Ilustrasi.
JAKARTA, DDTCNews – IMF mendorong pemerintah Indonesia untuk memperbarui rencana penerimaan jangka menengah (medium-term revenue strategy/MTRS). Topik tersebut menjadi salah satu ulasan media nasional pada hari ini, Jumat (9/8/2024).
Menurut IMF, reformasi pajak di Indonesia tidak boleh berhenti pada implementasi UU 7/2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP).
"Upaya peningkatan penerimaan harus mencakup reformasi kebijakan yang ambisius selain menerapkan UU HPP," sebut IMF dalam Staff Report for the 2024 Article IV Consultation.
Berdasarkan catatan IMF, terdapat beberapa rencana kebijakan pajak yang sudah tertuang dalam MTRS 2017, tetapi belum diadopsi oleh Indonesia dalam UU HPP ataupun aturan teknis lainnya.
Rencana kebijakan yang belum diterapkan tersebut antara lain penurunan threshold pengusaha kena pajak (PKP), pengenaan cukai atas kendaraan bermotor, cukai atas BBM, penurunan threshold UMKM, hingga pemberlakuan alternative minimum tax (AMT).
Bila seluruh rencana kebijakan pajak yang tercantum dalam MTRS 2017 diterapkan, Indonesia bisa memperoleh tambahan tax ratio sebesar 3,5%. Adapun reformasi administrasi pajak akan memberikan tambahan tax ratio sebesar 1,5%.
Selain topik reformasi pajak, ada pula ulasan mengenai jenis SPT yang tersedia otomatis pada sistem coretax administration system. Ada pula ulasan mengenai kinerja setoran pajak dari BUMN dan PPN PMSE dalam tahun berjalan ini.
IMF mendorong pemerintah Indonesia untuk meminimalisasi kebocoran penerimaan pajak akibat pemberian insentif pajak.
"Meninjau kembali belanja pajak (saat ini diperkirakan mencapai 1,7% dari PDB) dan memastikan insentif pajak diberikan secara terbatas untuk mencegah base erosion serta meningkatkan penerimaan pajak dalam jangka menengah," sebut IMF.
Sesuai catatan Badan Kebijakan Fiskal (BKF), belanja pajak Indonesia cenderung didominasi oleh PPN. Secara sektoral, BKF mencatat industri manufaktur ialah sektor yang terbanyak mendapatkan manfaat dari beragam belanja pajak yang digelontorkan pemerintah. (DDTCNews)
Ditjen Pajak (DJP) resmi menunjuk 2 pelaku usaha perdagangan melalui sistem elektronik (PMSE) sebagai pemungut PPN PMSE. Dengan demikian, total pelaku PMSE yang memungut PPN mencapai 174 pelaku usaha.
Hingga Juli, sudah ada 163 pelaku usaha PMSE yang aktif memungut PPN dan menyetorkannya ke kas negara. Sepanjang Januari hingga Juli 2024, total PPN PMSE yang sudah disetorkan oleh 163 perusahaan PMSE tersebut mencapai Rp4,57 triliun.
Sementara itu, setoran PPN PMSE yang terkumpul sejak pertama kali diberlakukan pada 2020 sudah mencapai Rp21,47 triliun. (DDTCNews/Kontan)
Saat coretax system diimplementasikan, terdapat beberapa jenis Surat Pemberitahuan (SPT) yang akan tersedia secara otomatis (auto created).
Seperti diketahui, dengan coretax, cakupan pengisian SPT dengan metode prepopulated akan diperluas. Terlebih, ada integrasi antara faktur pajak dan bukti potong pajak dalam 1 sistem. Simak ‘Begini Buat Faktur Pajak dan Bukti Potong saat Coretax DJP Diterapkan’.
“Apa saja jenis SPT yang auto created? SPT Masa PPN, SPT Tahunan PPh badan, SPT Masa PPN PMSE, SPT Masa bea meterai, SPOP (Surat Pemberitahuan Objek Pajak),” tulis DJP dalam laman resminya. (DDTCNews)
IMF menyoroti rencana pembentukan Badan Penerimaan Negara (BPN) yang diusung oleh Presiden Terpilih Prabowo Subianto.
Dalam hasil Article IV Consultation 2024, IMF berpandangan pembentukan BPN harus direncanakan dengan matang. Tak hanya itu, IMF berpandangan pembentukan BPN bukanlah satu-satunya kunci untuk meningkatkan penerimaan.
"Otoritas pajak independen bukanlah panasea. Negara-negara perlu mempertimbangkan strategi reformasi pajak berdasarkan international best practice," tulis IMF. (DDTCNews)
Sebanyak 20 BUMN telah menyetorkan pajak hingga Rp439 triliun pada 2023. PT Pertamina menjadi perusahaan pelat merah yang menyetorkan pajak paling besar mencapai Rp 224, 53 triliun.
Setoran pajak BUMN pada 2023 melonjak hingga 57,9% dibandingkan dengan tahun sebelumnya yang tercatat Rp 278 triliun.
Menteri BUMN Erick Thohir mengatakan, transformasi BUMN yang terus dilakukan selama ini ikut meningkatkan kinerja dan produktivitas perusahaan. (Kontan)
Menko Perekonomian Airlangga Hartarto telah mengonfirmasi bahwa tarif PPN akan naik dari 11% menjadi 12% pada 2025. Kenaikan tarif ini sesuai dengan amanat yang telah diatur dalam UU UU HPP.
Airlangga menegaskan kebijakan ini sudah diatur dalam undang-undang. Oleh karena itu, wajib dilaksanakan kecuali ada perubahan aturan baru yang memungkinkan penundaan atau pembatalan kenaikan tarif tersebut.
"Kan undang-undangnya sudah jelas (tarif PPN naik)," ujar Airlangga. (Kontan)
Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.