Suasana Rapat Dengar Pendapat (RDP) antara Komisi VI dan Bappebti Kementerian Perdagangan, Selasa (29/6/2021).
JAKARTA, DDTCNews – Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (Bappebti) menilai tarif pajak yang tinggi menjadi salah satu penyebab pertumbuhan transaksi perdagangan berjangka komoditas hingga kini masih lambat.
Kepala Bappebti Indrasari Wisnu Wardhana mengatakan tarif PPh final atas transaksi perdagangan berjangka terlampau tinggi. Menurutnya, tarif PPh final tersebut masih kalah kompetitif dibandingkan dengan bursa efek.
"Minimnya dukungan dari instansi lain dan belum kompetitifnya tarif PPh final terhadap transaksi derivatif yang saat ini sebesar 2,5%. Sementara itu, bursa efek itu hanya dikenai 0,1%," katanya dalam rapat bersama Komisi VI DPR, Selasa (29/6/2021).
Dalam menghadapi tantangan tersebut, Indrasari menuturkan Bappebti akan lebih intensif mendorong Kementerian Keuangan untuk menetapkan besaran pajak final yang lebih kompetitif dalam transaksi perdagangan berjangka komoditas.
Alasan lain yang membuat kinerja pertumbuhan transaksi perdagangan berjangka masih pelan adalah kontrak-kontrak berjangka yang ditawarkan pada bursa berjangka masih terbatas. Selain itu, informasi mengenai transaksi perdagangan berjangka juga terbatas.
Khusus pada perdagangan aset kripto, lanjutnya, hingga saat ini kelembagaan yang menyelenggarakan perdagangan juga belum terbentuk, seperti membentuk Bursa Aset Kripto, Lembaga Kliring Aset Kripto, serta Pengelola Tempat Penyimpanan Aset Kripto.
Saat ini, Indonesia telah memiliki dasar hukum untuk penyelenggaraan perdagangannya secara fisik. Misal UU 32/1997 tentang Perdagangan Berjangka Komoditi, yang diikuti peraturan pemerintah, peraturan menteri perdagangan, dan peraturan Bappebti.
Dengan pengaturan yang lebih detail, Indrasari menilai masyarakat akan mendapatkan kepastian hukum dalam perdagangan aset kripto di Indonesia. Selain itu, pengaturan juga akan memberikan perlindungan kepada pelanggan aset kripto dari kemungkinan kerugian.
"Dengan mengatur aset kripto diharapkan dapat mencegah terjadinya pencucian uang, pendanaan terorisme, serta pengembangan senjata pemusnah massal dengan penggunaan aset kripto sebagai medianya," ujarnya.
Per 25 Juni 2021, kapitalisasi pasar aset kripto di dunia telah mencapai US$1,37 triliun atau Rp19,85 kuadriliun. Sepanjang 2020, nilai transaksi kripto di Indonesia tercatat Rp64,97 triliun. Adapun pada periode Januari-Mei 2021, transaksi kripto sudah mencapai Rp370,4 triliun. (rig)
Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.