliun. Saat itu, penerimaan pajak mencapai Rp1.106 triliun dari target Rp1.355 triliun. Rasio pajak saat itu, berdasarkan data Laporan Keuangan Pemerintah Pusat (audited) dari BPK, hanya 8,91%.
Itulah untuk pertama kalinya rasio pajak menyentuh level di bawah 9%. Pada tahun berikutnya, 2017, rasio pajak mencapai 8,47%, dan tahun berikutnya lagi 2018 mencapai 8,85%. Rasio pajak ini dihitung dari realisasi penerimaan pajak dibandingkan dengan produk domestik bruto (PDB) nominal.
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati pada rapat kerja di Komisi XI DPR, Senin (4/11/2019) mengakui penerimaan pajak sampai September 2019 mengalami perlambatan. Perlambatan terjadi pada hampir seluruh sektor perekonomian, sejalan dengan perlemahan ekonomi global.
“Kami melihat indikator ekonomi Indonesia, penerimaan pajak dari berbagai sektor mengalami perlemahan, dampak dari perlemahan ekonomi global. Misalnya, sektor manufaktur yang mengalami penurunan, sehingga setoran pajaknya menurun,” katanya. (Bsi)
Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.