BERITA PAJAK HARI INI

Ini Tujuan Pemerintah Otak-Atik Sanksi Administratif Perpajakan

Redaksi DDTCNews | Senin, 09 September 2019 | 08:52 WIB
Ini Tujuan Pemerintah Otak-Atik Sanksi Administratif Perpajakan

Ilustrasi gedung DJP.

JAKARTA, DDTCNews – Rancangan Undang-Undang (RUU) Ketentuan dan Fasilitas Perpajakan untuk Peningkatan Perekonomian masih menjadi sorotan beberapa media nasional pada hari ini, Senin (9/9/2019). Salah satu yang disoroti adalah pengaturan ulang sanksi administratif perpajakan.

Rencananya, ada 4 aspek yang akan diatur ulang. Pertama, sanksi bunga atas kekurangan bayar karena pembetulan SPT tahunan dan SPT masa. Awalnya, sanksi berupa 2% per bulan dari pajak kurang dibayar. Nantinya, sanksi per bulan akan memakai formula: (suku bunga acuan+5%)/12.

Kedua, sanksi bunga atas kekurangan bayar karena penetapan (SKP). Awalnya, sanksi sebesar 2% per bulan dari pajak kurang dibayar. Nantinya, dalam RUU, sanksi per bulan ditetapkan menggunakan formula: (suku bunga acuan+10%)/ 12. Besaran bunga per bulan dan denda ditetapkan Menkeu.

Baca Juga:
BPK Selamatkan Keuangan Negara Rp13,66 Triliun pada Semester I/2024

Ketiga, sanksi denda bagi PKP yang tidak membuat faktur pajak atau membuat faktur pajak tidak tepat waktu. Sanksi yang awalnya sebesar 2% diubah menjadi 1% dari dasar pengenaan pajak.

Keempat, sanksi denda bagi pengusaha yang tidak lapor usaha untuk dikukuhkan menjadi PKP. Selama ini tidak ada sanksi administrasi yang diberikan. Nantinya, ada sanksi sebesar 1% dari dasar pengenaan pajak. Ini menjadi bentuk kesetaraan dengan PKP yang tidak membuat faktur pajak atau membuat faktur pajak tidak tepat waktu.

“Mengenai denda untuk sanksi bunga itu sekarang kita perbaiki dan supaya lebih fair penghitungannya,” ujar Dirjen Pajak Robert Pakpahan.

Baca Juga:
Pemerintah Pusat Bakal Asistensi Pemda Terbitkan Obligasi Daerah

Selain itu, beberapa media nasional juga menyoroti skema pengadaan jasa konsultasi badan usaha untuk pembaruan sistem administrasi perpajakan. Hal ini tertuang dalam Peraturan Menteri Keuangan No.121/PMK.03/2019.

Berikut ulasan berita selengkapnya.

  • Tujuan Perubahan Sanksi Administratif

Direktur Penyuluhan Pelayanan dan Hubungan Masyarakat Ditjen Pajak Hestu Yoga Saksama mengatakan perubahan skema pengitungan sanksi administrasi tersebut dilakukan dengan dua tujuan.

Baca Juga:
Urus Pemeriksaan Bukper: Coretax Bakal Hadirkan 4 Fitur Baru

Pertama, menjaga hak negara. Pajak itu seharusnya sudah dibayar tetapi terlambat, sehingga ada cost of money yang mesti dibebankan atas keterlambatan tersebut. Kedua, untuk mengedukasi wajib pajak supaya lebih patuh.

Hal tersebut tercermin dalam tambahan komponen 5% tambahan dari suku bunga acuan. Formulasi tersebut, menurut dia, juga akan lebih adil baik dari sisi wajib pajak maupun pemerintah dibandingkan yang saat ini diratakan 2% per bulan.

  • 2 Skema Pengadaan

Dalam PMK No.121/PMK.03/2019, pemerintah menetapkan dua skema pengadaan jasa konsultasi badan udaha untuk pembaruan sistem administrasi perpajakan, yaitu berdasarkan kualitas dua sampul dan penunjukan langsung. Skema pertama ilakukan melalui seleksi internasional dan dapat diikuti oleh peserta dari dalam maupun luar negeri.

Baca Juga:
Wajah-Wajah Lama Masih Isi Tim Ekonomi Prabowo-Gibran

Selanjutnya, skema penunjukan langsung dapat dilakukan jika metode seleksi pertama, yaitu berdasarkan kualitas dua sampul dinyatakan gagal. Kegagalan bisa terjadi ketika ada kebutuhan yang tidak dapat ditunda dan tidak cukup waktu untuk pelaksanakan seleksi ulang.

  • Potensi Besar

Managing Partner DDTC Darussalam berpendapat jumlah OP yang menjalankan kegiatan usaha tercatat sangat besar. Hal ini berkorelasi dengan potensi pajaknya. Menurutnya, secara teori, PPh OP seharusnya lebih tinggi dari PPh badan.

Namun, dia melihat sektor itu belum menjadi fokus dari pemerintah karena memang tidak mudah untuk menyisirnya. Apalagi, banyak wajib pajak OP yang bergerak di sektor informal serta berskala kecil dan menengah. Mereka belum sepenuhnya dijangkau oleh sistem perpajakan.

Baca Juga:
Pencantuman NITKU Bakal Bersifat Mandatory saat Pembuatan Bukti Potong
  • Izin yang Rumit

Deputi Bidang Pengendalian Pelaksanaan Penanaman Modal Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Farrah R. Indriani mengatakan kecenderungan investor asing merelokasi usaha biasanya dimulai dari pengamatan ketersediaan lahan yang tidak tumpang tindih dan mudah didapat.

Di Indonesia, sambungnya, masalah lahan yang tumpang tindih masih ada. Selain itu, untuk mendapatkannya juga membutuhkan izin yang rumit mulai dari daerah hingga pusat. Selain itu, investor juga melihat keterbukaan menerima bidang usaha seluas-luasnya. Ini tercermin dari Daftar Negatif Investasi (DNI). (kaw)

Editor :

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

KOMENTAR
0
/1000

Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT
Selasa, 22 Oktober 2024 | 16:41 WIB IHPS I/2024

BPK Selamatkan Keuangan Negara Rp13,66 Triliun pada Semester I/2024

Selasa, 22 Oktober 2024 | 09:00 WIB BERITA PAJAK HARI INI

Pemerintah Pusat Bakal Asistensi Pemda Terbitkan Obligasi Daerah

Senin, 21 Oktober 2024 | 14:32 WIB CORETAX SYSTEM

Urus Pemeriksaan Bukper: Coretax Bakal Hadirkan 4 Fitur Baru

Senin, 21 Oktober 2024 | 09:15 WIB BERITA PAJAK HARI INI

Wajah-Wajah Lama Masih Isi Tim Ekonomi Prabowo-Gibran

BERITA PILIHAN
Selasa, 22 Oktober 2024 | 21:45 WIB LEMBAGA LEGISLATIF

Sah! Misbakhun Terpilih Jadi Ketua Komisi XI DPR 2024-2029

Selasa, 22 Oktober 2024 | 21:00 WIB KEBIJAKAN PAJAK

PPN Mestinya Naik Tahun Depan, Gerindra akan Bahas Bareng Kemenkeu

Selasa, 22 Oktober 2024 | 17:30 WIB KPP PRATAMA JAMBI TELANAIPURA

WP Gagal Daftar LPSE karena KSWP Tidak Valid, Gara-Gara Tak Lapor SPT

Selasa, 22 Oktober 2024 | 17:06 WIB LEMBAGA LEGISLATIF

DPR Tetapkan Daftar Mitra Kerja untuk Komisi XII dan Komisi XIII

Selasa, 22 Oktober 2024 | 16:41 WIB IHPS I/2024

BPK Selamatkan Keuangan Negara Rp13,66 Triliun pada Semester I/2024

Selasa, 22 Oktober 2024 | 16:30 WIB KANWIL DJP JAWA TIMUR II

Pakai Faktur Pajak Fiktif, Dirut Perusahaan Akhirnya Ditahan Kejari

Selasa, 22 Oktober 2024 | 16:00 WIB TIPS PAJAK DAERAH

Cara Daftarkan Objek Pajak Alat Berat di DKI Jakarta secara Online

Selasa, 22 Oktober 2024 | 15:30 WIB AUSTRALIA

Bikin Orang Enggan Beli Rumah, Australia Bakal Hapus BPHTB

Selasa, 22 Oktober 2024 | 14:00 WIB KP2KP SIDRAP

Ubah Kata Sandi Akun Coretax, Fiskus: Tak Perlu Cantumkan EFIN