Staf Ahli Menteri Keuangan Bidang Kepatuhan Pajak Yon Arsal. (tangkapan layar)
JAKARTA, DDTCNews - Kementerian Keuangan mulai mengantisipasi potensi melambatnya pertumbuhan penerimaan pajak pada 2022 akibat kenaikan harga komoditas pada 2021. Antisipasi ini bercermin dari realisasi penerimaan pajak pada 2018 dan 2019 lalu.
Staf Ahli Menteri Keuangan Bidang Kepatuhan Pajak Yon Arsal mengatakan pada 2018 pemerintah mampu mencatatkan pertumbuhan penerimaan pajak yang cukup tinggi yakni 14,1% berkat kenaikan harga komoditas. Namun, penerimaan pajak hanya mampu tumbuh 1,4% pada 2019.
"Di tahun 2019 kita lihat risikonya cukup tinggi, dari tahun sebelumnya tumbuh 14,1% langsung drop ke 1,4%. Salah satunya karena adanya penurunan signifikan yang terjadi pada 2019," ujar Yon, Rabu (26/1/2022).
Bukan tidak mungkin hal yang sama bisa terulang pada 2021. Pada tahun 2021 penerimaan pajak tercatat mampu mencapai target untuk pertama kalinya sejak 2008. Pertumbuhan penerimaan pajak juga mampu mencapai 19,2%.
Tak dipungkiri, salah satu faktor tumbuhnya penerimaan pajak ini adalah kenaikan harga komoditas seperti tahun 2018. Kenaikan harga komoditas diproyeksikan tidak mampu memberikan manfaat yang berkelanjutan terhadap penerimaan pajak.
Setelah mendapatkan tambahan penerimaan karena kenaikan harga komoditas, penurunan harga juga bakal berimplikasi terhadap penerimaan.
"Kenaikan harga komoditas tidak akan berlangsung lama, ada periodenya," ujar Yon.
Berkat penerimaan pajak yang tumbuh signifikan, tax buoyancy pada tahun 2021 juga melesat. Yon mengatakan tax buoyancy pada tahun lalu mampu mencapai 2,11. Capaian ini bahkan lebih tinggi bila dibandingkan tahun 2018 yang hanya mencatatkan tax buoyancy sebesar 1,6. (sap)
Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.