KEBIJAKAN PEMERINTAH

Larang ASN Dukung Ormas Ilegal, Pemerintah Terbitkan Surat Edaran

Redaksi DDTCNews | Jumat, 29 Januari 2021 | 09:15 WIB
Larang ASN Dukung Ormas Ilegal, Pemerintah Terbitkan Surat Edaran

Ilustrasi. (DDTCNews)

JAKARTA, DDTCNews – Pemerintah menerbitkan surat edaran mengenai larangan bagi aparatur sipil negara (ASN) untuk berafiliasi dengan dan/atau mendukung organisasi terlarang dan/atau ormas yang dicabut status badan hukumnya.

Ketentuan larangan tersebut tertuang dalam Surat Edaran Bersama Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PAN-RB) dan Kepala Badan Kepegawaian Negara (BKN) No. 2/2021 dan No. 2/SE/I/2021.

“SE Bersama ini ditujukan bagi ASN agar tetap menjunjung tinggi nilai dasar untuk wajib setia pada Pancasila, UUD 1945, pemerintahan yang sah serta menjaga fungsi ASN sebagai perekat dan pemersatu bangsa,” bunyi SE Bersama tersebut.

Baca Juga:
Jelang Coretax Diterapkan, PKP Bakal Perlu Bikin Sertel Baru

Menurut pemerintah, keterlibatan ASN dalam organisasi terlarang dan ormas yang telah dicabut status badan hukumnya dapat memunculkan sikap radikalisme negatif di lingkungan ASN dan instansi pemerintah.

Untuk itu, hal tersebut perlu dicegah sehingga ASN dapat tetap fokus berkinerja dalam memberikan pelayanan prima bagi masyarakat. Adapun penerbitan SE Bersama No. 02/2021 dan No. 2/SE/I/2021 ditandatangani pada 25 Januari 2021.

SE tersebut juga diperuntukkan sebagai pedoman dan panduan bagi Pejabat Pembina Kepegawaian (PPK) mengenai larangan, pencegahan, serta tindakan terhadap ASN yang berafiliasi/mendukung organisasi terlarang atau ormas tanpa dasar hukum.

Baca Juga:
Januari 2024: Ketentuan Tarif Efektif PPh Pasal 21 Mulai Berlaku

Dalam SE tersebut, diatur juga mengenai langkah-langkah pelarangan, pencegahan, penindakan, serta dasar hukum penjatuhan hukuman disiplin bagi ASN yang terlibat. Langkah pelarangan oleh PPK mencakup tujuh hal antara lain menjadi anggota atau memiliki pertalian.

Lalu, memberikan dukungan langsung dan tidak langsung, menjadi simpatisan, terlibat dalam kegiatan, menggunakan simbol serta atribut organisasi, menggunakan berbagai media untuk menyatakan keterlibatan dan penggunaan simbol dan atribut, serta melakukan tindakan lain yang terkait dengan organisasi terlarang dan ormas yang dicabut badan hukumnya.

SE Bersama ini merupakan tindak lanjut dari Surat Keputusan Bersama (SKB) tentang Larangan Kegiatan, Penggunaan Simbol dan Atribut, serta Penghentian Kegiatan Front Pembela Islam yang diterbitkan pada 30 Desember 2020 lalu.

Baca Juga:
Jasa Travel Agent Kena PPN Besaran Tertentu, PM Tak Dapat Dikreditkan

Sebagai tindak lanjut, pemerintah membuat Portal Aduan ASN (aduanasn.id) sebagai sistem pelaporan atas pelanggaran yang dilakukan ASN seperti prilaku yang bersifat menentang atau membuat ujaran kebencian. Portal Aduan ASN ini terbuka bagi masyarakat untuk mengadukan ASN yang dicurigai terpapar radikalisme negatif dengan disertai bukti.

Kementerian PANRB juga telah meluncurkan aplikasi ASN No Radikal, sebagai portal tindak lanjut dari Portal Aduan ASN. Aplikasi tersebut ditujukan untuk penyelesaian kasus ASN yang terpapar radikalisme oleh PPK secara elektronik.

Dalam SE Bersama ini juga disebutkan organisasi terlarang dan ormas yang telah dicabut status badan hukumnya, yaitu Partai Komunis Indonesia, Jamaah Islamiyah, Gerakan Fajar Nusantara (Gafatar), Hizbut Tahrir Indonesia (HTI), Jamaah Ansharut Daulah (JAD), dan Front Pembela Islam (FPI).

Baca Juga:
Catat! Pengkreditan Pajak Masukan yang Ditagih dengan SKP Tak Berubah

Untuk diketahui, organisasi terlarang dan ormas yang dicabut status badan hukumnya adalah organisasi yang berdasarkan peraturan, keputusan pengadilan dan/atau keputusan pemerintah dinyatakan dibubarkan, dibekukan dan/atau dilarang melakukan kegiatan.

Pencabutan status badan hukum lantaran organisasi dan ormas tersebut bertentangan dengan Pancasila dan UUD 1945, melakukan kegiatan yang terkait dengan terorisme, mengganggu ketertiban umum dan/atau kegiatan lain yang mengancam Negara Kesatuan Republik Indonesia. (rig)

Editor :

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

KOMENTAR
0
/1000

Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT
Kamis, 26 Desember 2024 | 13:30 WIB CORETAX SYSTEM

Jelang Coretax Diterapkan, PKP Bakal Perlu Bikin Sertel Baru

Kamis, 26 Desember 2024 | 10:30 WIB KILAS BALIK 2024

Januari 2024: Ketentuan Tarif Efektif PPh Pasal 21 Mulai Berlaku

BERITA PILIHAN
Kamis, 26 Desember 2024 | 14:30 WIB KPP PRATAMA BENGKULU SATU

Mobil Rp200 Juta Disita KPP, Bakal Dilelang Kalau Utang Tak Dilunasi

Kamis, 26 Desember 2024 | 14:00 WIB KILAS BALIK 2024

Februari 2024: Wajib Pajak Bereaksi karena Potongan PPh 21 Lebih Besar

Kamis, 26 Desember 2024 | 13:30 WIB CORETAX SYSTEM

Jelang Coretax Diterapkan, PKP Bakal Perlu Bikin Sertel Baru

Kamis, 26 Desember 2024 | 13:00 WIB PROVINSI JAWA TIMUR

Opsen Berlaku 2025, Pemprov Turunkan Dasar Pengenaan Pajak Kendaraan

Kamis, 26 Desember 2024 | 12:30 WIB ADMINISTRASI PAJAK

PKP Risiko Rendah Diterbitkan SKPKB, Kena Sanksi Kenaikan atau Bunga?

Kamis, 26 Desember 2024 | 11:00 WIB INFOGRAFIS PAJAK DAERAH

9 Jenis Pajak Daerah Terbaru yang Ditetapkan Pemkot Sibolga

Kamis, 26 Desember 2024 | 10:30 WIB KILAS BALIK 2024

Januari 2024: Ketentuan Tarif Efektif PPh Pasal 21 Mulai Berlaku

Kamis, 26 Desember 2024 | 10:00 WIB KEBIJAKAN PEMERINTAH

Kredit Investasi Padat Karya Diluncurkan, Plafonnya Capai Rp10 Miliar

Kamis, 26 Desember 2024 | 09:30 WIB PENGAWASAN BEA CUKAI

Libur Natal dan Tahun Baru, Bea Cukai Perketat Pengawasan di Perairan

Kamis, 26 Desember 2024 | 09:00 WIB CORETAX SYSTEM

Fitur Coretax yang Tersedia selama Praimplementasi Terbatas, Apa Saja?