PAJAK PROPERTI

Industri Properti Lesu, Kadin Minta Tarif Pajak Dibenahi

Redaksi DDTCNews | Selasa, 11 April 2017 | 17:17 WIB
Industri Properti Lesu, Kadin Minta Tarif Pajak Dibenahi

JAKARTA, DDTCNews – Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia mengatakan regulasi perpajakan masih perlu dibenahi untuk mendorong pertumbuhan industri properti di Indonesia, terutama mengenai pengenaan tarif pajak yang dinilai memberatkan sebagian kalangan pengusaha.

Ketua Umum Kadin Rosan P Roeslani menegaskan pemerintah perlu menjaga kestabilan pertumbuhan properti untuk mendorong pertumbuhan ekonomi.

"Harus ada pemahaman yang sama di antara pemerintah dan pelaku usaha properti agar industrinya bisa berkembang dengan baik," ujarnya di Hotel Borobudur Jakarta, Selasa (11/4).

Baca Juga:
Vietnam Perpanjang Insentif Pajak Hingga 2025, Sektor Properti Melesat

Rosan mengakui setiap kebijakan yang bakal ditelorkan seharusnya dikonsultasikan atau disosialisasikan kepada para pengusaha, mengingat industri properti dalam kurun waktu tiga tahun terakhir menghadapi tantangan cukup berat, salah satunya karena perlambatan pertumbuhan ekonomi.

Pada kesempatan yang sama, Pelaksana Tugas Wakil Ketua Umum Kadin Indonesia Bidang Properti Eddy Hussy menginginkan adanya relaksasi pajak di sektor industri properti. Menurutnya, saat ini ada 2 jenis pajak yang membebani industri properti yang meliputi Pajak Penghasilan (PPh) pasal 22 dan Pajak Penjualan Bawang Mewah (PPnBM) terhadap apartemen.

"Regulasi perpajakan perlu di-review, jadi sektor properti bisa semakin didorong. Kedua regulasi perpajakan PPh Pasal 22 dan PPnBM pada apartemen cukup berat, sehingga sektor itu kurang bergairah," ujarnya.

Baca Juga:
Pulihkan Sektor Properti, Negara Ini Perpanjang Periode Insentif Pajak

Dia menjelaskan PPh Pasal 22 tersebut merupakan bentuk pungutan pajak kepada wajib pajak yang berkaitan dengan kegiatan perdagangan barang. Sementara, PPnBM atas apartemen yang termaktub dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 35/PMK.010/2017 tentang penjualan barang mewah.

Dalam regulasi yang berlaku Maret 2017 tersebut menjelaskan apartemen yang bernilai di atas Rp5 miliar akan dikenakan tarif pajak sekitar 20%. Sedangkan, apartemen yang bernilai diatas Rp10 miliar maka akan dikenakan tarif pajak 5%.

"Dengan adanya tresshold tersebut maka tidak akan ada pengembang yang mau membangun properti yang mahal-mahal. Jika pemerintah ingin mendorong pembangunan hunian vertikal, maka kebijakannya harus disesuaikan," tuturnya. (Amu)


Editor :

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

KOMENTAR
0
/1000

Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT
BERITA PILIHAN
Kamis, 26 Desember 2024 | 14:30 WIB KPP PRATAMA BENGKULU SATU

Mobil Rp200 Juta Disita KPP, Bakal Dilelang Kalau Utang Tak Dilunasi

Kamis, 26 Desember 2024 | 14:00 WIB KILAS BALIK 2024

Februari 2024: Wajib Pajak Bereaksi karena Potongan PPh 21 Lebih Besar

Kamis, 26 Desember 2024 | 13:30 WIB CORETAX SYSTEM

Jelang Coretax Diterapkan, PKP Bakal Perlu Bikin Sertel Baru

Kamis, 26 Desember 2024 | 13:00 WIB PROVINSI JAWA TIMUR

Opsen Berlaku 2025, Pemprov Turunkan Dasar Pengenaan Pajak Kendaraan

Kamis, 26 Desember 2024 | 12:30 WIB ADMINISTRASI PAJAK

PKP Risiko Rendah Diterbitkan SKPKB, Kena Sanksi Kenaikan atau Bunga?

Kamis, 26 Desember 2024 | 11:00 WIB INFOGRAFIS PAJAK DAERAH

9 Jenis Pajak Daerah Terbaru yang Ditetapkan Pemkot Sibolga

Kamis, 26 Desember 2024 | 10:30 WIB KILAS BALIK 2024

Januari 2024: Ketentuan Tarif Efektif PPh Pasal 21 Mulai Berlaku

Kamis, 26 Desember 2024 | 10:00 WIB KEBIJAKAN PEMERINTAH

Kredit Investasi Padat Karya Diluncurkan, Plafonnya Capai Rp10 Miliar

Kamis, 26 Desember 2024 | 09:30 WIB PENGAWASAN BEA CUKAI

Libur Natal dan Tahun Baru, Bea Cukai Perketat Pengawasan di Perairan

Kamis, 26 Desember 2024 | 09:00 WIB CORETAX SYSTEM

Fitur Coretax yang Tersedia selama Praimplementasi Terbatas, Apa Saja?