LOMBA MENULIS DDTCNEWS 2020

Membandingkan Kebijakan Fiskal RI di Masa Pandemi

Redaksi DDTCNews | Senin, 19 Oktober 2020 | 15:36 WIB
Membandingkan Kebijakan Fiskal RI di Masa Pandemi

Andreas Diga Pratama Putera, Sleman, Yogyakarta

PANDEMI Covid-19 terjadi sejak awal 2020 di berbagai belahan dunia dan resmi masuk ke Indonesia pada awal Maret. Hingga akhir September, pertumbuhan ekonomi Indonesia merosot dan menyentuh angka negatif. Pemerintah akhirnya memprediksi Indonesia akan masuk ke jurang resesi.

Apabila dibandingkan dengan negara-negara maju di OECD, pertumbuhan ekonomi Indonesia ternyata tidak terkontraksi parah, hanya minus 5,32% pada kuartal II 2020. Sebaliknya, negara OECD seperti Inggris, Perancis, Italia, dan Kanada, terkontraksi 20,4%, 13,8%, 12,4%, dan 12,0%.

Hal ini tidak lain juga karena negara-negara tersebut menerapkan lockdown yang membuat warganya tidak lagi bergerak leluasa. Dampaknya, pekerjaan di berbagai sektor lesu, daya beli masyarakat, dan pajak yang diterima negara dari rakyatnya akhirnya menurun.

Di sisi lain, penanganan Covid-19 tidak bisa lepas dari peran pemerintah. mulai dari menyiapkan sarana dan prasarana dan seterusnya. Namun, jumlah penularan kasus Covid-19 di Indonesia hingga hari ini tidak kunjung menurun, sementara penularan kasus di negara OECD sudah menurun.

Karena itu, menarik membahas perbandingan kebijakan pajak yang diterapkan dan dampaknya pada protokol kesehatan dan jumlah kasus penularan. Setidaknya, terdapat 5 kebijakan terkait pajak yang diterapkan untuk merespons pandemi Covid-19 di Indonesia.

Pertama, tambahan pengurangan penghasilan neto. Tambahan pajak ini dialokasikan untuk wajib pajak dalam negeri (WPDN) yang memproduksi alat-alat kesehatan seperti masker bedah, coverall, dan sarung tangan.

Kedua, sumbangan yang dapat menjadi pengurang penghasilan bruto. Dengan kebijakan ini, wajib pajak bisa mengurangi beban pajaknya dengan menyertakan bukti sumbangan ke lembaga tertentu untuk membantu penanganan Covid 19.

Ketiga, tambahan penghasilan bagi sumber daya manusia di bidang kesehatan. Dalam Peraturan Pemerintah Nomor 29 Tahun 2020, tambahan ini berlaku dengan tarif 0% pada unsur pajak penghasilan (PPh) Pasal 21 untuk tenaga kesehatan yang mendapat tugas penanganan Covid-19.

Keempat, kompensasi atas penggunaan harta. Penghasilan wajib pajak yang dikenakan PPh final 0% atas kompensasi dengan nama dalam bentuk apapun dari persewaan harta berupa tanah/bangunan sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta selain tanah/bangunan.

Kelima, pembelian kembali saham di bursa yang tarifnya diturunkan 3%. Selain itu, ada pula insentif pada karyawan dengan gaji di bawah Rp5 juta sebesar Rp600 ribu. Banyak dari kebijakan itu ternyata bukan berupa bantuan langsung, melainkan potongan pajak yang sebelumnya diterapkan.

Fokus OECD
KONTRAS dengan Indonesia, fokus kebijakan fiskal negara negara OECD adalah pada likuiditas, bantuan pendapatan, dan stimulus. Menurut laporan yang dirilis oleh OECD, mengenai pajak dan kebijakan fiskal, ada beberapa inisiatif yang diambil.

Pertama, penangguhan pembayaran pajak. Ada 28% negara OECD yang menerapkan penangguhan pajak. Terutama pada pelaku bisnis yang membayar karyawan, biaya operasional dan sewa bulanan, penangguhan pajak ini diterapkan agar tidak banyak sektor bisnis yang mati.

Kedua, cuti sakit. Lebih dari 30% negara OECD memberlakukan cuti sakit alias tetap digaji dengan batasan berbeda. Beberapa negara bahkan membayar cuti sakit yang merupakan beban swasta. Untuk pekerjaan yang hilang, beberapa negara menerapkan insentif langsung pada karyawan.

Melihat fakta Indonesia merupakan negara yang perekonomiannya bertulang punggung pada usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM) sebesar lebih dari 90%, tampaknya kebijakan pajak dari negara negara OECD menarik untuk diadopsi.

Terlebih pada poin pertama di mana terdapat bantuan insentif langsung dari pemerintah untuk menangguhkan pajak usaha seperti sewah bangunan/lahan. Dengan demikian, bantuan tersebut diharapkan dapat menjaga UMKM Indonesia tetap kuat di masa sulit ini.

(Disclaimer)

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

KOMENTAR

0
/1000

Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

20 Oktober 2020 | 21:29 WIB

bagus mendukung

20 Oktober 2020 | 11:10 WIB

Informatif, mudah dipahami dan memberi rasa optimis bahwa Indonesia bisa mengatasi masalah ekonomi di saat dan pasca pandemi covid.

ARTIKEL TERKAIT

Senin, 23 Desember 2024 | 18:00 WIB PMK 101/2024

PMK Baru, Menkeu Bisa Nilai Kesesuaian KUA-PPAS Pemda dengan KEM PPKF

Jumat, 13 Desember 2024 | 14:45 WIB PMK 93/2024

Kemenkeu Akan Kembangkan Platform Sinergi Kebijakan Fiskal Nasional

Jumat, 29 November 2024 | 09:15 WIB KEBIJAKAN FISKAL

Jelang Tutup Buku, Wamenkeu Suahasil Percaya Diri ‘APBN Prima’

Selasa, 19 November 2024 | 14:30 WIB PENERIMAAN PERPAJAKAN

Tax Ratio 2045 Ditarget 18%-22%, Bappenas: Untuk Kestabilan Ekonomi

BERITA PILIHAN