Ilustrasi.
JAKARTA, DDTCNews – Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat neraca perdagangan pada Februari 2020 mengalami surplus US$2,34 miliar.
Deputi Bidang Statistik Distribusi dan Jasa BPS Yunita Rusanti mengatakan surplus itu diperoleh dari nilai ekspor senilai US$13,94 miliar dan impor US$11,60 miliar. Menurutnya kinerja impor yang lemah itu disebabkan oleh wabah virus Corona yang melanda sejumlah negara, terutama China.
"Iya, ada pengaruh dari Covid-19, tapi ini enggak cuma dari China. Negara lain juga berpengaruh," katanya di Jakarta, Senin (16/3/2020).
Secara keseluruhan, Yunita menyebut kinerja neraca perdagangan pada Februari 2020 lebih baik dibanding Januari 2020 yang mengalami defisit US$640 juta. Sementara itu, dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu, surplus kali ini juga lebih besar karena pada Februari 2019 surplusnya hanya US$329,9 juta.
Ekspor yang mencapai US$13,94 miliar atau tumbuh 2,24% tersebut didorong oleh ekspor minyak dan gas (migas) mencapai US$820 juta. Namun, nilai tersebut turun 0,02% dari capaian Januari 2020 senilai US$820 juta. Sementara, ekspor nonmigas tercatat US$13,12 juta atau naik 2,38% dibanding bulan lalu US$12,82 miliar.
Jika dilihat berdasarkan negara tujuan ekspor, terjadi peningkatan ekspor nonmigas ke Singapura senilai US$281,5 juta, Malaysia US$89,7 juta, Ukraina US$46,6 juta, Swiss US$39,6 juta, dan Filipina US$3,5 juta. Adapun penurunan ekspor nonmigas, terjadi ke China dengan nilai penurunan US$245,5 juta, India US$128,5 juta, Taiwan US$58 juta, Jerman US$34,8 juta, dan Belanda US$26,1 juta.
Sementara itu, nilai impor tercatat hanya US$11,6 miliar atau turun 18,69% dibandingkan capaian bulan sebelumnya US$14,28 miliar. Impor migas yang senilai US$1,75 miliar juga turun 12,05% dari US$1,99 miliar. Adapun impor nonmigas tercatat senilai US$9,85 miliar atau turun 19,77% dari US$12,28 miliar.
Yunita menjabarkan penurunan impor nonmigas itu terdiri dari barang konsumsi yang anjlok 39,91% menjadi US$880 juta, barang baku/penolong turun 15,89% menjadi US$8,89 miliar, dan barang modal turun 18,03% menjadi US$1,83 miliar.
"Impor masih didominasi oleh barang baku/penolong mencapai 76,63% dari total impor," katanya.
Jika dilihat dari negara asal impor, penurunan impor nonmigas terbesar berasal dari China yang anjlok US$1,95 miliar, Hong Kong US$116,5 juta, Korea Selatan US$113,7 juta, Singapura US$102,7 juta, dan Vietnam US$86,4 juta.
"Penurunan impor dari China terjadi antara lain pada mesin dan perlengkapan elektrik, mesin dan peralatan mekanik, juga plastik dan barang dari plastik," tuturnya.
Meski demikian, terjadi pula kenaikan impor dari negara Thailand senilai US$196,8 juta, Jepang US$195,3 juta, Australia US$151,5 juta, Argentina US$148,4 juta, dan Selandia Baru US$25,7 juta. (kaw)
Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.