Ilustrasi mobil listrik.
JAKARTA, DDTCNews – Rencana pemerintah mengubah skema pungutan pajak penjualan atas barang mewah (PPnBM) kendaraan bermotor dari kapasitas mesin ke emisi gas buang dinilai tidak efektif. Idealnya, instrumen cukai dikedepankan untuk mengurangi polusi.
Direktur Eksekutif Komite Penghapusan Bensin Bertimbel (KPBB) Ahmad Safrudin mengatakan skema pungutan PPnBM berdasarkan emisi gas buang tidak signifikan menekan peredaran kendaraan dengan emisi gas buang tinggi. Insentif untuk kendaraan rendah emisi pun tidak signifikan.
“Sekalipun dengan potongan PPnBM tapi dari harga jual kendaraan rendah karbon baik itu listrik maupun hybrid tetap tidak kompetitif jika dibandingkan kendaraan dengan teknologi konvensional,” katanya di Kantor KPBB, Kamis (21/3/2019).
Dengan penghitungan PPnBM sesuai rencana pemerintah, sambungnya, pungutan pajak secara nominal lebih besar mobil konvensional ketimbang hybrid. Namun, dengan biaya produksi dan teknologi yang besar, harga jual kendaraan hybrid akan tetap lebih mahal dibandingkan kendaraan konvensional.
Hal inilah yang kemudian menjadi disinsentif baik kepada masyarakat dan pabrikan. Harga jual yang tinggi membuat masyarakat enggan beralih ke kendaraan ramah lingkungan. Kemudian, dari sisi manufaktur, tidak akan ada perubahan skema produksi ke kendaraan rendah emisi.
“Untuk itu perlu terobosan carbon tax dalam bentuk cukai dengan skema feebate atau tax rebate,” paparnya.
Menurutnya, instrumen cukai lebih pas untuk mengendalikan emisi gas buang kendaraan. Bagi yang memenuhi standar emisi gas buang maka akan dikenakan cukai yang kemudian terefleksi pada harga jual.
Skema ini, menurutnya, lebih bijak dan sederhana bila pemerintah serius untuk menurunkan populasi kendaraan dengan emisi tinggi. Mekanisme pungutan juga minim pengawasan karena standar pabrikan dapat dipantau oleh pemerintah.
“Kalau dengan PPnBM untuk tekan emisi maka tidak tepat karena itu pajak yang melekat atas penggunaan kategori mewah. Cukai karbon seharusnya didorong,” imbuhnya. (kaw)
Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.