IMPORTASI BARANG KIRIMAN

Ini 3 Modus Kecurangan yang Diendus Bea Cukai

Kurniawan Agung Wicaksono | Rabu, 14 November 2018 | 14:55 WIB
Ini 3 Modus Kecurangan yang Diendus Bea Cukai

Ilustrasi. (foto: alizand2285.blogfa)

JAKARTA, DDTCNews – Pemerintah telah memperketat ketentuan sekaligus menurunkan ambang bataspembebasan bea masuk dan pajak impor atas barang kiriman. Dari langkah ini, ternyata Ditjen Bea Cukai (DJBC) sudah mengidentifikasi modus kecurangan yang sering muncul.

Melalui akun Instagram DJBC, setidaknya ada tiga modus kecurangan yang sering terjadi dalam proses barang kiriman. Namun, modus kecurangan itu diyakini sudah dapat diatasi dengan ketentuan terbaru dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No. 112/PMK.04/2018.

Pertama, modus splitting. Dalam modus ini, pembeli di dalam negeri meminta agar penjual yang ada di luar negeri memecah paket sesuai dengan ambang batas pembebasan (de minimis value). Misalnya, harga keseluruhan barang seharusnya US$150, tapi dipecah menjadi 3 paket dengan harga masing-masing menjadi US$50.

Baca Juga:
NIB Pelaku Usaha Bisa Berlaku Jadi ‘Kunci’ Akses Kepabeanan, Apa Itu?

Sekarang, dengan ketentuan baru, DJBC menyakini praktik splitting akan dikenali sehingga pemberian pembebasan bea masuk dan pajak impor benar-benar untuk orang yang tepat. Sebelumnya, ambang batas US$100 per penerima. Dengan ketentuan yang baru, ambang batas menjadi US$75 per hari per penerima.

Kedua, modus under-valuation/ under-invoicing. Berbeda dengan modus splitting, modus kali ini langsung dijalankan dengan memalsu deklarasi nilai barang kiriman. Nilai barang yang sejatinya US$150 dideklarasikan hanya US$75 untuk mendapatkan fasilitas pembebasan perpajakan.

Untuk modus ini, DJBC akan menggunakan database harga barang serta mencocokkan invoice yang tertera dengan link penjualan asli serta bukti bayar. Dengan demikian, otoritas akan mengetahui dengan pasti nilai yang sebenarnya.

Baca Juga:
Masih Ada Fasilitas Kepabeanan Tak Dimanfaatkan, DJBC Beri Penjelasan

Ketiga, modus misdeclaration. Dalam modus ini, ada upaya untuk memberikan keterangan jenis barang yang tidak sesuai. Misalnya, barang yang dikirim sebenarnya adalah smartphone, tapi dideklarasikan sebagai mainan anak. Ini dilakukan untuk menghindari beberapa ketentuan khusus.

Untuk memerangi modus kecurangan ini, DJBC akan memeriksa setiap barang kiriman untuk mencocokkan dokumen pemberitahuan dengan fisik barang kiriman. Tidak tanggung-tanggung, beberapa kemasan terkadang akan dibuka untuk mengetahui detail barang kiriman.

DJBC, masih dalam akun Instagram-nya, menegaskan tidak ada larangan bagi masyarakat untuk berbelanjaonline. Namun, otoritas meminta agar masyarakat tetap menjalankan kewajiban perpajakan dengan benar jika barang melebihi batas pembebasan. (kaw)

Baca Juga:
Reformasi Berkelanjutan DJBC, Kolaborasi Lintas Sektor Jadi Kunci
View this post on Instagram

Hai sahabat BC Kalian tentu sudah tahu aturan terbaru mengenai barang kiriman? Nah kalian tentu juga tahu bahwa ada perubahan batas pembebasan (de minimis value) atas barang kiriman yang semula USD100/penerima menjadi USD75/hari/penerima. Hal ini salah satunya guna menghindari beberapa modus kecurangan yang sering digunakan dalam penggunaan fasilitas pembebasan atas barang kiriman. Sebenarnya modus kecurangan apa sih yang sering terjadi dalam proses barang kiriman? Yuk cari tahu....

A post shared by DITJEN BEA CUKAI (@beacukairi) on


Editor :

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

KOMENTAR
0
/1000

Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT
Jumat, 27 Desember 2024 | 19:00 WIB KEBIJAKAN KEPABEANAN

NIB Pelaku Usaha Bisa Berlaku Jadi ‘Kunci’ Akses Kepabeanan, Apa Itu?

Jumat, 27 Desember 2024 | 12:30 WIB LAPORAN BELANJA PERPAJAKAN

Masih Ada Fasilitas Kepabeanan Tak Dimanfaatkan, DJBC Beri Penjelasan

Jumat, 27 Desember 2024 | 10:00 WIB KEBIJAKAN KEPABEANAN DAN CUKAI

Reformasi Berkelanjutan DJBC, Kolaborasi Lintas Sektor Jadi Kunci

Kamis, 26 Desember 2024 | 09:30 WIB PENGAWASAN BEA CUKAI

Libur Natal dan Tahun Baru, Bea Cukai Perketat Pengawasan di Perairan

BERITA PILIHAN
Minggu, 29 Desember 2024 | 10:00 WIB POJK 27/2024

POJK Baru, Ini Kriteria Aset Kripto yang Boleh Diperdagangkan di Bursa

Minggu, 29 Desember 2024 | 09:30 WIB KEBIJAKAN PAJAK

DPR Minta Kenaikan Tarif PPN Jadi Momentum Perkuat Ketahanan Fiskal

Minggu, 29 Desember 2024 | 07:30 WIB KILAS BALIK 2024

Juli 2024: NIK sebagai NPWP Mulai Berlaku, e-Faktur 4.0 Diluncurkan

Sabtu, 28 Desember 2024 | 15:30 WIB KANWIL DJP JAKARTA BARAT

Tersangka Penggelapan PPN Mengaku Kapok Setelah Bayar Denda 300 Persen

Sabtu, 28 Desember 2024 | 15:00 WIB KILAS BALIK 2024

Juni 2024: NPWP Cabang Digantikan NITKU, Pengawasan Diperkuat ke HWI

Sabtu, 28 Desember 2024 | 13:30 WIB ASET KRIPTO

Pengawasan Aset Kripto Resmi Beralih ke OJK Januari 2025

Sabtu, 28 Desember 2024 | 12:30 WIB KEBIJAKAN KEPABEANAN

Pemerintah Bebaskan Bea Masuk Barang Keperluan Proyek Pemerintah

Sabtu, 28 Desember 2024 | 12:07 WIB BERITA PAJAK SEPEKAN

Hitung Hari sebelum Coretax Resmi Berlaku, PKP Perlu Bikin Sertel Baru

Sabtu, 28 Desember 2024 | 12:00 WIB PERATURAN KEPABEANAN

Aturan Baru terkait Pembukuan di Bidang Bea dan Cukai, Unduh di Sini