Pegawai membersihkan kaca akuarium di Pangandaran Integrated Aquarium and Marine Research Institute di kawasan Pelabuhan Pendaratan Ikan Cikidang, Babakan, Kabupaten Pangandaran, Jawa Barat, Jumat (12/6/2020). Kepala Badan Kebijakan Fiskal Kemenkeu Febrio Kacaribu mengatakan setidaknya terdapat lima aspek yang harus dikalkulasi pemerintah sebelum implementasi insentif pajak kegiatan litbang. (ANTARA FOTO/Adeng Bustomi/wsj)
JAKARTA, DDTCNews - Kementerian Keuangan membeberkan beberapa alasan belum merilis payung hukum implementasi insentif supertax deduction kegiatan penelitian dan pengembangan (litbang) dalam Peraturan Pemerintah No.45/2019.
Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kemenkeu Febrio Kacaribu mengatakan kerangka kerja pemberian insentif pajak kegiatan litbang terdiri banyak faktor.
Setidaknya terdapat lima aspek yang harus dikalkulasi pemerintah sebelum mengimplementasikan insentif pajak kegiatan litbang. Pertama, kebijakan harus dibuat secara detail dan dengan target yang jelas.
"Skema yang lebih tertarget adalah ditujukan kepada kegiatan litbang tertentu dan mengenal adanya gradasi fasilitas berdasarkan potensi kegiatan riset yang dilakukan," katanya dalam acara webinar Apindo, Jumat (19/6/2020).
Kedua, kebijakan insentif pajak kegiatan litbang harus mempunyai kriteria, besaran dan syarat yang diatur secara jelas. Dengan demikian, dapat menekan potensi terjadinya kebijakan yang bersifat diskresi dari pembuat kebijakan.
Ketiga, insentif pajak litbang diatur dalam bingkai administrasi yang mumpuni mulai dari mekanisme kontrol, kewajiban WP menyampaikan laporan hingga menghitung besaran belanja perpajakan yang sudah dilakukan pemerintah.
Keempat, kebijakan insentif diarahkan untuk menjaga keseimbangan antara kesinambungan penerimaan negara tanpa harus mengurangi minat pelaku usaha untuk melakukan kegiatan litbang.
Kelima, kebijakan insentif pajak untuk kegiatan litbang agar tidak menimbulkan moral hazard baik dari sisi otoritas dan juga penerima manfaat.
Kelima faktor tersebut dilakukan Kemenkeu agar fasilitas fiskal yang diberikan untuk kegiatan litbang memberikan nilai tambah ekonomi yang dinikmati Indonesia alias hasil litbang berupa paten atau royalti tetap berada di Indonesia dan tidak terbang ke negara lain.
"Jadi penting untuk memastikan additional economic value added dari kegiatan litbang dinikmati di sini dalam bentuk efisiensi biaya produksi, nilai tambah dari penjualan produk baru hingga royalti atas penjualan hak pakai," imbuhnya. (Bsi)
Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.