Dirjen Bea Cukai Heru Pambudi.
JAKARTA, DDTCNews – Hingga 19 April 2020, Ditjen Bea dan Cukai (DJBC) telah memberikan pembebasan bea masuk dan pajak impor alat-alat kesehatan untuk penanganan virus Corona senilai Rp170 miliar.
Dirjen Bea Cukai Heru Pambudi mengatakan pembebasan bea masuk dan pajak impor tersebut berasal dari importasi berbagai alat kesehatan seperti test kit, masker, dan alat pelindung diri (APD) senilai Rp762,6 miliar. Pembebasan diberikan sejak 13 Maret 2020.
"Segera setelah pemerintah mengumumkan wabah ini, kami maksimalkan PMK-PMK tentang pembebasan impor alat kesehatan oleh pemerintah, termasuk TNI/Polri dan yayasan," katanya melalui konferensi video, Rabu (22/4/2020).
Jika dirinci, nilai pembebasan bea masuk sekitar Rp67,2 miliar, pembebasan pajak pertambangan nilai (PPN) dan pajak penjualan atas barang mewah (PPnBM) Rp82,9 miliar, dan pembebasan pungutan PPh Pasal 22 impor Rp20,6 miliar.
Heru mengatakan pembebasan bea masuk dan pajak impor alat kesehatan diberikan pada pemerintah daerah dan yayasan, yang masing-masing sebesar 47%. Sementara pembebasan bea masuk dan pajak impor kepada perusahaan atau perorangan hanya 6%.
Ketentuan yang mengatur pembebasan bea masuk dan pajak impor tersebut yakni Peraturan Menteri Keuangan (PMK) nomor 171/PMK.04/2019 yang membebaskan impor barang untuk keperluan kesehatan dari bea masuk. Fasilitas itu digunakan oleh pemerintah pusat, pemerintah daerah, dan badan layanan umum.
Kemudian pada yayasan atau organisasi sosial, yang diatur dalam PMK 70/2012 yang membebaskan impor barang kiriman atau hibah dari bea masuk. Ada pula fasilitas fiskal yang digunakan oleh pemegang izin pengusaha kawasan berikat.
Semua proses permohonan pembebasan bea masuk dan pajak impor juga dibuat sederhana, melalui sistem online pada laman Indonesia National Single Window. Permohonan akan langsung disetujui oleh Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) sebagai ketua gugus tugas penanganan Covid-19.
Heru menambahkan kebijakan pembebasan bea masuk dan pajak impor alat kesehatan kini juga bisa dinikmati perusahaan untuk tujuan komersial, dari yang sebelumnya terbatas pada tujuan nonkomersial. Ketentuan itu diatur dalam PMK 34/2020 untuk menjamin ketersediaan alat kesehatan di pasar.
"Pemerintah memberi relaksasi tambahan dengan harapan harga di pasar kalau memang ada yang beli, relatif bisa ditekan dan terjangkau oleh masyarakat," ujarnya.
Per 19 April 2020, DJBC juga mencatat jutaan unit alat kesehatan yang diimpor ke Indonesia. Berdasarkan jenisnya, ada 3,26 juta test kit, 1,95 juta APD, dan 390.300 obat-obatan. Selain itu, ada 1,49 juta perlengkapan rumah sakit, 17,1 juta masker, dan lainnya 422.200 unit.
Adapun jika dilihat berdasarkan negara asalnya, kebanyakan berasal dari China, yakni 63,17% dari total impor. Setelah itu, ada impor dari Hong Kong 8,18%, Jepang 4,79%, Singapura 4,69%, dan Korea Selatan 1,64%. (kaw)
Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.