JERMAN

Harga BBM Mahal Imbas Perang Rusia-Ukraina, Jerman Tambah Subsidi

Redaksi DDTCNews | Selasa, 15 Maret 2022 | 13:30 WIB
Harga BBM Mahal Imbas Perang Rusia-Ukraina, Jerman Tambah Subsidi

Seorang warga membawa poster di depan Brandenburg Gate yang menyala dengan lampu warna bendera Ukraina saat protes anti perang, setelah Rusia meluncurkan operasi militer besar terhadap Ukraina, di Berlin, Jerman, Kamis (24/2/2022). ANTARA FOTO/REUTERS/Christian Mang/hp/cfo

BERLIN, DDTCNews - Pemerintah Jerman berencana memberikan 'diskon' atas harga bahan bakar minyak (BBM). Tujuannya, memitigasi lonjakan harga akibat krisis energi sebagai buntut konflik Rusia-Ukraina.

Menteri Keuangan Christian Lindner mengusulkan subsidi BBM lebih dari €0,2 atau sekitar Rp3.139 per liter.

"Negara tidak boleh meninggalkan warga dan bisnis sendirian dengan kenaikan harga," kata Lindner dilansir oedigital.com, Selasa (15/3/2022).

Baca Juga:
Pemerintah Ungkap Stabilitas Keuangan Kuartal III/2024 Tetap Terjaga 

Kendati demikian, Lindner mengatakan usulan tersebut belum disetujui oleh koalisi pemerintahan. Dia berharap kabinet dapat menyetujuinya sebagai bagian dari paket kebijakan krisis yang lebih luas.

Dia menginformasikan, salah satu anggota parlemen oposisi konservatif telah menyerukan subsidi bahan bakar yang lebih besar. Namun, penolakan juga datang dari masyarakat terutama aktivis lingkungan.

Kata dia, kelompok tersebut memperingatkan bahwa diskon BBM dapat mendistorsi pasar energi. Aktivis lingkungan di Jerman memperingatkan bahwa kebijakan itu secara tidak proporsional menguntungkan orang kaya yang banyak menggunakan mobil.

Baca Juga:
Pertamina Diminta Tak Jual BBM Subsidi ke Penunggak Pajak Kendaraan

Kelompok prolingkungan lantas memberi catatan kepada pemerintah. Kebijakan subsidi BBM harus dibarengi dengan pembaruan batas kecepatan di jalan raya untuk menekan penggunaan bahan bakar.

"Pengurangan batas kecepatan baik untuk melindungi iklim, melindungi sumber daya dan keselamatan di jalan," kata Juru Bicara Kementerian Lingkungan Jerman Christopher Stolzenberg,

Sebagai informasi, Lindner sebelumnya menolak usulan parlemen yang meminta untuk menurunkan tarif pajak penjualan dari 19% menjadi 7% untuk bensin dan solar. (sap)


Editor :

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

KOMENTAR
0
/1000

Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT
Sabtu, 19 Oktober 2024 | 12:00 WIB PEREKONOMIAN INDONESIA

Pemerintah Ungkap Stabilitas Keuangan Kuartal III/2024 Tetap Terjaga 

Minggu, 13 Oktober 2024 | 08:30 WIB PROVINSI SULAWESI SELATAN

Pertamina Diminta Tak Jual BBM Subsidi ke Penunggak Pajak Kendaraan

Sabtu, 12 Oktober 2024 | 09:00 WIB PEREKONOMIAN INDONESIA

Ubah Proyeksinya, World Bank Yakin Ekonomi RI Bisa Tumbuh 5 Persen

Senin, 07 Oktober 2024 | 09:30 WIB PEREKONOMIAN INDONESIA

Klaim Airlangga Soal Inflasi Rendah: Berdampak Bagus untuk Ekonomi

BERITA PILIHAN
Selasa, 22 Oktober 2024 | 17:30 WIB KPP PRATAMA JAMBI TELANAIPURA

WP Gagal Daftar LPSE karena KSWP Tidak Valid, Gara-Gara Tak Lapor SPT

Selasa, 22 Oktober 2024 | 17:06 WIB LEMBAGA LEGISLATIF

DPR Tetapkan Daftar Mitra Kerja untuk Komisi XII dan Komisi XIII

Selasa, 22 Oktober 2024 | 16:41 WIB IHPS I/2024

BPK Selamatkan Keuangan Negara Rp13,66 Triliun pada Semester I/2024

Selasa, 22 Oktober 2024 | 16:30 WIB KANWIL DJP JAWA TIMUR II

Pakai Faktur Pajak Fiktif, Dirut Perusahaan Akhirnya Ditahan Kejari

Selasa, 22 Oktober 2024 | 16:00 WIB TIPS PAJAK DAERAH

Cara Daftarkan Objek Pajak Alat Berat di DKI Jakarta secara Online

Selasa, 22 Oktober 2024 | 15:30 WIB AUSTRALIA

Bikin Orang Enggan Beli Rumah, Australia Bakal Hapus BPHTB

Selasa, 22 Oktober 2024 | 14:00 WIB KP2KP SIDRAP

Ubah Kata Sandi Akun Coretax, Fiskus: Tak Perlu Cantumkan EFIN

Selasa, 22 Oktober 2024 | 13:45 WIB KABINET MERAH PUTIH

Tak Lagi Dikoordinasikan oleh Menko Ekonomi, Kemenkeu Beri Penjelasan

Selasa, 22 Oktober 2024 | 13:30 WIB KEBIJAKAN PAJAK

Kenaikan Tarif PPN Perlu Diikuti dengan Transparansi Belanja