Pekerja memproduksi peuyeum di Cipatat, Kabupaten Bandung Barat, Jawa Barat, Rabu (26/1/2022). ANTARA FOTO/Raisan Al Farisi/aww.
JAKARTA, DDTCNews - Wakil Presiden Maruf Amin menyoroti masih kecilnya kontribusi produk usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) terhadap ekspor nasional. Porsi ekspor UMKM masih kalah dibanding produk nonmigas. Perbandingan antara keduanya, ekspor UMKM dan nonmigas, masih terpaut jauh yakni 16% dan 84%.
Padahal, menurut Maruf, potensi ekspor UMKM masih sangatlah besar. Kontribusi UMKM terhadap produk domestik bruto (PDB) juga mencapai 60%, dengan nilai Rp9.580 triliun. Sektor UMKM juga sanggup menyerap tenaga kerja sampai 96,9% dari keseluruhan tenaga kerja di Indonesia.
Maruf menilai perlu adanya 'booster' bagi pelaku UMKM nasional agar bisa meningkatkan skala usahanya. Termasuk, menaikkan statusnya dari pelaku usaha mikro menjadi kecil, usaha kecil menjadi menengah, serta usaha menengah menjadi besar. Apalagi menurut statistik, jumlah pelaku usaha mikro masih mendominasi UMKM, yakni 98,6%.
"Data-data ini perlu kita cermati, utamanya untuk mendukung UMKM naik kelas dan masuk ke pasar global. Jangan UMKM kita itu terkena penyakit stunting, tidak besar-besar, kerdil terus," ujar Maruf Amin saat mencanangkan Ekosistem Global Halal Hub (GHH) di Banten, Kamis (27/1/2022).
Demi mendorong UMKM naik kelas ini, imbuh wapres, pemerintah berkomitmen melanjutkan pengembangan infrastruktur dan klaster industri halal serta percepatan standardisasi produk halal.
Pemerintah, imbuh Maruf, juga mendukung masuknya pelaku UMKM ke dalam ekosistem digital. Pelaku UMKM diingatkan untuk memanfaatkan derasnya arus informasi digital untuk memasarkan produknya. Maruf menyebutkan sudah ada banyak platform marketplace yang menyediakan ruang bagi pelaku UMKM untuk mengembangkan pasarnya.
"Strategi pengembangan ekosistem Global Halal Hub juga harus mencakup seluruh aspek penting, seperti kualitas produk, kuantitas produk, kontinuitas produk, hingga pemasaran digital. Kita berharap produk-produk UMKM halal nasional akan semakin dikenal dan mudah diperoleh masyarakat internasional," ujar Maruf.
Pada aspek perpajakan, pemerintah juga memberikan kemudahan bagi pelaku UMKM. UU Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP) mengatur tentang batas omzet tidak kena pajak senilai Rp500 juta dan mulai berlaku per tahun pajak 2022.
Bila omzet wajib pajak orang pribadi UMKM ternyata kurang dari atau sama dengan Rp500 juta dalam setahun, maka wajib pajak orang pribadi UMKM tersebut tidak perlu membayar PPh final dengan tarif 0,5%.
Bila omzet wajib pajak orang pribadi UMKM dalam setahun melampaui Rp500 juta, hanya setiap omzet di atas Rp500 juta saja yang dikenai PPh final UMKM sesuai dengan PP 23/2018.
Sebagai contoh, bila wajib pajak orang pribadi UMKM memiliki omzet senilai Rp100 juta per bulan dan Rp1,2 miliar dalam setahun, PPh final UMKM hanya dibayar atas bagian omzet senilai Rp700 juta (dari Rp1,2 miliar dikurangi dengan Rp500 juta). Dengan tarif 0,5%, pajak yang harus dibayar senilai Rp3,5 juta dalam setahun.
Tanpa ada ketentuan batas omzet tidak kena pajak, seperti yang berlaku sebelumnya, wajib pajak harus membayar PPh final atas keseluruhan omzet. Akibatnya, beban pajak yang ditanggung UMKM mencapai Rp6 juta dalam setahun. (sap)
Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.