BERITA PAJAK HARI INI

Ini Saran Bank Dunia Untuk Ekonomi Indonesia

Redaksi DDTCNews | Rabu, 18 Januari 2017 | 09:25 WIB
Ini Saran Bank Dunia Untuk Ekonomi Indonesia

JAKARTA, DDTCNews – Pertumbuhan ekonomi Indonesia tahun ini masih dibayangi oleh berbagai risiko yang cukup besar. Bahkan, ada potensi realisasi pertumbuhan ekonomi 2017 akan melambat dari tahun lalu. Kabar tersebut menjadi topik utama sejumlah media nasional pagi ini, Rabu (18/17).

Laporan Ekonomi Kuartalan Bank Dunia terbaru menunjukkan Indonesia perlu lebih mewaspadai risiko dalam negeri, selain dari eksternal. Risiko tersebut kemungkinan adalah target penerimaan pajak yang tidak akan tercapai.

Kepala Perwakilan Bank Dunia untuk Indonesia Rodrigo Chaves mengatakan pemerintah harus mendorong agar penerimaan pajak 2017 dapat tercapai sesuai target. Ia menambahkan saat ini kredibilitas fiskal Indonesia telah membaik seiring dengan penetapan sasaran penerimaan yang lebih realistis dalam APBN 2017.

Baca Juga:
Pemerintah Pusat Bakal Asistensi Pemda Terbitkan Obligasi Daerah

Kendati demikian, Bank Dunia melihat perlu adanya perbaikan kualitas belanja, baik di tingkat pusat maupun daerah. Cara ini dinilai dapat membantu pemerintah meningkatkan pelayanan publik dan mencapai tujuan pembangunan dengan tetap mempertahankan reformasi pada penerimaan negara.

Kabar lainnya datang dari potensi pajak sebesar Rp20,1 triliun diperkirakan hilang akibat adanya kebijakan kenaikan penghasilan tidak kena pajak (PTKP). Berikut ulasan ringkas beritanya:

  • PTKP Naik, Rp20,1 T dari Potensi Pajak Hilang

Direktorat Jenderal (Ditjen) Pajak menyatakan pemerintah kehilangan potensi penerimaan negara sebesar Rp20,1 triliun pada tahun 2016. Kehilangan tersebut disebabkan dari penyesuaian PTKP yang mulai diterapkan pada Juni 2016. Tahun lalu, pemerintah menaikkan PTKP dari Rp36 juta per tahun menjadi Rp54 juta per tahun. Direktur Jenderal (Dirjen) Pajak Ken Dwijugiasteadi mengatakan kenaikan ini awalnya dimaksudkan agar dapat meningkatkan daya beli masyarakat untuk membeli barang konsumsi rumah tangga.

Baca Juga:
Wajah-Wajah Lama Masih Isi Tim Ekonomi Prabowo-Gibran
  • Jika Mangkir, Google Akan Dikenakan Tarif Pajak 400%

Ditjen Pajak akan melakukan pemanggilan kembali kepada Google Asia Pacific, Pte Ltd pada Kamis, (19/1). Hal ini dikarenakan sampai saat ini Google tidak juga mengindahkan permintaan Ditjen Pajak untuk menyerahkan dokumen secara lengkap. Berdasarkan hasil investigasi yang pernah dilakukan, Ditjen Pajak menemukan bahwa Google memiliki sekitar 140 unit dedicated catch server di Indonesia yang dapat dikenakan pajak. Dirjen Pajak Ken Dwijugiasteadi menegaskan jika Google masih mangkir, maka pihaknya akan meningkatkan status pemeriksaan dari bukti permulaan menjadi tahap penyidikan. Dalam level penyidikan, Google akan dikenakan tarif pajak hingga 400%.

  • Pencairan Restitusi Pajak Naik

Alih-alih mengalami penurunan penerimaan pajak, realisasi pencairan restitusi pada 2016 justru mengalami kenaikan 6,3% dibandingkan dengan posisi pada tahun sebelumnya. Kondisi tersebut berlangsung di tengah implementasi kebijakan amnesti pajak. Direktur Potensi, Kepatuhan dan Penerimaan Pajak Yon Arsal mengatakan realisasi pencairan restitusi pada 2016 mencapai Rp101 triliun, lebih tinggi dibanding dengan pencapaian sebelumnya sebesar Rp95 triliun. Dari total pencairan restitusi tersebut, sekitar 60%-nya berasal dari pos penerimaan pajak pertambahan nilai (PPN).

  • Afiliasi Domestik Wajib Melaporkan TP Doc

Ditjen Pajak menyatakan kewajiban transfer pricing documentations (TP Doc) tidak hanya diberlakukan untuk transaksi afiliasi lintas negara saja, tetapi juga untuk domestik. Pengamat pajak dari DDTC, Bawono Kristiaji mengatakan bahwa kasus penghindaran pajak terkait dengan transaksi afiliasi tidak hanya terjadi dalam kasus transaksi lintas negara saja, tetapi juga terjadi dalam lingkup domestik dengan kondisi-kondisi tertentu. Dengan demikian, TP Doc justru seharusnya dijadikan sarana bagi wajib pajak dalam lingkup domestik untuk membuktikan ada atau tidaknya upaya penghindaran pajak.

Baca Juga:
Konsumsi Kelas Menengah Stabil, Ekonomi Diprediksi Tumbuh di Atas 5%
  • Produsen Plastik Ragukan Efektifitas Cukai Plastik

Produsen plastik meragukan efektivitas penerapan cukai plastik dengan tarif berlapis berdasarkan sistem produksi daur ulang. Implementasi tarif bagi resin plastik impor dan pembangunan sistem manajemen sampah yang lebih baik dinilai justru lebih efektif untuk diterapkan. Sekretaris Jenderal Asosiasi Industri Aromatik, Olefin, dan Plastik, Fajar Budiyono mengatakan penerapan sistem daur ulang dan resin plastik sulit dikenali tanpa adanya pengawasan yang ketat dan berkesinambungan.

  • Tarif Bea Keluar Ekspor Terbit Pekan Depan

Kementerian Keuangan masih melakukan kajian terkait usulan kenaikan tarif bea keluar atas ekspor mineral mentah yang diusulkan Kementerian ESDM. Kemenkeu menargetkan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) tersebut akan terbit paling lambat pekan depan. Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Suahasil Nazara mengatakan secara prinsip, tarif bea keluar baru yang akan ditetapkan nantinya bertujuan untuk mendorong hilirisasi melalui pemurnian di dalam negeri, bukan semata-mata untuk meningkatkan penerimaan negara saja. Oleh karena itu, mekanisme tarif progresif yang dikenakan akan berdasarkan pada perkembangan pembangunan smelter. (Amu)

Editor :

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

KOMENTAR
0
/1000

Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT
Selasa, 22 Oktober 2024 | 09:00 WIB BERITA PAJAK HARI INI

Pemerintah Pusat Bakal Asistensi Pemda Terbitkan Obligasi Daerah

Senin, 21 Oktober 2024 | 09:15 WIB BERITA PAJAK HARI INI

Wajah-Wajah Lama Masih Isi Tim Ekonomi Prabowo-Gibran

Sabtu, 19 Oktober 2024 | 14:00 WIB PEREKONOMIAN INDONESIA

Konsumsi Kelas Menengah Stabil, Ekonomi Diprediksi Tumbuh di Atas 5%

Sabtu, 19 Oktober 2024 | 11:30 WIB BERITA PAJAK SEPEKAN

Kejar Kepatuhan Pajak Pelaku UMKM, DJP Perluas ‘Pendampingan’ BDS

BERITA PILIHAN
Selasa, 22 Oktober 2024 | 21:45 WIB LEMBAGA LEGISLATIF

Sah! Misbakhun Terpilih Jadi Ketua Komisi XI DPR 2024-2029

Selasa, 22 Oktober 2024 | 21:00 WIB KEBIJAKAN PAJAK

PPN Mestinya Naik Tahun Depan, Gerindra akan Bahas Bareng Kemenkeu

Selasa, 22 Oktober 2024 | 17:30 WIB KPP PRATAMA JAMBI TELANAIPURA

WP Gagal Daftar LPSE karena KSWP Tidak Valid, Gara-Gara Tak Lapor SPT

Selasa, 22 Oktober 2024 | 17:06 WIB LEMBAGA LEGISLATIF

DPR Tetapkan Daftar Mitra Kerja untuk Komisi XII dan Komisi XIII

Selasa, 22 Oktober 2024 | 16:41 WIB IHPS I/2024

BPK Selamatkan Keuangan Negara Rp13,66 Triliun pada Semester I/2024

Selasa, 22 Oktober 2024 | 16:30 WIB KANWIL DJP JAWA TIMUR II

Pakai Faktur Pajak Fiktif, Dirut Perusahaan Akhirnya Ditahan Kejari

Selasa, 22 Oktober 2024 | 16:00 WIB TIPS PAJAK DAERAH

Cara Daftarkan Objek Pajak Alat Berat di DKI Jakarta secara Online

Selasa, 22 Oktober 2024 | 15:30 WIB AUSTRALIA

Bikin Orang Enggan Beli Rumah, Australia Bakal Hapus BPHTB

Selasa, 22 Oktober 2024 | 14:00 WIB KP2KP SIDRAP

Ubah Kata Sandi Akun Coretax, Fiskus: Tak Perlu Cantumkan EFIN