Kantor pusar IMF di New York, Amerika Serikat. (Foto: AFP/thenationalnews.com)
WASHINGTON D.C., DDTCNews - International Monetary Fund (IMF) memperkirakan defisit anggaran Indonesia pada 2021 akan mencapai 6,1% dari produk domestik bruto (PDB), lebih lebar bila dibandingkan dengan defisit anggaran yang ditetapkan pada APBN 2021 sebesar 5,7% dari PDB.
Tidak hanya defisit anggaran, rasio utang pemerintah juga diperkirakan akan mencapai 43,1% dari PDB pada tahun ini, lebih tinggi bila dibandingkan dengan proyeksi rasio utang oleh Ditjen Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko (DJPPR) yang hanya sebesar 41,1%.
Perlu dicatat, masih lebarnya defisit anggaran pada 2021 juga diproyeksikan akan terjadi di seluruh negara dan tidak hanya dialami oleh Indonesia saja.
"Defisit fiskal berbagai negara diproyeksikan turun pada 2021 seiring dengan kenaikan penerimaan dan menurunnya belanja seiring dengan mulai dikuranginya stimulus untuk penanganan krisis akibat pandemi," tulis IMF dalam Fiscal Monitor Update: January 2021, dikutip Senin (1/2/2021).
Secara global, IMF memperkirakan defisit anggaran global di seluruh negara diperkirakan mencapai 8,6% dari PDB dengan rasio utang global mencapai 99,5% pada 2021.
Khusus untuk negara yang dikategorikan sebagai emerging market and middle income countries termasuk Indonesia, IMF memperkirakan defisit di negara tersebut secara total mencapai 8,6% dari PDB dengan rasio utang mencapai 65,3% dari PDB.
Secara umum, IMF merekomendasikan kepada seluruh negara untuk terus menjaga pemberian stimulus kepada sektor esensial seperti sektor rumah tangga dan korporasi. Kebijakan fiskal perlu mendukung transformasi struktural sekaligus.
Seiring dengan makin turunnya angka penularan, pengurangan stimulus fiskal harus dilaksanakan secara hati-hati dengan memperhatikan proses pemulihan dan peningkatan aktivitas ekonomi.
Dari sisi postur fiskal, IMF mendorong setiap negara untuk terus memperhatikan peningkatan total utang akibat pandemi. Kenaikan jumlah utang akibat penanganan pandemi Covid-19 akan meningkatkan kerentanan.
Karena itu, diperlukan rencana fiskal jangka menengah yang kredibel untuk mengatasi utang sekaligus menciptakan kebijakan fiskal yang mendorong pertumbuhan ekonomi inklusif. Salah satu strategi yang didorong IMF untuk menciptakan pertumbuhan inklusif adalah melalui reformasi perpajakan.
Kelemahan pada sistem perpajakan perlu ditindaklanjuti melalui perluasan basis, pengenaan PPh orang pribadi secara progresif, perbaikan sistem PPN, hingga peningkatan peran pajak karbon, pajak properti, pajak warisan, dan pajak aktivitas ekonomi digital sebagai sumber penerimaan. (Bsi)
Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.