Ilustrasi. (foto: Kemenkominfo)
JAKARTA, DDTCNews – Penerapan inovasi kepabeanan, Manifest Generasi III, dinilai akan menekan ongkos logistik. Kewajiban pencantuman NPWP juga disambut baik oleh pengusaha. Hal tersebut menjadi bahasan mayoritas media nasional pada hari ini, Selasa (8/1/2019).
Manifest Generasi III mengganti Manifest Generasi II yang sudah diimplementasikan sejak 2006. Seluruh dokumen diajukan secara online. Proses pengurusan dokumen manifes bisa dilakukan 24 jam sebelum barang datang. Dengan demikian, proses pengurusan dokumen kepabeanan lebih cepat, mudah, dan hemat biaya.
“Biaya logistik berkurang karena semua layanan sudah otomatis dan waktu bongkar muat barang (dwelling time) menjadi lebih cepat. Sekarang, kapal belum datang pun, importir sudah bisa pegang surat keluar dari pelabuhan,” jelas Dirjen Bea dan Cukai Heru Pambudi.
Berkaitan juga dengan ekspor—impor, beberapa media nasional juga menyoroti kerja sama Bank Indonesia (BI) dan Kementerian Keuangan terkait pengembangan Sistem Informasi Monitoring Devisa Terintegrasi Seketika (Simodis).
Secara teknis, Simodis mengintegrasikan aliran dokumen, aliran barang, serta aliran uang. Integrasi dilakukan melalui dokumen ekspor dan impor dari Ditjen Bea dan Cukai (DJBC), data Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) dari Ditjen Pajak (DJP), serta data incoming ekspor dan outgoing impor dari financial transaction messaging system dan bank devisa
Sesuai dengan kebijakan pemerintah, menurut Heru, akan ada insentif pajak bagi pelaku usaha yang patuh membawa devisa hasil ekspor (DHE) ke dalam negeri. Namun, bila ada pelaku usaha yang tidak membawa pulang DHE akan mendapatkan pemblokiran.
Selain dua topik tersebut, beberapa media juga masih menyoroti penggalian potensi pajak melalui media sosial yang dilakukan oleh DJP. Otoritas memiliki teknologi yang mampu merekam data media sosial dan menyandingkannya dengan pemilikan saham dan data perpajakan.
Berikut ulasan berita selengkapnya.
Dirjen Bea dan Cukai Heru Pambudi mengatakan dengan Manifest Generasi III, waktu pemrosesan dokumen bongkar muat dalam tahap pre clearance mencapai 0,8 hari. Padahal, biasanya waktu bongkar muat pada tahap itu mencapai 2-3 hari.
Adapun rata-rata dwelling time dalam tahap customs clearance pada 2018 mencapai 0,6 hari. Hal ini terjadi pada lima pelabuhan yakni Tanjung Perak, Tanjung Emas, Tanjung Priok, Belawan, dan Makassar.
Ketua Umum Asosiasi Logistik dan Forwarder Indonesia (ALFI) Yukki Nugrahawan Hanafi mengatakan penerapan Manifest Generasi III yang sudah mulai dilakukan bertahap sejak 28 Desember 2017 di Kantor Kepabeanan Jakarta dapat memberikan penurunan ongkos logistik.
“Efisiensi freight dari kegiatan pelabuhan dan bandara menghemat cost sebesar 10%-15%,” ujarnya. Adapun semua pelabuhan dan bandara internasional yang diawasi 104 kantor pabeanan mulai menerapkan sistem ini.
Wakil Ketua Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Suryadi Sasmita mengatakan kewajiban pencantuman NPWP dalam pengurusan dokumen kepabeanan pada sistem Manifest Generasi III akan memastikan semua pelaku usaha membayar pajak dengan benar.
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan pengembangan Simodis bertujuan untuk mengintegrasikan dokumen pengawasan ekspor impor dengan alur uangnya. Konsistensi dari keseluruhan alur dokumen barang dan dananya dapat memberikan gambaran yang menyeluruh.
“Untuk ekspor, ada DHE yang mandatory masuk dengan dorongan insentif perpajakan. Oleh karena itu, akurasi informasi menjadi penting,” kata Sri Mulyani.
Otoritas menargerkan pengembangan Simodis tahap kedua pada 2020 dengan fokus data perdagangan dalam e-commerce antarnegara. Tidak hanya marketplaces, data transaksi aplikasi pemutaran video, film, dan musik berlangganan juga akan ditelusuri.
Managing Partner DDTC Darussalam mengatakan persoalan rendahnya kontribusi PPh nonkaryawan yang kurang dari 1% dari total penerimaan pajak disebabkan lemahnya kepatuhan itu sendiri. Selain itu, DJP tidak memiliki informasi yang lengkap atas profil ekonomi nonkaryawan, terutama para pemilik usaha.
“AEoI [automatic exchange of information] seharusnya akan membawa pengaruh cukup signifikan dalam menggenjot penerimaan sektor PPh OP [nonkaryawan],” tuturnya.
Direktur Transformasi Teknologi Komunikasi dan Informasi DJP Iwan Djuniardi mengungkapkan teknologi Social Network Analytics (Soneta) yang dimiliki instansinya mampu membandingkan data media sosial wajib pajak (WP) dengan kewajiban perpajakannya seperti pajak penghasilan (PPh) dan pajak pertambahan nilai (PPN).
Namun, sejauh ini teknologi itu masih belum digunakan untuk menggali data WP melalui media sosial. Penggalian data WP melalui media sosial hingga saat ini baru dilakukan langsung oleh fiskus. (kaw)
Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.