PEMILIHAN umum 2019 memiliki 2 calon presiden (capres) dan calon wakil presiden(cawapres). Capres dan cawapres nomor urut 10 adalah Joko Widodo dan Ma'ruf Amin, sedangkan capres dan cawapres nomor urut o2 diisi oleh Prabowo Subianto dan Sandiaga Uno.
Berbagai program kerja tentu telah disiapkan masing-masing capres dan cawapres untuk dapat memberikan gambaran secara umum bagi masyarakat Indonesia mengenai bagaimana Indonesia akan dibawa jika mereka terpilih menjadi presiden dan wakil presiden 2019-2024.
Selain itu, keberadaan program kerja tersebut tentu saja ditujukan untuk dapat menarik perhatian dan simpati masyarakat Indonesia agar dapat memilih capres dan cawapres bersangkutan pada pemilihan umum 2019.
Mengenai program ini, pasangan nomor urut 01 berpendapat untuk meningkatkan penerimaan pajak, mereka akan mengedepankan kelanjutan reformasi perpajakan dan menitikberatkan pengelolaan fiskal melalui kebijakan reformasi perpajakan sebagai kunci peningkatan daya saing ekonomi nasional.
Pasangan capres-cawapres ini jelas akan kembali melanjutkan kebijakan dan reformasi kebijakan fiskal seperti yang telah berjalan. Hal ini tentu positif karena dengan demikian akan terbentuk keselarasan dan menghasilkan dampak positif jangka panjang bagi Indonesia.
Beberapa kebijakan fiskal yang lalu telah memberi dampak positif seperti tax holiday, pengurangan subsidi BBM, perluasan kebijakan bebas visa, peningkatan biodisel, penerapan kebijakan bea masuk anti dumping dan tindakan pengamanan sementara untuk barang impor, dan tax amnesty.
Namun dapat kita rasakan keberhasilan penerapan kebijakan fiskal itu masih tidak cukup untuk meningkatkan perkenomian,terutama bagi masyarakat desa. Kebijakan fiskal desa dinilai belum efektif meningkatkan kesejahteraan.
Indikasinya, selama 2015-2016, asupan dana desa melonjak 127% persen menjadi Rp 47 triliun, tetapi pendapatan rakyat turun 1% menjadi Rp711.266 per orang per bulan, kemiskinan bergeming 14%, dan indeks gini pengukur ketimpangan hanya lebih rendah 1% (Ivanovich Agusta, 2017).
Karena itu, kesejahteraan masyarakat desa harus menjadi fokus utama kelanjutan kebijakan fiskal pasangan nomor urut 01 jika terpilih sebagai presiden dan wakil presiden kelak. Jangan sampai kekurangan yang ada sebelumnya tetap dibiarkan dan kembali terulang.
Dari sisi pasangan nomor urut 2, yaituPrabowo Subianto dan Sandiaga Uno, mereka memberi janji stimulus fiskal, seperti peningkatan batas Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP), penurunan tarif paja penghasilan (PPh) Pasal 21, dan penghapusan pajak bumi dan bangunan (PBB) bagi rumah pertama.
Bisa dilihat bahwa mereka memiliki kebijakan perpajakan yang sangat eksentrik dan mengundang berbagai perdebatan. Banyak yang mendukung kebijakan pasangan ini, tetapi tidak sedikit juga pihak yang menentang dan mempertanyakannya.
Kebijakan tersebut bertujuan untuk mengurangi beban pajak yang ditanggung orang pribadi dengan menaikkan batas PTKP dan mengurangi tarif PPh Pasal 21 atas gaji atau upah. Dengan demikian, diharapkan daya beli orang tersebut, berikut keluarganya, dapat meningkat.
Namun, bukan berarti penetapan kebijakan tersebut tidak memiliki risiko dan dampak negatif sama sekali. Dengan berkurangnya tarif PPh 21 dan meningkatnya PTKP, hal tersebut akan mengakibatkan pemasukan yang diterima negara dari sektor perpajakan akan berkurang secara drastis.
Secara umum, dapat dilihat bahwa kedua pasangan capres dan cawapres sama-sama memiliki kebijakan dalam sektor perpajakan yang baik, dan sama-sama bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat Indonesia secara luas.
Namun tentu saja kedua pasangan itumemiliki kelebihan dan kekurangannya masing-masing. Pasangan Joko Widodo-Ma’ruf Amin fokus pada kelanjutan kinerja yang telah dijalankan sebelumnya guna meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan peningkatan ekonomi Indonesia.
Sementara itu, pasangan Prabowo Subianto dan Sandiaga Uno lebih berfokus pada menghadirkan gebrakan dengan cara menurunkan dan bahkan menghilangkan sebagian beban pajak yang harus ditanggung masyarakat yang ditujukan guna meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
Karena itu, pilihan kini kembali pada diri kita masing-masing untuk menentukan pasangan yang lebih pantas memimpin Indonesia. Sebagai warga negara yang baik, kita harus menggunakan hak suara kita memilih capres dan cawapres yang sesuai dengan keinginan diri sendiri padaPemilu 17 April 2019.*
(Disclaimer)
Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.