Ketua Bidang Keuangan dan Perbankan BPP Hipmi Ajib Hamdani (kiri) dan Dosen Perpajakan FIA UB Damas Dwi Anggara dalam webinar bertajuk Strategi Menjaga Stabilitas Perekonomian pada Masa New Normal Melalui Pendekatan Fiskal yang diselenggarakan Himapajak FIA UB, Sabtu (26/9/2020)
MALANG, DDTCNews – Kebijakan pajak yang ditempuh untuk menjaga stabilitas perekonomian pada masa new normal harus memperhatikan kondisi pelaku usaha. Selain itu, setiap kebijakan yang disusun harus tetap memprioritaskan sektor kesehatan agar penyebaran Covid-19 dapat terkendali
Ketua Bidang Keuangan dan Perbankan BPP Hipmi Ajib Hamdani memaparkan 5 temuan masalah utama tentang insentif fiskal yang dihadapi masyarakat dan pelaku usaha. Ajib berharap temuan ini dapat dielaborasi dalam kajian akademis yang dapat diberikan kepada pemerintah.
“Agar pemerintah dapat memperoleh masukan yang konstruktif dari dunia usaha dan dunia akademik,” ungkap Ajib dalam webinar bertajuk Strategi Menjaga Stabilitas Perekonomian pada Masa New Normal Melalui Pendekatan Fiskal yang diselenggarakan Himapajak FIA UB, Sabtu (26/9/2020)
Adapun 5 temuan permasalahan tersebut antara lain pertama, minimnya literasi pajak. Kedua, kesulitan mengakses atau menjangkau layanan terutama pada masa pembatasan sosial berskala besar (PSBB). Ketiga, kekhawatiran atas tindakan otoritas pajak pascapandemi.
Keempat, asimetri informasi tentang kebijakan insentif pajak pada instansi di luar DJP, misalnya dinas dan pemerintah daerah. Kelima, pemberian Surat Permintaan Penjelasan atas Data dan/atau Keterangan (SP2DK) dan permintaan pembetulan yang masih dijalankan DJP.
Berdasarkan temuan permasalahan tersebut, Ajib menjabarkan 4 usulan. Pertama, memberi insentif untuk semua sektor dan klasifikasi lapangan usaha (KLU). Kedua, memberi insentif dan relaksasi tanpa mengedepankan intensifikasi di lapangan.
Ketiga, melibatkan dunia usaha dalam program pemerintah sebagai mitra yang didukung regulasi. Keempat, mengalokasikan insentif yang memberikan ruang fleksibilitas semaksimal mungkin sampai dengan 2022.
Dosen Perpajakan FIA UB Damas Dwi Anggoro memaparkan tinjauan teoretis atas kebijakan pajak pada masa pandemi Covid-19. Menurutnya, kebijakan fiskal yang tepat pada masa penurunan ekonomi adalah kebijakan yang ekspansif ketimbang kebijakan yang kontradiktif.
Damas selanjutnya memaparkan 5 opsi kebijakan pajak selama krisis yang dapat ditempuh pemerintah berdasarkan beberapa literatur. Pertama, menurunkan tarif pajak atau membebaskan jenis pajak tertentu untuk pelaku usaha secara temporer.
Kedua, memperpanjang penangguhan pajak untuk mendukung keuangan perusahaan. Ketiga, menangguhkan pembayaran pajak pertambahan nilain (PPN) dan fleksibilitas lain yang bersifat sementara. Keempat, mempercepat pengembalian dana PPN untuk meningkatkan arus kas perusahaan
Kelima, supply side tax policy. Pemerintah diharapkan memberikan kebijakan pajak dalam bentuk lain yang dapat memberikan keleluasaan bagi wajib pajak untuk meningkatkan produktivitas. Namun, dia menekankan penanganan krisis kesehatan tetap harus menjadi prioritas.
“Sebaik-baiknya kebijakan moneter dan fiskal, jika kita tidak mampu mengendalikan covid-19 justru akan menjadi ongkos yang mahal dan ekonomi pun akan terus terpuruk. Oleh karena itu, strategi yang paling pertama adalah terkait dengan pengendalian virus, berikutnya baru kebijakan fiskal maupun moneter,” pungkasnya.
Adapun seminar nasional ini merupakan puncak dari rangkaian acara Tax Series. Agenda ini diselenggarakan secara daring melalui platform Zoom Meeting dan live streaming Youtube Himapajak Official. (kaw)
Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.
Apakah hasil adsense juga harus dilaporkan ke pajak ? karena saya memiliki situs <a href="https://vexagame.com">vexagame.com</a> yang sumber pendapatannya dari adsense
Benar sekali bahwa tugas pertama pemerintah adalah menanggulangi masalah kesehatan dan mitigasi risiko di sektor kesehatan terkait Covid-19. Kebijakan insentif fiskal tidak akan pernah bisa optimal selama sumber masalah utamanya yaitu virus Covid-19 tidak ditangani dengan baik.