MASALAH pajak internasional biasanya terletak antara dua kemungkinan, yaitu pemajakan berganda (double taxation) atau ketiadaan pemajakan (double non-taxation) yang timbul akibat praktik penghindaran atau pengelakkan pajak.
Berangkat dari dua kondisi tersebut, muncul ide ‘pemajakan tunggal’ (single tax). Single tax merupakan prinsip ataupun instrumen untuk menjamin pengenaan pajak atas setiap penghasilan dari transaksi bisnis lintas negara sebanyak satu kali, tak kurang dan tak lebih.
Ide menarik ini menjadi topik dalam Simposium Perpajakan Internasional yang diadakan oleh University of Amsterdam dan IBFD pada Oktober 2017. Pemikiran dari para ahli perpajakan yang terlibat dalam diskusi tersebut dituangkan menjadi rangkaian tulisan yang disunting oleh Joanna Wheeler dalam buku berjudul “Single Tax?”.
Dalam buku tersebut, para penulis memaparkan bagaimana wacana mengenai single tax muncul dan sejauh mana pemikiran tersebut sudah berkembang. Adapun ide mengenai single tax sebenarnya sudah digagas sejak 1918 oleh Thomas Adams sebagai bagian dari proyek League of Nations.
Namun, ide tersebut tidak berkembang karena para pembuat kebijakan di masa tersebut berfokus pada pencegahan double taxation demi mendorong perdagangan internasional, sementara double non-taxation tidak dianggap sebagai suatu masalah besar. Oleh karena itu, tak mengherankan jika isi Perjanjian Penghindaran Pemajakan Berganda (P3B) lebih menitikberatkan pada pencegahan double taxation.
Dengan semakin bergesernya fokus pajak internasional dari persoalan double taxation menuju double non-taxation, wacana penerapan single taxkembali menjadi relevan dan layak menjadi salah satu topik perbincangan hangat.
Pro-Kontra Single Tax
DALAM buku yang diterbitkan IBFD pada 2018 tersebut, berbagai sudut pandang pemikiran ahli perpajakan internasional dituliskan secara sistematis. Misalnya, Avi-Yonah meyakini bahwa prinsip single tax merepresentasikan prinsip dan tujuan dari hukum pajak internasional. Sementara itu, Brauner menyebutkan bahwa ide dan penerapan P3B sendiri sebenarnya bertujuan mewujudkan substansi yang sama dengan single tax.
Sebagaimana disampaikan Pistone dan Rigoni, penerapan single tax menjadi bentuk respons negara-negara terhadap isu pemajakan internasional yang terus berkembang seperti praktik Base Erosion and Profit Shifting (BEPS). Dengan begitu, tatanan ‘hukum pajak internasional’ yang mengadopsi prinsip single tax memang dibutuhkan untuk mengatur koordinasi perpajakan internasional antarnegara.
Di sisi lain, ada pemaparan secara gamblang bahwa ide single tax hanya ideal secara normatif. De Lillo dalam salah satu bab buku tersebut mengatakan penerapan single tax memerlukan perombakan sistem pajak internasional. Selain itu, single tax juga akan mendistorsi kebijakan dan administrasi pajak domestik tiap negara.
Lebih lanjut, banyak pertanyaan yang masih belum mampu dijawab dalam wacana penerapan single tax, misalnya bagaimana alokasi hak pemajakan yang tepat antar negara terlibat, berapa tarif yang dikenakan, dan bagaimana menetapkan ruang lingkup serta perhitungan basis pajaknya.
Belum lagi, kerumitan yang berpotensi timbul pada tataran administrasi. Penentuan mengenai pihak yang memungut pajak, mekanisme penyaluran penerimaan, dan penyesuaian administrasi otoritas pajak di tiap negara untuk melancarkan implementasi single tax bakal menjadi pekerjaan besar tiap negara.
Uraian dari penulis yang sudah bertaraf internasional, seperti Frans Vanistendael, Eduardo Schoueri, dan Eric Kemmeren, dijamin akan membuat pembaca tertantang secara intelektual. Pada saat yang bersamaan, para pembaca akan dibawa ke perdebatan mengenai sejauh mana single taxdapat menjadi solusi persoalan double (non) taxation.
Inilah yang membuat buku ini sangat menarik dibaca mulai dari pemikir dan penggemar ilmu pajak, pembuat kebijakan, hingga akademisi. Percampuran ide yang saling kontradiktif di dalamnya akan membuat kita sulit berhenti membaca.
Anda tertarik menyimak buku ini? Silakan datang ke DDTC Library, perpustakaan perpajakan terlengkap di Indonesia dengan koleksi-koleksi terbarunya.*
Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.