Ilustrasi.
JAKARTA, DDTCNews - Apabila memiliki laporan keuangan yang diaudit oleh akuntan publik, wajib pajak harus melampirkannya dalam SPT Tahunan PPh. Topik tersebut menjadi salah satu bahasan media nasional pada hari ini, Selasa (16/4/2024).
Berdasarkan pada ketentuan Pasal 4 ayat (4b) UU KUP, jika laporan keuangan yang diaudit akuntan publik tidak dilampirkan, Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan pajak penghasilan (PPh) berisiko dianggap tidak disampaikan.
“Dalam hal laporan keuangan … diaudit oleh akuntan publik tetapi tidak dilampirkan pada SPT, SPT dianggap tidak lengkap dan tidak jelas sehingga SPT dianggap tidak disampaikan,” bunyi penggalan Pasal 4 ayat (4b) UU KUP.
SPT dianggap tidak disampaikan karena tidak sepenuhnya dilampiri keterangan dan/atau dokumen. Hal tersebut sesuai dengan ketentuan dalam Pasal 3 ayat (7) huruf b UU KUP. Simak pula ‘Lapor SPT Tahunan? Yang Wajib Pembukuan Lampirkan Laporan Keuangan’.
Merujuk pada ketentuan Pasal 4 ayat (1) UU KUP, wajib pajak wajib mengisi dan menyampaikan SPT dengan benar, lengkap, dan jelas serta menandatanganinya. Simak pula ‘DJP Imbau WP Isi SPT dengan Benar, Lengkap, dan Jelas! Apa Maksudnya?’.
SPT wajib pajak badan harus ditandatangani oleh pengurus atau direksi. Jika wajib pajak menunjuk seorang kuasa dengan surat kuasa khusus untuk mengisi dan menandatangani SPT, surat kuasa khusus tersebut harus dilampirkan pada SPT.
Selain mengenai pelaporan SPT, ada pula ulasan terkait dengan penyesuaian sejumlah aplikasi milik Ditjen Bea dan Cukai (DJBC) karena implementasi Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) 16 digit. Kemudian, ada bahasan tentang implementasi opsen pajak.
Sesuai dengan Pasal 4 ayat (4) UU KUP, SPT PPh wajib pajak yang wajib menyelenggarakan pembukuan harus dilampiri dengan laporan keuangan berupa neraca dan laporan laba rugi serta keterangan lain yang diperlukan untuk menghitung besarnya penghasilan kena pajak.
“Laporan keuangan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) adalah laporan keuangan dari masing-masing wajib pajak,” bunyi Pasal 4 ayat (4a) UU KUP.
Adapun sesuai dengan Penjelasan Pasal 4 ayat (4a) UU KUP, yang dimaksud dengan laporan keuangan masing-masing wajib pajak adalah laporan keuangan hasil kegiatan usaha masing-masing wajib pajak.
Contoh, PT A memiliki saham pada PT B dan PT C. Dalam contoh tersebut, PT A mempunyai kewajiban melampirkan laporan keuangan konsolidasi PT A dan anak perusahaan, juga melampirkan laporan keuangan atas usaha PT A (sebelum dikonsolidasi).
Sementara itu, PT B dan PT C wajib melampirkan laporan keuangan masing-masing, bukan laporan keuangan konsolidasi.
Berdasarkan pada Pasal 3 ayat (7) UU KUP, SPT dianggap tidak disampaikan apabila, pertama, SPT tidak ditandatangani. Kedua, SPT tidak sepenuhnya dilampiri keterangan dan/atau dokumen. SPT yang ditandatangani serta lampirannya adalah satu kesatuan yang merupakan unsur keabsahan SPT.
Oleh karena itu, SPT dari wajib pajak yang disampaikan, tetapi tidak dilengkapi dengan lampiran yang dipersyaratkan, tidak dianggap sebagai SPT dalam administrasi Ditjen Pajak (DJP). Dengan demikian, SPT tersebut dianggap sebagai data perpajakan.
Ketiga, SPT yang menyatakan lebih bayar disampaikan setelah 3 tahun sesudah berakhirnya masa pajak, bagian tahun pajak atau tahun pajak, dan wajib pajak telah ditegur secara tertulis. Keempat, SPT disampaikan setelah dirjen pajak melakukan pemeriksaan atau menerbitkan surat ketetapan pajak. (DDTCNews)
Adapun sesuai dengan ketentuan Pasal 4 ayat (6) PER-02/PJ/2019, SPT Tahunan wajib disampaikan dalam bentuk dokumen elektronik oleh wajib pajak yang laporan keuangannya diaudit oleh akuntan publik.
Selain itu, kewajiban pelaporan SPT Tahunan dalam bentuk dokumen elektronik juga berlaku bagi 6 wajib pajak lainnya. Pertama, wajib pajak yang terdaftar di KPP Madya, KPP di lingkungan Kanwil DJP Jakarta Khusus, dan KPP di lingkungan Kanwil DJP Wajib Pajak Besar.
Kedua, wajib pajak yang sudah pernah menyampaikan SPT Tahunan dalam bentuk dokumen elektronik. Ketiga, wajib pajak yang diwajibkan menyampaikan SPT Masa PPh Pasal 21 dalam bentuk dokumen elektronik.
Keempat, wajib pajak yang diwajibkan menyampaikan SPT Masa PPh Pasal 23 dan/atau PPh Pasal 26 dalam bentuk dokumen elektronik. Kelima, wajib pajak yang diwajibkan menyampaikan SPT Masa PPN dalam bentuk dokumen elektronik.
Keenam, wajib pajak yang menggunakan jasa konsultan pajak dalam pemenuhan kewajiban pengisian SPT Tahunan PPh. (DDTCNews)
Setiap orang yang dengan sengaja tidak menyampaikan SPT berisiko terkena sanksi pidana penjara dan denda. Sesuai dengan Pasal 39 ayat (1) huruf c UU KUP, sanksi ini dikenakan pada xetiap orang yang dengan sengaja tidak menyampaikan SPT sehingga dapat menimbulkan kerugian pada pendapatan negara.
“… dipidana dengan pidana penjara paling singkat 6 bulan dan paling lama 6 tahun dan denda paling sedikit 2 kali jumlah pajak terutang yang tidak atau kurang dibayar dan paling banyak 4 kali jumlah pajak terutang yang tidak atau kurang dibayar,” penggalan Pasal 39 ayat (1) huruf c UU KUP.
Sesuai dengan Pasal 39 ayat (2) UU KUP, pidana itu ditambahkan 1 kali menjadi 2 kali sanksi pidana apabila seseorang melakukan lagi tindak pidana di bidang perpajakan sebelum lewat 1 tahun, terhitung sejak selesainya menjalani pidana penjara yang dijatuhkan. (DDTCNews)
DJBC telah melakukan penyesuaian terhadap 39 aplikasi pada CEISA 4.0 sejalan dengan implementasi NPWP 16 digit. Laporan Kinerja DJBC 2023 menyatakan implementasi NPWP 16 digit menjadi salah satu proyek strategis DJBC pada tahun lalu.
Proyek penerapan NPWP 16 digit pun disertakan menjadi salah satu subpaket lelang pengembangan CEISA 4.0 tahap V berupa aplikasi program penyelarasan probis-IT pada DJBC tahun anggaran 2023 pada semester II/2023 dengan target akhir kontrak pada 31 Desember 2023.
"Demi mendukung CEISA 4.0 menuju data driven organization platform, [dilakukan] penyelarasan proses bisnis dan teknologi informasi kepabeanan dan cukai dan penyesuaian implementasi NPWP 16 digit," bunyi tulis DJBC dalam laporan tersebut. (DDTCNews)
Ditjen Perimbangan Keuangan (DJPK) mendorong pemerintah provinsi dan pemerintah kabupaten/kota untuk berkoordinasi terkait dengan pemungutan opsen pajak pada tahun depan.
Analis Keuangan Pusat dan Daerah DJPK Guruh Panca Nugraha mengatakan terdapat beragam aspek terkait dengan opsen yang harus dikoordinasikan oleh pemda-pemda dan diatur lebih lanjut melalui peraturan kepala daerah.
Guruh menuturkan terdapat aspek teknis dari pengenaan opsen perlu didetailkan. Hal dimaksud contohnya antara lain mengenai pendataan, pemungutan, pencatatan, penagihan, restitusi, rekonsiliasi, dan lain sebagainya.
"Perlu alur yang lebih detail, siapa yang mengerjakan apa, bagaimana SOP-nya, bagaimana nanti kalau ada restitusi, bagaimana penagihannya, ini perlu didetailkan," ujarnya. (DDTCNews)
Director DDTC Fiscal Research & Advisory B. Bawono Kristiaji mengatakan saat ini sudah ada lebih dari 80 negara yang menerapkan cukai minuman berpemanis dalam kemasan (MBDK). Jumlah ini meningkat 3-4 kali lipat dari kondisi pada 10 tahun yang lalu.
Menurutnya, penerapan cukai MBDK sudah pasti menuai pro dan kontra. Oleh karena itu, perlu adanya partisipasi dan keterlibatan dari semua stakeholder. Dalam kondisi ini, meaningful participation sangat diperlukan.
“Akhirnya akseptabilitasnya bisa lebih dijamin dibandingkan jika aturannya keluar tiba-tiba dan antarpelaku usaha dan konsumen juga bisa merespons berbeda-beda,” kata Bawono. (Kontan)
Sesuai dengan Pasal 5 ayat (1) Permenkop UKM 2/2024, KSP/USP koperasi, KSPPS/USPPS koperasi, koperasi sektor riil, serta koperasi yang menjalankan kegiatan usaha di sektor jasa keuangan wajib menyusun dan menyajikan laporan keuangan sesuai dengan kebijakan akuntansi Pasal 4.
“Laporan keuangan … wajib disusun dalam bahasa Indonesia. Mata uang pelaporan yang disajikan dalam laporan keuangan … menggunakan satuan mata uang rupiah (Rp),” bunyi penggalan Pasal 7 ayat (1) dan (2) Permenkop UKM 2/2024.
Adapun sesuai dengan ketentuan dalam Pasal 7 ayat (3) Permenkop UKM 2/2024, laporan keuangan yang dimaksud wajib ditandatangani oleh pengurus dan menjadi tanggung jawab pengurus koperasi atas kebenaran informasi yang disajikan. (DDTCNews)
Komisi Yudisial (KY) meminta masyarakat untuk menyampaikan informasi terkait dengan rekam jejak para calon hakim agung (CHA) untuk membantu rekrutmen. Informasi dapat disampaikan ke KY paling lambat pada 22 Mei 2024 lewat email [email protected].
Informasi juga bisa disampaikan melalui pos ke Sekretariat Seleksi Calon Hakim Agung yang berlokasi di Jalan Kramat Raya Nomor 57, Kota Administrasi Jakarta Pusat. Saat menyampaikan informasi dan pendapat, masyarakat harus melampirkan identitas yang jelas.
Adapun nama-nama CHA TUN khusus pajak yang telah dinyatakan lolos seleksi kualitas antara lain Ali Hakim (Ketua Pengadilan Pajak), Budi Nugroho (Hakim Pengadilan Pajak), dan Diana Malemita Ginting (Auditor Utama pada Inspektorat II Itjen Kemenkeu)
Kemudian, Doni Budiono (Pengacara PDB Law Firm), LY Hari Sih Advianto (Hakim Pengadilan Pajak), Tri Hidayat Wahyudi (Hakim Pengadilan Pajak), Widodo (Tenaga Ahli Baleg DPR), dan Yosephine Riane Ernita Rachmasari (Hakim Pengadilan Pajak). (DDTCNews) (kaw)
Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.