KEBIJAKAN PAJAK

Kebijakan Pajak Masa Pemulihan Ekonomi, Begini Saran Periset

Redaksi DDTCNews | Sabtu, 28 Agustus 2021 | 14:00 WIB
Kebijakan Pajak Masa Pemulihan Ekonomi, Begini Saran Periset

Manager of DDTC Fiscal Research Denny Vissaro. (tangkapan layar)

JAKARTA, DDTCNews - Pemerintah perlu menjalankan kebijakan fiskal yang ekspansif dan terkonsolidasi secara seimbang selama periode pemulihan ekonomi tahun ini.

Manager of DDTC Fiscal Research Denny Vissaro menyampaikan kegiatan ekonomi masih membutuhkan stimulus karena pandemi Covid-19 yang belum berakhir. Pada saat yang sama, imbuhnya, pemerintah perlu meningkatkan daya tahan anggaran melalui optimalisasi penerimaan. Semua kebijakan fiskal, termasuk pemberian insentif, tidak boleh mendistorsi proses pemulihan ekonomi.

"Upaya menyeimbangkan ini menjadi tantangan yang sulit dari sisi kebijakan dan administrasi di lapangan. [Hal ini terutama] untuk melakukan seleksi mana yang berhak mendapatkan insentif dan sektor mana yang harus bayar pajak lebih banyak," katanya dalam acara Webinar Universitas Sebelas Maret (UNS) Surakarta bertajuk Pemulihan Ekonomi di Indonesia Selama Pandemi Covid-19 dari Sisi Perpajakan, Sabtu (28/8/2021).

Baca Juga:
Veteran dan Pensiunan Dapat Insentif, Setoran PBB Tetap Capai Target

Denny menjelaskan tantangan optimalisasi pajak saat ini juga mencakup persoalan fundamental yang sudah terjadi sebelum pandemi. Tantangan tersebut antara lain tingkat kepatuhan pajak yang masih rendah serta belum idealnya struktur penerimaan, khususnya dari PPh orang pribadi.

Selain itu, Denny menambahkan, desain pemberian insentif pajak perlu disesuaikan dengan perkembangan pemulihan ekonomi. Menurutnya, desain kebijakan insentif selama periode pemulihan ekonomi akan jauh berbeda dengan kebijakan relaksasi pajak dalam jangka panjang.

"Jadi dalam jangka panjang, insentif pajak tetap dibutuhkan tetapi bentuknya berbeda karena setiap fase pemulihan membutuhkan insentif pajak yang berbeda," terangnya.

Baca Juga:
Ada Kenaikan Tarif PPN, DJP Tetap Optimalkan Penerimaan Tahun Depan

Dia menambahkan upaya perombakan kebijakan perpajakan melalui UU Cipta Kerja dan RUU Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP) tidak lepas dari faktor risiko yang dihadapi pemerintah dalam jangka pendek dan panjang.

Oleh karena itu, pemerintah sudah memperhitungkan dampak yang mungkin terjadi, dengan menyesuaikan kebijakan tiap jenis. Salah satu contohnya adalah perubahan rezim PPh badan. Langkah itu dinilai sudah sejalan dengan berbagai kajian ilmiah yang menyebutkan optimalisasi penerimaan pada PPh badan akan mendistorsi proses pemulihan ekonomi.

"Maka dipilih kebijakan yang sebaliknya, dengan penurunan tarif," kata Denny.

Baca Juga:
Diperpanjang hingga 2030, Lahan Pertanian di Negara Ini Bebas Pajak

Kebijakan pajak lain yang dianggap tidak akan mengganggu proses pemulihan ekonomi adalah pengenaan pajak atas konsumsi dan properti atau kekayaan. Hal tersebut sudah dituangkan pemerintah ke dalam pembahasan RUU KUP.

Beberapa poin pembahasan di dalam RUU KUP antara lain perombakan rezim PPN dan opsi penambahan tax bracket pada pungutan PPh orang pribadi. Tujuannya adalah membuat sistem pajak menjadi lebih progresif.

Namun demikian, Denny mengatakan deretan insentif dan reformasi struktural dalam bidang perpajakan perlu diikuti dengan pemberian kepastian kepada wajib pajak. Menurutnya, kepastian menjadi muara atau indikator akhir keberhasilan berbagai kebijakan perpajakan yang dilakukan pemerintah dalam merespons pandemi Covid-19.

"Jadi kepastian harus menjadi tujuan sistem pajak pascapandemi. Ini merupakan proses jangka panjang untuk memberikan kepastian, menekan sengketa, dan memberikan rasa aman kepada wajib pajak. Sehingga tidak ada lagi kejutan bagi yang sudah patuh membayar pajak," imbuhnya. (sap)

Editor :

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

KOMENTAR
0
/1000

Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

02 September 2021 | 07:14 WIB

penyesuaian kebijakan pajak pasca pandemi harus dilakukan karena pada dasarnya pajak bersifat dinamis sehingga opsi-opsi yang dapat dilakukan harus dapat segera dilakukan

ARTIKEL TERKAIT
Senin, 23 Desember 2024 | 17:30 WIB KABUPATEN SIDOARJO

Veteran dan Pensiunan Dapat Insentif, Setoran PBB Tetap Capai Target

Senin, 23 Desember 2024 | 17:00 WIB KEBIJAKAN PAJAK

Ada Kenaikan Tarif PPN, DJP Tetap Optimalkan Penerimaan Tahun Depan

BERITA PILIHAN
Kamis, 26 Desember 2024 | 13:30 WIB CORETAX SYSTEM

Jelang Coretax Diterapkan, PKP Bakal Perlu Bikin Sertel Baru

Kamis, 26 Desember 2024 | 13:00 WIB PROVINSI JAWA TIMUR

Opsen Berlaku 2025, Pemprov Turunkan Dasar Pengenaan Pajak Kendaraan

Kamis, 26 Desember 2024 | 12:30 WIB ADMINISTRASI PAJAK

PKP Risiko Rendah Diterbitkan SKPKB, Kena Sanksi Kenaikan atau Bunga?

Kamis, 26 Desember 2024 | 11:00 WIB INFOGRAFIS PAJAK DAERAH

9 Jenis Pajak Daerah Terbaru yang Ditetapkan Pemkot Sibolga

Kamis, 26 Desember 2024 | 10:30 WIB KILAS BALIK 2024

Januari 2024: Ketentuan Tarif Efektif PPh Pasal 21 Mulai Berlaku

Kamis, 26 Desember 2024 | 10:00 WIB KEBIJAKAN PEMERINTAH

Kredit Investasi Padat Karya Diluncurkan, Plafonnya Capai Rp10 Miliar

Kamis, 26 Desember 2024 | 09:30 WIB PENGAWASAN BEA CUKAI

Libur Natal dan Tahun Baru, Bea Cukai Perketat Pengawasan di Perairan

Kamis, 26 Desember 2024 | 09:00 WIB CORETAX SYSTEM

Fitur Coretax yang Tersedia selama Praimplementasi Terbatas, Apa Saja?

Kamis, 26 Desember 2024 | 08:45 WIB BERITA PAJAK HARI INI

PPN 12 Persen, Pemerintah Ingin Rakyat Lebih Luas Ikut Bayar Pajak

Kamis, 26 Desember 2024 | 08:30 WIB KOTA BATAM

Ada Pemutihan, Pemkot Berhasil Cairkan Piutang Pajak Rp30 Miliar