KULIAH UMUM & OPREC DDTC

Mendorong Daya Saing Indonesia Lewat Kebijakan Pajak

Awwaliatul Mukarromah | Kamis, 11 April 2019 | 16:37 WIB
Mendorong Daya Saing Indonesia Lewat Kebijakan Pajak

Partner Tax Research & Training DDTC B. Bawono Kristiaji saat memberikan pemaparan dalam kuliah umum bertema ‘Mendorong Daya Saing Indonesia Melalui Sistem Pajak’ di Universitas Brawijaya, Malang, Kamis (11/4/2019). (Foto: DDTCNews)

MALANG, DDTCNews – Saat ini banyak negara berlomba-lomba untuk meningkatkan daya saing. Hal ini tidak lain karena dipicu oleh perekonomian dunia yang kian melambat dan belum sepenuhnya kembali ke titik semula.

Partner Tax Research & Training DDTC B. Bawono Kristiaji mengatakan peningkatan daya saing tersebut bisa bermacam-macam tujuannya, apakah suatu negara bersaing untuk merebut investasi, sumber daya manusia (SDM), bersaing di pasar global, penguasaan sumber daya alam (SDA), atau lainnya. Menurutnya, semua hal itu bisa didorong melalui kebijakan pajak.

“Penting bagi suatu negara untuk memetakan terlebih dahulu daya saing dalam hal apa yang diinginkan. Baru kemudian mendesain kebijakan pajak yang efektif,” ujarnya dalam kuliah umum bertema ‘Mendorong Daya Saing Indonesia Melalui Sistem Pajak’ di Universitas Brawijaya, Malang, Kamis (11/4/2019).

Baca Juga:
DJP Sumut I Kukuhkan 231 Relawan Pajak (Renjani) dari 9 Tax Center

Dalam pemaparannya, Bawono menyampaikan beberapa tren kebijakan pajak yang diterapkan untuk meningkatkan daya saing. Pertama, ada tren penurunan tarif pajak penghasilan (PPh) badan. Kedua, pemberian insentif pajak. Selain itu, ketiga, ada pula tren perubahan sistem pajak yang mengarah ke territorial tax system, khususnya di negara-negara OECD.

Adapun yang keempat adalah penerapan exit tax, yaitu pengenaan pajak tambahan ketika seseorang memutuskan untuk menjadi subjek pajak dalam negeri (SPDN) negara lain atau beremigrasi (meninggalkan yurisdiksi asal).

Dalam konteks individu, exit tax merupakan bagian dari rezim pemajakan ekspatriat (expatriate tax regime). Rezim ekspatriat umumnya merupakan rezim khusus di antara perlakuan pajak atas SPDN dan subjek pajak luar negeri (SPLN). Tujuannya adalah untuk mencegah penurunan penerimaan pajak dengan menghambat mobilitas individu kaya, berpenghasilan besar, dan berkemampuan tinggi (high-skill).

Baca Juga:
Perbarui Kurikulum D-3 Perpajakan, Vokasi USU Libatkan Stakeholder

Amerika Serikat (AS) bisa menjadi contoh negara yang melakukan reformasi pajak besar-besaran untuk meningkatkan daya saingnya. Salah satunya, AS telah mengubah sistem pajaknya dari worldwide ke territorial. Sistem pajak AS yang menganut worldwide dianggap sudah tidak kompetitif dan cenderung menempatkan AS pada posisi yang tidak menguntungkan dalam kompetisi global.

“Selain itu, AS juga menurunkan tarif PPh badan dari 35% ke 21%, memberikan pengurangan tarif untuk harta/laba yang belum direpatriasi (transition tax), menerapkan territorial tax system dengan foreign dividend exemption dan memperkenalkan pajak minimum (BEAT dan GILTI),” papar Bawono.

Di luar tren kebijakan pajak di atas, untuk mendorong pengembangan industri jasa dalam negeri, Pemerintah Indonesia telah mengeluarkan beleid yang memperluas pengenaan pajak pertambahan nilai (PPN) 0% untuk sektor ekspor jasa. Sebelumnya pengenaan PPN 0% hanya untuk tiga sektor saja, sekarang menjadi 10 sektor.

Baca Juga:
Tax Center UASN dan DJP Sumut II Selenggarakan Sosialisasi Perpajakan

“Perluasan PPN 0% mengembalikan pengertian PPN yang memiliki destination principle. Artinya, PPN hanya dikenakan atas konsumsi dalam negeri sehingga barang dan jasa yang tidak dikonsumsi dalam negeri bukan menjadi objek PPN,” katanya.

Selain itu, menurut Bawono, pengenaan pajak dividen di Indonesia yang masih menganut classical system mendorong perusahaan untuk tidak membagikan dividen dan menjadikannya sebagai retained earning hingga tidak dikenai pajak.

“Padahal, dalam praktiknya untuk menghindari pajak, perusahaan seringkali membagikan dividen secara terselubung, misalnya berbentuk tambahan saham, pemberian harta, perusahaan conduit dan lain-lain,” ujarnya.

Baca Juga:
KAFEB Universitas Sebelas Maret Sukses Adakan Acara Reuni Akbar 2025

Di akhir pemaparan, Bawono menegaskan siapa pun pemimpin nasional yang akan terpilih dalam Pilpres 17 April nanti, pemimpin baru tersebut harus mendesain sistem pajak dengan pilar menciptakan daya saing.

“Walau demikian, tentunya tidak semua kebijakan bisa efektif. Kadang, pemerintah membutuhkan strategi kebijakan lain (misalnya penurunan tarif harus dengan perluasan basis pajak) dan trade off dengan apa yang menjadi goal pemerintah lainnya. Jadi, harus hati-hati dan tidak gegabah,” pungkasnya. (Amu)

Editor :

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

KOMENTAR
0
/1000

Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT
Rabu, 12 Februari 2025 | 19:25 WIB RELAWAN PAJAK

DJP Sumut I Kukuhkan 231 Relawan Pajak (Renjani) dari 9 Tax Center

Jumat, 07 Februari 2025 | 09:21 WIB UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Perbarui Kurikulum D-3 Perpajakan, Vokasi USU Libatkan Stakeholder

Kamis, 06 Februari 2025 | 15:17 WIB TAX CENTER UNIVERSITAS ADVENT SURYA NUSANTARA

Tax Center UASN dan DJP Sumut II Selenggarakan Sosialisasi Perpajakan

Rabu, 05 Februari 2025 | 13:07 WIB UNIVERSITAS SEBELAS MARET

KAFEB Universitas Sebelas Maret Sukses Adakan Acara Reuni Akbar 2025

BERITA PILIHAN
Kamis, 13 Februari 2025 | 19:15 WIB PMK 11/2025

Tarif Efektif PPN atas Agunan yang Diambil Alih Tetap 1,1 Persen

Kamis, 13 Februari 2025 | 19:05 WIB FISIP UNIVERSITAS INDONESIA

Kagumi DDTC Library, Dekan FISIP UI: Harus Residensi di Sini!

Kamis, 13 Februari 2025 | 18:25 WIB KONSULTASI PAJAK

Ada Insentif PPh Pasal 21 DTP Terbaru, Bagaimana Cara Memanfaatkannya?

Kamis, 13 Februari 2025 | 18:00 WIB CORETAX SYSTEM

Coretax Tetap Jalan, DJP Diberi Waktu hingga April untuk Perbaikan

Kamis, 13 Februari 2025 | 17:15 WIB PER-10/PJ/2024

DJP Perbarui Aturan Soal Pembayaran, Penyetoran, dan Restitusi Pajak

Kamis, 13 Februari 2025 | 16:00 WIB KMK 29/2025

Perincian Pemangkasan Alokasi Transfer ke Daerah dan Dana Desa

Kamis, 13 Februari 2025 | 15:30 WIB AMERIKA SERIKAT

AS Tarik Diri dari Pembahasan Konvensi Pajak PBB, Ini Sebabnya

Kamis, 13 Februari 2025 | 15:00 WIB PENG-13/PJ.09/2025

Jangan Lupa! Bikin Faktur Pajak Lewat e-Faktur, PKP Perlu Minta NSFP