FAKTUR pajak merupakan bukti pungutan pajak yang harus dibuat Pengusaha Kena Pajak (PKP) yang melakukan penyerahan barang kena pajak (BKP) atau jasa kena pajak (JKP). Kewajiban pembuatan faktur pajak tersebut tercantum dalam Pasal 13 UU PPN.
PKP harus membuat faktur pajak sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan. Perincian ketentuan mengenai cara membuat faktur pajak tertuang dalam Perdirjen Pajak No. PER-24/PJ/2012 s.t.d.t.d. Perdirjen Pajak No. PER-17/PJ/2014.
Pasal 6 ayat (1) beleid tersebut menyatakan PKP harus membuat faktur pajak dengan menggunakan kode dan nomor seri faktur pajak (NSFP). Kode dan NSFP tersebut terdiri atas 16 digit dengan format digit ke-1 dan ke-2 merupakan kode faktur pajak.
Selanjutnya, digit ke-3 merupakan status faktur pajak (normal/penggantian). Sementara itu, digit ke-4 hingga ke-16 merupakan NSFP. Adapun kode transaksi yang berada pada dua digit pertama telah ditetapkan oleh otoritas pajak.
Kode transaksi tersebut juga dapat digunakan untuk mengidentifikasi setiap transaksi yang dilakukan PKP. Pasalnya, setiap kode transaksi telah ditetapkan peruntukannya. Lantas, bagaimana sebenarnya ketentuan dan arti dari setiap kode transaksi dalam faktur pajak?
Perincian dari arti sekaligus tata cara penggunaan kode transaksi pada faktur pajak tertuang dalam Lampiran III Perdirjen Pajak No. PER-24/PJ/2012. Berikut gambaran detail atas arti dan penggunaan dari setiap kode transaksi dalam faktur pajak.
Kode 01
Kode ini digunakan untuk penyerahan BKP dan/atau JKP yang terutang PPN dan PPN tersebut akan dipungut oleh PKP penjual yang melakukan penyerahan BKP dan/atau JKP.
Kode ini digunakan dalam hal penyerahan dilakukan atas BKP dan/atau JKP dengan sifat umum. Hal ini berarti kode ini digunakan apabila transaksi bukan penyerahan yang menggunakan DPP nilai lain, mendapat fasilitas tidak dipungut, dibebaskan, ditanggung pemerintah (DTP), dan penjualan aktiva (bukan penyerahan kode 04-09).
Contoh: PT Amarta Mebel yang sudah dikukuhkan sebagai PKP menyerahkan sejumlah mebel hasil produksinya kepada PT Utama Karya. Dengan demikian, Amarta Mebel perlu menggunakan kode 01 dalam faktur pajak di transaksi tersebut.
Kode 02
Kode ini digunakan untuk penyerahan BKP dan/atau JKP kepada pemungut PPN bendahara pemerintah yang PPN-nya dipungut oleh pemungut PPN bendahara pemerintah.
Contoh: PT Bondowoso merupakan PKP pemborong bangunan yang mendapat kontrak membangun gedung milik Kementerian Keuangan. Ketika Bondowoso menagih pembayaran pada bendahara Kementerian Keuangan, Bondowoso perlu menggunakan kode 02.
Kode 03
Kode ini digunakan untuk penyerahan BKP dan/atau JKP kepada pemungut PPN lainnya (selain bendahara pemerintah) yang PPN-nya dipungut oleh pemungut PPN lainnya (selain bendahara pemerintah).
Pemungut PPN lainnya yang dimaksud antara lain kontraktor kontrak kerja sama pengusahaan minyak dan gas, kontraktor atau pemegang kuasa/pemegang izin pengusahaan sumber daya panas bumi, dan BUMN.
Selain itu, ada pula wajib pajak lainnya yang ditunjuk sebagai pemungut PPN, termasuk perusahaan yang tunduk terhadap kontrak karya pertambangan, yang di dalam kontrak tersebut secara lex specialist ditunjuk sebagai pemungut PPN.
Contoh: PT DR Computer menyerahkan sejumlah laptop pada PT Maxi Oil -kontraktor kontrak kerja sama pengusahaan minyak bumi. Walhasil, DR Computer selaku PKP rekanan perlu menerbitkan faktur pajak dengan kode 03.
Kode 04
Kode ini digunakan untuk penyerahan BKP dan/atau JKP yang menggunakan DPP nilai lain yang PPN-nya dipungut oleh PKP penjual yang melakukan penyerahan BKP dan/atau JKP. Contoh DPP nilai lain tertuang dalam PMK 75/2010 s.t.d.t.d. PMK 121/2015.
Berdasarkan beleid tersebut DPP nilai lain di antaranya dipakai untuk pemakaian sendiri, pemberian cuma-cuma, penyerahan produk hasil tembakau, penyerahan jasa pengiriman paket, penyerahan jasa biro perjalanan wisata, dan jasa freight forwarding.
Contoh: PT Hatori menyerahkan jasa pengiriman barang milik PT Taro. Dengan demikian, Hatori perlu membuat faktur pajak dengan kode 04 atas transaksi tersebut.
Kode 05
Kode ini tidak digunakan.
Kode 06
Kode ini digunakan untuk penyerahan lainnya yang PPN-nya dipungut PKP penjual yang melakukan penyerahan BKP dan/atau JKP, dan penyerahan kepada orang pribadi pemegang paspor luar negeri (turis asing) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16E UU PPN.
Kode ini digunakan atas penyerahan BKP dan/ atau JKP selain jenis penyerahan pada kode 01 sampai dengan kode 04 dan penyerahan BKP kepada orang pribadi pemegang paspor luar negeri (turis asing), antara lain:
Contoh: PT Cindera merupakan perusahaan manufaktur yang berfokus dalam memproduksi suvenir menyerahkan barang kepada turis asing. Dengan demikian, Cindera perlu menerbitkan faktur pajak dengan kode 06.
Kode 07
Kode ini digunakan untuk penyerahan BKP dan/atau JKP yang mendapat fasilitas PPN tidak dipungut atau DTP berdasarkan peraturan khusus yang berlaku. Aturan khusus itu di antaranya tentang kawasan berikat, tempat penimbunan berikat, toko bebas bea, serta kawasan perdagangan bebas dan pelabuhan bebas.
Contoh: PT Jayabaya menyerahkan sejumlah mesin kepada PT Garmen Kita selaku perusahaan garmen di kawasan berikat. Penyerahan tersebut mendapatkan fasilitas PPN tidak dipungut. Dengan demikian, Jayabaya membuat faktur pajak dengan kode 07.
Kode 08
Kode ini digunakan untuk penyerahan BKP dan/atau JKP yang mendapat fasilitas dibebaskan dari pengenaan PPN berdasarkan peraturan khusus yang berlaku. Aturan khusus itu antara lain tentang impor yang dibebaskan PPN dan pembebasan PPN untuk perwakilan negara asing.
Contoh: PT Omega menyerahkan bibit ikan. Berdasarkan PMK 155/2001 s.t.d.t.d. PMK 31/2008 dan PMK 268/2015, bibit tersebut mendapatkan fasilitas dibebaskan.
Kode 09
Kode ini digunakan untuk penyerahan Aktiva Pasal 16D yang PPN-nya dipungut oleh PKP Penjual yang melakukan penyerahan BKP.
Contoh: PT Candra merupakan industri pakaian menjual motor yang sebelumnya digunakan untuk operasional. Dengan demikian, Candra perlu menerbitkan faktur pajak dengan menggunakan kode transaksi 09.
Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.