KINERJA FISKAL

Menanjak, Belanja Bunga Utang 2022 Disepakati Rp405,86 Triliun

Muhamad Wildan | Sabtu, 02 Oktober 2021 | 12:00 WIB
Menanjak, Belanja Bunga Utang 2022 Disepakati Rp405,86 Triliun

Ilustrasi.

JAKARTA, DDTCNews - Anggaran belanja bunga utang disepakati senilai Rp405,86 triliun. Angka ini disetujui oleh Panja Belanja Pemerintah Pusat Badan Anggaran (Banggar) DPR RI bersama pemerintah, sesuai dengan Nota Keuangan RAPBN 2022.

Belanja bunga utang mengalami pertumbuhan hingga 10,8% bila dibandingkan dengan outlook belanja bunga utang pada APBN 2021.

Ketika membacakan laporan panja, Anggota Banggar DPR RI Fauzi H. Amro mengatakan anggaran tersebut akan digunakan untuk meningkatkan efisiensi bunga utang pada tingkat risiko yang terkendali melalui pemilihan komposisi utang, pengelolaan portofolio yang optimal, dan pendalaman pasar keuangan.

Baca Juga:
Ada Kenaikan Tarif PPN, DJP Tetap Optimalkan Penerimaan Tahun Depan

"Alokasi anggaran ini digunakan untuk memenuhi kewajiban pemerintah untuk menjaga akuntabilitas pengelolaan utang," ujar Fauzi, Selasa (28/9/2021).

Dengan belanja pemerintah pusat pada RAPBN 2022 yang disepakati bersama Banggar DPR RI senilai Rp1.944,54 triliun, maka belanja bunga utang berkontribusi sebesar 20,87% terhadap total belanja pemerintah pusat.

Dengan pendapatan negara pada RAPBN 2022 yang telah disepakati sebesar Rp1.846,13 triliun, maka rasio bunga utang terhadap pendapatan negara pada tahun depan mencapai 21,9%.

Baca Juga:
Pemda Diminta Lakukan Pencadangan Dana dari APBN untuk Infrastruktur

Sebagai catatan, rasio belanja bunga utang terhadap pendapatan atau interest to revenue ratio adalah indikator yang mengukur kapasitas pendapatan negara dalam menutup beban utang.

Makin besar rasio belanja bunga utang terhadap pendapatan mengindikasikan beban bunga utang makin besar dan kapasitas pendapatan untuk mendorong kebutuhan produktif menjadi makin kecil.

"Hal ini berarti kerentanan fiskal meningkat karena risiko semakin besar dibandingkan produktivitasnya sehingga berpotensi mengganggu keberlanjutan fiskal," tulis Badan Kebijakan Fiskal (BKF) dalam laporan Analisis Keberlanjutan Fiskal Jangka Panjang, dikutip Selasa (28/9/2021). (sap)


Editor :

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

KOMENTAR
0
/1000

Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT
Senin, 23 Desember 2024 | 17:00 WIB KEBIJAKAN PAJAK

Ada Kenaikan Tarif PPN, DJP Tetap Optimalkan Penerimaan Tahun Depan

Jumat, 20 Desember 2024 | 17:30 WIB KEBIJAKAN PEMERINTAH

Pemda Diminta Lakukan Pencadangan Dana dari APBN untuk Infrastruktur

Kamis, 19 Desember 2024 | 08:40 WIB UTANG PEMERINTAH

Posisi Utang Pemerintah Capai Rp8.680 Triliun hingga November 2024

Selasa, 17 Desember 2024 | 15:10 WIB INFOGRAFIS PAJAK

15 Jenis Insentif dalam Paket Stimulus Ekonomi 2025

BERITA PILIHAN
Rabu, 25 Desember 2024 | 15:00 WIB KEBIJAKAN PEMERINTAH

Pemerintah akan Salurkan KUR Rp300 Triliun Tahun Depan

Rabu, 25 Desember 2024 | 13:30 WIB PSAK 201

Item-Item dalam Laporan Posisi Keuangan Berdasarkan PSAK 201

Rabu, 25 Desember 2024 | 13:00 WIB KEBIJAKAN PAJAK

Kontribusi ke Negara, DJP: Langganan Platform Digital Kena PPN 12%

Rabu, 25 Desember 2024 | 12:30 WIB KEBIJAKAN KEPABEANAN

Fitur MFA Sudah Diterapkan di Portal CEISA sejak 1 Desember 2024

Rabu, 25 Desember 2024 | 11:30 WIB PMK 94/2023

Pemerikaan Pajak oleh DJP terhadap Kontraktor Migas, Apa Saja?

Rabu, 25 Desember 2024 | 11:00 WIB INFOGRAFIS PAJAK

Dokumen yang Dilampirkan saat Pemberitahuan Perpanjangan SPT Tahunan

Rabu, 25 Desember 2024 | 09:37 WIB KURS PAJAK 25 DESEMBER 2024 - 31 DESEMBER 2024

Kurs Pajak Terbaru: Rupiah Melemah terhadap Mayoritas Mata Uang Mitra