JAKARTA, DDTCNews – Insentif fiskal menjadi senjata ampuh dalam menggenjot laju investasi. Hal ini terbukti pada industri hulu minyak dan gas yang bertumbuh pasca insentif fiskal digulirkan pemerintah.
Kepala Biro Komunikasi, Layanan Informasi Publik dan Kerja Sama Kementerian ESDM Agung Pribadi mengatakan setelah terbitnya Peraturan Pemerintah (PP) No.53/2017 tentang Perlakuan Perpajakan Pada Kegiatan Usaha Hulu Migas Dengan Kontrak bagi Hasil Gross Split dan PP No.27/2017 tentang Biaya Operasi Yang Dapat Dikembalikan dan Perlakuan Pajak Penghasilan di Bidang Usaha Migas memberi angin segar bagi industri ekplorasi dan produksi migas.
"Pada tahun 2017 dan 2018 sebanyak 9 blok migas telah ditetapkan sebagai pemenang lelang. Sementara 2 tahun sebelumnya tidak ada satu blok migas pun yang laku dilelang," katanya, Kamis (28/6).
Agung menjelaskan untuk kontrak skema gross split misalnya, setidaknya ada 7 insentif terkait fiskal. Empat di antaranya pada tahap eksplorasi, yaitu bebas bea masuk impor atas barang operasi migas, PPN & PPnBM tidak dipungut atas perolehan dan pemanfaatan barang dan jasa operasi migas, PPh Pasal 22 tidak dipungut atas impor barang operasi migas, dan pengurangan PBB 100%.
Tiga insentif berikutnya yaitu pemanfaatan aset bersama migas (cost sharing) tidak kena PPN, Loss Carry Forward di mana biaya operasi sebagai pengurang 'pendapatan kena pajak' diperpanjang dari 5 tahun menjadi 10 tahun, dan yang terakhir, biaya tidak langsung kantor pusat tidak dikenakan PPN.
"Yang paling besar adalah indirect tax, sekarang sampai first oil (mulai produksi), kalau dulunya 'kan hanya sampai tahap eksplorasi, pada saat eksploitasi sampai dengan first oil akan dikenakan pajak. PP 53/2017 ini sesuai dengan usulan dari kontraktor yang meminta keringanan pajak dari tahap eksplorasi sampai eksploitasi," jelasnya.
Melalui insentif ini sejak tahun 2017 hingga Juni 2018 telah ditetapkan sebanyak 25 kontrak migas dengan skema gross split. Sembilan di antaranya merupakan hasil lelang blok migas tahun 2017 dan 2018 sebagaimana diatur dalam PP No.53/2017.
Adapun komitmen pasti investasi dari 25 kontrak migas tersebut sekitar US$1 miliar atau Rp14 triliun. Angka komitmen ini diklaim Agus meningkat tajam di banding tahun-tahun sebelumnya.
"Komitmen pasti investasi US$1 miliar sangat besar. Ini adalah hasil dari upaya kita menciptakan iklim investasi migas yang menarik, dalam 2 tahun terakhir," ungkapnya.
Seperti yang diketahui, skema kontrak gross split dinilai lebih menguntungkan dibandingkan skema cost recovery. Skema gross split adalah skema dimana perhitungan bagi hasil pengelolaan wilayah kerja migas antara pemerintah dan kontraktor di perhitungkan dimuka. Melalui skema gross split, Negara akan mendapatkan bagi hasil migas dan pajak dari kegiatan eksplorasi dan eksploitasi sehingga penerimaan negara menjadi lebih pasti. (Amu)
Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.