BERITA PAJAK HARI INI

Ini Rencana Rasionalisasi Pajak Daerah dalam Omnibus Law

Redaksi DDTCNews | Senin, 10 Februari 2020 | 07:52 WIB
Ini Rencana Rasionalisasi Pajak Daerah dalam Omnibus Law

Ilustrasi gedung Kemenkeu.

JAKARTA, DDTCNews – Rasionalisasi pajak daerah yang rencananya masuk dalam omnibus law perpajakan menjadi bahasan media nasional pada hari ini, Senin (10/2/2020).

Dalam draf Rancangan Undang-Undang (RUU) Ketentuan dan Fasilitas Perpajakan untuk Penguatan Perekonomian yang beredar, pengaturan mengenai pajak daerah berupa dua aspek.

Pertama, penentuan tarif tertentu atas pajak daerah yang berlaku secara nasional oleh pemerintah pusat. Kedua, pelaksanaan evaluasi terhadap peraturan daerah (Perda) yang menghambat kemudahan dalam berusaha.

Baca Juga:
Coretax Diterapkan 1 Januari 2025, PKP Perlu Ajukan Sertel Baru

Adapun pelaksanaan evaluasi terhadap Perda yang menghambat kemudahan dalam berusaha dijalankan melalui dua jalur. Pertama, evaluasi atas rancangan Perda provinsi/kabupaten/kota mengenai pajak daerah dan retribusi daerah.

Kedua, evaluasi atas perda mengenai pajak daerah dan retribusi daerah dan peraturan pelaksanaannya yang telah ditetapkan.

Selain itu, sejumlah media nasional juga menyoroti terkait rencana renegosiasi perjanjian penghindaran pajak berganda (P3B) Indonesia dan Korea Selatan. Renegosiasi secara bilateral ini rencananya akan diselesaikan pada April 2020.

Baca Juga:
PPN 12 Persen, Pemerintah Ingin Rakyat Lebih Luas Ikut Bayar Pajak

Berikut ulasan berita selengkapnya.

  • Penentuan Tarif

Dalam rancangan omnibus law perpajakan, pemerintah pusat dapat menetapkan tarif tertentu yang berbeda dengan tarif pajak daerah yang ditetapkan dalam Perda. Penetapan tarif dilakukan melalui penerbitan peraturan presiden (Perpres).

Pemerintah daerah menetapkan tarif yang ditetapkan dalam Perpres paling lama 3 bulan setelah Perpres ditetapkan. (Bisnis Indonesia/DDTCNews)

Baca Juga:
Tahap Pra-Implementasi Aplikasi Coretax, DJP Imbau WP Soal Ini
  • Evaluasi Rancangan Perda

Rancangan Perda provinsi/kabupaten/kota mengenai pajak daerah dan retribusi daerah yang telah disetujui bersama DPRD, sebelum ditetapkan oleh gubernur/bupati/walikota, wajib disampaikan kepada Menteri Keuangan dan Menteri Dalam Negeri untuk dievaluasi.

Evaluasi dilakukan untuk menguji kesesuaian antara rancangan Perda dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi dan kebijakan fiskal nasional. Jika sesuai, proses penetapan rancangan Perda bisa dilanjutkan. Namun, jika tidak sesuai, rancangan Perda harus disesuaikan terlebih dahulu dengan hasil evaluasi.

Perda dan aturan pelaksanaannya yang telah ditetapkan wajib disampaikan kepada Menteri Keuangan dan Menteri Dalam Negeri paling lama 7 hari kerja setelah ditetapkan. (Bisnis Indonesia/DDTCNews)

Baca Juga:
Coretax Berlaku 2025, DJP Online Tetap Bisa Digunakan Sementara
  • Pengawasan dan Sanksi

Menteri Keuangan dapat melakukan pengawasan terhadap Perda di bidang pajak daerah dan retribusi daerah, beserta aturan pelaksanaannya melalui evaluasi. Jika Perda dinyatakan menghambat kemudaha berusaha, pemerintah daerah wajib melakukan perubahan Perda dan/atau aturan pelaksanaannya paling lama 6 bulan sejak hasi evaluasi terbit

Jika pemerintah daerah tidak menyampaikan Perda atau tidak melakukan perubahan Perda dan/atau aturan pelaksanaan, Menteri Keuangan dapat memberikan sanksi berupa penundaan dan/atau pemotongan dana transfer ke daerah dan/atau sanksi lain sesuai peraturan perundang-undangan.

Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara evaluasi rancangan Perda, pengawasan pelaksaaan Perda, dan pengenaan sanksi akan diatur dalam Peraturan Pemerintah. (Bisnis Indonesia/DDTCNews)

Baca Juga:
Jelang Peluncuran, Sri Mulyani Cek Staf yang Lembur Selesaikan Coretax
  • Tinggal Finalisasi

Direktur Perpajakan Internasional Ditjen Pajak (DJP) John Hutagaol mengatakan renegosiasi P3B Indonesia dan Korea Selatan dilakukan secara bilateral. Cara ini dinilai lebih memiliki cakupan yang luas dan fleksibel.

“Ini merupakan lanjutan negosiasi Indonesia dengan Korea Selatan yang sudah berjalan sejak beberapa tahun ke belakang. Tinggal finalisasi,” katanya.

Dalam renegosiasi bilateral Indonesia dan Korea Selatan, ada 4 tarif yang akan diubah. Pertama, dividen dari 20% menjadi 10%-15%. Kedua, branch profit tax dari 20% menjadi 10%. Ketiga, interest tax dari 20% menjadi 10%. Keempat, royalti dari 20% menjadi 10%. Semuanya masih bisa berubah tergantung kesepakatan. (Kontan)

Baca Juga:
Jasa Layanan QRIS Kena PPN 12%, Pembeli Tak Kena Beban Pajak Tambahan
  • PPh Final di Bursa Berjangka

Pemerintah akan memangkas tarif pajak penghasilan (PPh) final atas transaksi derivatif di perdagangan berjangka komoditas. Tarif akan disamakan dengan pengenaan pajak dalam transaksi penjualan saham di Bursa Efek Indonesia. (Bisnis Indonesia)

  • Dirjen Pajak Minta WP Tak Khawatir

Dirjen Pajak Suryo Utomo mengatakan penambahan KPP Madya untuk meningkatkan efektivitas dan efisiensi pengawasan kepada wajib pajak (WP). Dia pun meminta pengusaha tidak khawatir jika dipindahkan dari KPP Pratama ke KPP Madya, bahkan sampai nekat mengurangi pendapatannya.

Penambahan jumlah KPP Madya akan berdampak pada pemindahan pelayanan sejumlah WP dari KPP Pratama ke KPP madya. Dengan kebijakan itu, Suryo memastikan pelayanan untuk WP di KPP Madya juga bisa lebih baik. Alasannya, jumlah WP yang diawasi di tiap KPP Madya tak akan terlalu banyak. Simak artikel 'Mau Tahu Cara Penetapan WP yang Masuk KPP Madya? Lihat di Sini'. (DDTCNews) (kaw)


Editor :

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

KOMENTAR
0
/1000

Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT
Jumat, 27 Desember 2024 | 09:07 WIB BERITA PAJAK HARI INI

Coretax Diterapkan 1 Januari 2025, PKP Perlu Ajukan Sertel Baru

Kamis, 26 Desember 2024 | 08:45 WIB BERITA PAJAK HARI INI

PPN 12 Persen, Pemerintah Ingin Rakyat Lebih Luas Ikut Bayar Pajak

Rabu, 25 Desember 2024 | 08:00 WIB BERITA PAJAK HARI INI

Tahap Pra-Implementasi Aplikasi Coretax, DJP Imbau WP Soal Ini

Selasa, 24 Desember 2024 | 09:07 WIB BERITA PAJAK HARI INI

Coretax Berlaku 2025, DJP Online Tetap Bisa Digunakan Sementara

BERITA PILIHAN
Jumat, 27 Desember 2024 | 14:00 WIB KELAS PPN

Konsep PPN, Deviasi, dan Isu Kenaikan PPN 12%

Jumat, 27 Desember 2024 | 13:30 WIB UU HKPD

Berlaku Mulai 5 Januari 2025, Begini Penghitungan Opsen Pajak

Jumat, 27 Desember 2024 | 12:30 WIB LAPORAN BELANJA PERPAJAKAN

Masih Ada Fasilitas Kepabeanan Tak Dimanfaatkan, DJBC Beri Penjelasan

Jumat, 27 Desember 2024 | 12:00 WIB PMK 81/2024

Catat! Dokumen WP Badan Era Coretax Diteken Pakai Sertel Pengurus

Jumat, 27 Desember 2024 | 11:30 WIB PMK 168/2023

Penghitungan PPh 21 Pegawai Tidak Tetap untuk Masa Pajak Desember

Jumat, 27 Desember 2024 | 11:00 WIB INFOGRAFIS PAJAK

Analisis Kesebandingan dalam Tahapan Penerapan PKKU

Jumat, 27 Desember 2024 | 10:45 WIB KEBIJAKAN PEMERINTAH

Jamin Stimulus Ekonomi Efektif, Birokrasi Penyaluran Perlu Dipermudah

Jumat, 27 Desember 2024 | 10:30 WIB KILAS BALIK 2024

Maret 2024: Pemerintah Rilis Ketentuan Baru terkait Akuntansi Koperasi

Jumat, 27 Desember 2024 | 10:00 WIB KEBIJAKAN KEPABEANAN DAN CUKAI

Reformasi Berkelanjutan DJBC, Kolaborasi Lintas Sektor Jadi Kunci

Jumat, 27 Desember 2024 | 09:30 WIB ADMINISTRASI PAJAK

Tahun Baru, PTKP Baru? Catatan bagi yang Baru Menikah atau Punya Anak