SWISS

Hindari Daftar Hitam Uni Eropa, Ini Langkah Swiss

Redaksi DDTCNews | Jumat, 14 September 2018 | 13:40 WIB
Hindari Daftar Hitam Uni Eropa, Ini Langkah Swiss

Ilustrasi.

ZURICH, DDTCNews – Parlemen Swiss menyetujui perbaikan pajak perusahaan untuk mencegah masuknya negara tersebut dalam daftar hitam negara suaka pajak yang tidak kooperatif oleh Uni Eropa.

Sebanyak 114 anggota parlemen mendukung langkah ini dan 68 masih menentang perbaikan pajak perusahaan.

Kepala Pajak dan Keuangan Economiesuisse Frank Marty mengatakan pengusaha menginginkan agar pemerintah menerapkan rezim pajak yang diterima secara internasional. Hal ini, sambungnya, dapat memberi kepastian hukum bagi investor.

Baca Juga:
Malaysia Sebut Pajak Minimum Global Berdampak Baik ke Keuangan Negara

“Pelaku bisnis membutuhkan secepat mungkin sistem pajak yang diterima secara internasional untuk memberikan kepastian bagi investasi di Swiss,” ujarnya, seperti dikutip pada Jumat (14/9/2018).

Pemerintah, sambungnya, akan menghapus status pajak khusus yang dinikmati oleh 24 ribu perusahaan yakni 7,8%-12%. Pasalnya, tarif itu cukup jauh dibanding dengan tarif pajak perusahaan normal di Swiss sebesar 12%-24%.

Meskipun perusahaan akan mendapat tambahan beban dengan peningkatan tarif pajak perusahaan, penyesuaian tarif ini dikabarkan sebagai upaya pemerintah dalam mendanai pensiunan senilai CHF2 miliar atau Rp30,59 triliun per tahunnya.

Baca Juga:
Majelis Umum PBB Resmi Adopsi ToR Pembentukan Konvensi Pajak

Melansir Euronews, rencana pemerintah Swiss mengkaji tarif pajak perusahaan pun timbul akibat adanya kritik yang dilakukan The Organisation for Economic Co-operation and Development (OECD) terkait rezim pajak.

Apalagi, Swiss tercatat dalam 47 negara yang menganut rezim pajak tidak sesuai dengan standar Uni Eropa. Negara ini masuk dalam daftar abu-abu dan berisiko masuk ke daftar hitam (blacklist) jika tidak kunjung merealisasikan komitmen perubahan regulasi.

Sebagai informasi, pemerintah Swiss sejatinya telah mengusulkan reformasi pajak tahun lalu. Namun, pemerintah justru dipaksa membatalkan rencana tersebut karena banyak yang khawatir langkah ini memberi dampak pada peningkatan tarif pajak penghasilan orang pribadi. (kaw)


Editor :

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

KOMENTAR
0
/1000

Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT
Jumat, 13 Desember 2024 | 11:30 WIB PAJAK INTERNASIONAL

Majelis Umum PBB Resmi Adopsi ToR Pembentukan Konvensi Pajak

Minggu, 08 Desember 2024 | 11:00 WIB INFOGRAFIS PAJAK

Sederet Rekomendasi OECD untuk Indonesia dalam Meningkatkan Tax Ratio

Rabu, 04 Desember 2024 | 18:00 WIB KEBIJAKAN EKONOMI

OECD Perkirakan Ekonomi Indonesia hingga 2026 Hanya Tumbuh 5 Persen

BERITA PILIHAN
Rabu, 25 Desember 2024 | 15:00 WIB KEBIJAKAN PEMERINTAH

Pemerintah akan Salurkan KUR Rp300 Triliun Tahun Depan

Rabu, 25 Desember 2024 | 13:30 WIB PSAK 201

Item-Item dalam Laporan Posisi Keuangan Berdasarkan PSAK 201

Rabu, 25 Desember 2024 | 13:00 WIB KEBIJAKAN PAJAK

Kontribusi ke Negara, DJP: Langganan Platform Digital Kena PPN 12%

Rabu, 25 Desember 2024 | 12:30 WIB KEBIJAKAN KEPABEANAN

Fitur MFA Sudah Diterapkan di Portal CEISA sejak 1 Desember 2024

Rabu, 25 Desember 2024 | 11:30 WIB PMK 94/2023

Pemerikaan Pajak oleh DJP terhadap Kontraktor Migas, Apa Saja?

Rabu, 25 Desember 2024 | 11:00 WIB INFOGRAFIS PAJAK

Dokumen yang Dilampirkan saat Pemberitahuan Perpanjangan SPT Tahunan

Rabu, 25 Desember 2024 | 09:37 WIB KURS PAJAK 25 DESEMBER 2024 - 31 DESEMBER 2024

Kurs Pajak Terbaru: Rupiah Melemah terhadap Mayoritas Mata Uang Mitra