Partner Research and Training Services DDTC Bawono Kristiaji memberikan kuliah transfer pricing dalam program Akuntansi Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia (FEB UI). (Foto: DDTCNews)
JAKARTA, DDTCNews – Lebih dari 60% nilai perdagangan dunia dihasilkan dari transaksi yang berhubungan dengan perusahaan multinasional dengan menggunakan skema transfer pricing.
Dewasa ini, skema tersebut marak dijadikan praktek penghindaran pajak dengan cara mengalihkan laba dari negara yang tarif pajaknya tinggi ke negara yang tarif pajaknya rendah.
Bertempat di Kampus UI Depok, materi mengenai transfer pricing dikupas secara mendalam kepada para mahasiswa program Akuntansi Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia (FEB UI) dalam mata kuliah perpajakan internasional, Rabu (17/5).
Adapun pengajar dalam kuliah tersebut datang dari praktisi pajak DDTC yaitu Senior Partner Danny Septriadi dan Partner Research and Training Services Bawono Kristiaji.
Danny memaparkan berdasarkan hasil survei yang diadakan pada 2011-2012, sekitar 40% dari wajib pajak menyatakan transfer pricing telah menjadi isu utama dalam area risiko perpajakan. Transfer pricing bukanlah ilmu pasti, karena itu perlu pendekatan yang berbasis aturan (rule based) bukan standar based.
“Ketika bicara mengenai sengketa transfer pricing yang cenderung bicara tentang sengketa fakta. Seringkali di lapangan banyak yang mengabaikan upaya untuk memahami bisnis dari perusahaan multinasional tersebut,” ungkapnya.
Secara terminologi, Bawono menjelaskan transfer pricing dapat diaplikasikan untuk tiga tujuan yang berbeda, yaitu dari sisi hukum perseroan, akuntansi manajerial, dan perpajakan. Jika dilihat dari sisi akuntansi manajerial, transfer pricing dapat digunakan untuk memaksimumkan laba perusahaan melalui penentuan harga transfer.
Namun, lanjutnya istilah transfer pricing seringkali dikonotasikan sebagai sesuatu yang tidak baik dan bermakna pejorative, yaitu pengalihan atas penghasilan kena pajak dari suatu perusahaan dalam suatu grup perusahaan multinasional ke perusahaan lain dalam grup yang sama di negara yang tarif pajaknya lebih rendah.
“Hal tersebutlah yang dimanfaatkan oleh perusahaan multinasional saat ini untuk mencari celah agar dapat melakukan penghindaran pajak,” tandasnya. (Amu)
Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.